Tuesday, June 24, 2014


Kepada Kamu Langkah Kaki Yang Telah Letih.

Hai langkah yang tertatih, apa kabar? Apakah kamu sudah sangat letih? Aku harap tidak. Bukankah sudah diperingatkan sebelumnya, berhati-hatilah dengan hati juga arah langkahmu. Sebelum semuanya jelas, sebelum abu - abu itu menjadi putih atau hitam.

Hai, langkah yang tertatih. Seberapa seringkah kau mengalah, menepi dan beringsut pergi? Sekarangpun, kau tetap tidak berhak untuk marah. Lihatlah apa yang terjadi. Permainan macam apa yang sedang berlangsung?

Kau tidak punya pilihan, langkah kaki.kepada KamuKe. Seperti biasa. Tidak ada yang harus dipilih. Berlalulah. Sebelum puzzle yang kau susun kembali hancur. Jangan bersikeras. Sudahlah.



Sumber : Yoest Tina
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=677546628959581&set=a.185009071546675.40662.100001127496316&type=1

 
 

Terkadang, kita menjadikan seseorang/sesuatu prioritas utama kita, tapi sebenarnya seseorang/sesuatu tersebut hanya menjadikan kita alternatif pilihan saja.

Terkadang, kita sibuk memikirkan orang lain, tapi orang lain itu malah memikirkan orang lain lagi.
Terkadang, kita membela habis2an, menyayangi segenap jiwa seseorang/sesuatu, tapi sebaliknya seseorang/sesuatu itu hanya menjadikan kita pilihan opsional saja.

Ingatlah nasehat lama itu, ditulis dibanyak buku, dikutip di banyak tulisan: Kehidupan ini persis seperti menaiki sepeda, jika kita tidak bisa menjaga keseimbangan lagi, maka segeralah maju, bergerak ke tempat baru, karena jika terus memaksakan diri berhenti, cepat atau lambat kita akan terbalik.

*Tere Lije

Bukit Moko, Cimenyan, Bandung


Perjalanan Menuju Bukit Moko, Cimenyan

Saya sendiri awalnya tahu mengenai Bukit Moko itu dari sebuah acara bernama “Jalan – Jalan Men”. Sebuah bukit yang cukup tinggi dengan ketinggian sekitar 1500 mdpl, dan kita bisa melihat kota bandung hampir seluruhnya dari bukit tersebut. Bukit Moko ini terdapat di Cimenyan. Bukit Moko sendiri merupakan tempat terakhir yang bisa digunakan untuk bersantai di kawasan tersebut setelah Dapur Cartil dan Deretan Warung yang ada di Cimenyan.

Untuk mencapai bukit tersebut, Anda harus masuk lewat jalan Padasuka. Di jalan Padasuka terdapat juga sebuah area wisata terkenal yaitu, Saung Angklung Udjo. Anda bisa berkunjung kesana juga jika ingin menikmati angklung dan kesenian lainnya yang disediakan oleh Saung Angklung Udjo. Kemudian telusuri jalan tersebut hingga menemukan Polsek Cimenyan di sekitar KM 4 ~ 5.

Setelah melewati Saung Angklung Udjo, Anda akan melewati Akademi Analis Kesahatan Bakti Asih. Setelah melewati tempat tersebut, Polsek Cimenyan ini adalah checkpoint yang harus dilewati, kemudian disusul dengan gerbang batas Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Andapun akan melewati sebuah villa yang menandakan bahwa Anda sudah berada di KM 8. Dari tempat tersebut Anda akan melihat sebuah tanjakan yang memiliki tikungan cukup tajam dan tidak ada pembatas, jadi mesti ekstra hati – hati ketika akan melewati jalan tersebut. Karena ketika kedua kalinya pergi kesana motor saya sempat mogok saat melewati tikungan dan harus mendorongnya sendiri.


20130813_125856 

Photo2680 

20130813_130244 

Nah jika Anda tidak sempat ke atas atau kehabisan bensin, mungkin Anda bisa masuk ke Dapur Cartil. Tempat tersebut merupakan rumah makan yang memiliki suasana lesehan dan langsung dapat melihat Bandung juga tapi tidak setinggi yang di Bukit Moko. Pilihan menu pun cukup banyak, ada Masakan Sunda, Chinese, Nasi Goreng, Soto dan lainnya. Andapun dapat menikmati menu tersebut dengan rentang harga Rp. 5.000 ~ Rp. 50.000 . Tempat ini masih setengah jalan untuk menuju Bukit Moko. Dari Dapur Caril Anda bisa melihat tanjakan yang cukup curam juga, jadi harus ekstra berhati – hati lagi.
Di atas Dapur Cartil, tepatnya setelah melewati tanjakan dekat Dapur Cartil. Anda akan melewati deretan warung – warung lesehan yang bisa Anda kunjungi. Pilihan Menunya lebih murah daripada di Dapur Cartil mulai dari Rp. 3000 ~ Rp. 20.000 . Menu yang ditawarkan ada Mie Rebus, Kopi Panas, Susu Panas, Milo Panas, Energen dan jajanan murah lainnya. Ada juga jagung bakar yang bisa Anda pesan disekitaran warung tersebut.

IMG_5979 

Ok, kita lanjut lagi yah perjalanan kita ke Bukit Moko. Dari deretan warung tersebut, telusuri lagi jalan utama menuju Bukit Moko. Anda akan melewati tiga gapura sebelum menuju Bukit Moko. Dan jalan menuju gapura ketiga masih diaspal dengan baik. Jadi perjalanan masih santai. Begitu tiba di gapura ketiga jalanan sudah berbatu.

IMG_5988 

IMG_5990

Begitu melewati gapura ketiga, telusuri saja jalan utama hingga Anda akan berhadapan dengan dua ruas cabang jalan. Ruas sebelah kanan akan turun bukit dan berbelok, ruas satu lagi akan naik bukit. Nah pilihlah yang ruas naik bukit ini. Karena saya sendiri waktu pertama kali ke Bukit Moko sempat belok kanan dan untungnya ada petani yang bisa saya tanya mengenai keberadaan Bukit Moko. Kemudian kedua kalinya kesana, teman saya malah belok kanan dan akhirnya pergi jauh entah kemana. Menurut petani yang saya tanyakan waktu pertama kali ke Bukit Moko, ruas jalan kanan menurun tersebut akan menuju ke daerah Jatihandap. Nah jika sudah sampai cabang jalan tadi, ingat ambil ruas kiri yang menaik biar ga “nyasab” :D.

Ketika naik ruas kiri pun Anda melihat ruas jalan lagi ke sebelah kiri. Ruas tersebut membawa Anda ke daerah Batu Lonceng yang bisa menuju Lembang dan Dago melewati hutan tersebut. Di tanjakan terakhir inilah Anda akan singgah di Bukit Moko.

Baiknya penumpang di motor Anda lebih baik turun terlebih dahulu karena khawatir jatuh.

Dan jika menggunakan mobil untuk menuju Bukit Moko, perlu ekstra hati – hati juga karena khawatir slip.

Sesampainya di Bukit Moko, Anda bisa menikmati beberapa fasilitas berikut :
- Lounge di Warung Daweung.
- Lapangan Api Unggun
- Pilihan Menu yang cukup beragam dan terjangkau
- Bangku untuk Ngadaweung
- Foto Prewedding

20130813_132148 

IMG_5992 

 IMG_6008 

IMG_5996 

20130813_133037 

20130813_132932

Arti kata daweung pada Warung Daweung yang terdapat di Bukit Moko tersebut mempunyai arti menenangkan, berpikir, dan melamun. Memang kebanyakan orang yang sudah sampai di Bukit Moko, menggunakan waktunya untuk menenangkan pikiran karena jauh dari hiruk – pikuk. Derau angin serta nyamannya udara membuat pikiran lebih rileks dari kepekikan perkotaan. Dan tips terakhir jangan berlari saat melewati tanjakan menuju Bukit Moko. Karena Anda bisa kehabisan nafas :D.

IMG_5997 

20130813_140236 

20130813_134119


Bagaimana ? indah sekali kan pemandangannya, dalam jarak sekitar 11 km dari padasuka dan ketinggian sekitar 1500 mdpl, Anda dapat relaksasi pikiran dan bisa menikmati indahnya kota Bandung dari Bukit Moko.


Sumber : https://ridwanbejo.wordpress.com/2013/11/09/perjalanan-menuju-bukit-moko-cimenyan/#more-752

Bukit Moko Bandung


Bukit Moko: dekat, tapi jauh, tapi dekat!

Luar biasa!
Kok bisa ya selama ini tidak menulis?
Sekitar 3 bulan sudah, berlalu, dari terakhir menggoreskan garis-garis hitam di layar pembaca melalui blog ini. Untung beberapa hari yang lalu secara tidak sengaja membuka blog ini lagi dan langsung diingatkan akan betapa menyenangkannya menulis dan berbagi pengalaman, apalagi memang ada banyak sekali yang ingin dibagikan.
Oke, langsung saja, selamat menikmati.

Yap, sesuai dengan post terakhir di rangkaian cerita KBR, perjalanan Tempe, Koya, dan Mihe belum dan tidak pernah berakhir. Nah, sekarang permasalahannya tentu saja: waktu. Berhubung Tempe, Koya, dan Mihe mulai harus mengadu nasib demi sesuap nasi di jalurnya masing-masing, untuk melanjutkan perjalanan ini akhirnya harus curi-curi waktu di akhir pekan. Dan lagi, dengan waktu yang sempit, mereka harus realistis dalam menentukan tujuan berkeliling. Tapi tentu saja, tujuan keliling, manapun, tetap harus didasarkan pada request alias permintaan.

Dan uniknya, Koya dan Mihe kompak meminta untuk mengunjungi Bukit Moko, sementara Tempe belum pernah dengar Apaan dan dimana tuh bukit?



Didukung perasaan tidak mau kalah, Tempe langsung melakukan riset mengenai si Bukit yang ingin disambangi oleh Mihe dan Koya. Telisik punya telisik, ternyata letaknya berada di Kota Bandung. Bayangan awal dari Tempe, mungkin Bukit ini semacam Bogor-nya Jakarta, jadi perlu perjalanan 1-2 jam kesana dari Bandung. Eh, ternyata, letaknya dekat sekali dengan Kota Bandung!

Oh ya, ada hal yang menarik sewaktu Tempe mencari-cari info mengenai “puncak tertinggi Kota Bandung” ini.

Tentu saja, senjata yang digunakan untuk mencari info adalah alat paling mutakhir abad ini: Mbah Google. Menariknya, dari berbagai sumber yang ditawarkan, 2 sumber merupakan blog yang pemiliknya familiar dengan Tempe, dan disarankan sih coba tengok juga kalau ingin tahu info tentang Bukit Moko:
Link pertama ini bagus dibaca terutama oleh yang belum pernah dengar tentang Bukit Moko. Ada gambaran umum yang cukup untuk mengetahui, apa sih bagusnya destinasi melancong satu ini?

Nah, kalau sudah punya gambaran kira-kira kayak apa sih Moko, apa tuh Warung Daweung, terus jadi penasaran bagaimana akses kesana, link kedua ini bakal sangat membantu! Coba diperhatikan terutama bagian peta yang udah ditandain dengan oke punya. Kenapa bisa bilang oke punya? Ya iyalah, dengan bersandar pada peta tersebut, Tempe, Koya, dan Mihe bisa mencapai Bukit Moko dengan senyum lebar, walau agak ngos-ngosan sih… eits pelan-pelan nanti juga diceritain.

Berhubung peta dan gambaran umum sudah didapatkan, mungkin kalian bertanya, lalu bedanya post ini apaan donk?

Nah, pertanyaan besar dari Tempe ada 2 sebetulnya:
1. Kenapa semua orang yang bercerita tentang Bukit Moko sebagian besar adalah penikmat sunset? Kenapa tidak ada cerita yang menunjukkan Bukit Moko ketika sunrise? Apa mungkin lokasinya ditutup? Bisa berabe donk udah kesana terus ditutup?
2. Kalau memang waktu sunrise pun bisa dikunjungi, kenapa ga ada yang bercerita tentang akses ke Bukit Moko menggunakan mobil pribadi? Kayaknya semua kesana pakai motor?


Jawaban yang dibutuhkan sangat penting sekali untuk kelangsungan kehidupan Tempe, Koya, dan Mihe, karena dari awal sudah ditentukan bahwa kunjungan ke Bukit Moko akan sebelum matahari terbit dan menggunakan mobil pribadi. Kok bersikeras sunrise sih? Simpel kok: mereka bertiga ketagihan menikmati sunrise setelah dipukau oleh keindahan Pantai Marina di Semarang!

Oh ya, pada kunjungan ini pun penanggung jawab untuk menunjukkan jalan tetap Mihe, yang paling bisa diandalkan. Tempe dan Koya tugasnya 2: memastikan Mihe bahagia dan nurut sama Mihe aja.

Jadilah pada 6 Desember 2013 malam, Tempe yang baru pulang dari tempatnya mengais rejeki harus menggenjot mobilnya menuju Bandung untuk bertemu dengan Mihe dan Koya. Tetapi karena terlampau bersemangat, Tempe datang terlalu cepat, sekitar jam 12 malam sudah sampai di tempat tinggal Mihe.

Kalau jam segini langsung menuju Bukit Mokobisa keburu ngantuk atau malah mati kedinginan nanti, pikir Tempe.

Ini orang ngapain sih baru jam segini udah ngerusuh aja di kosan gua, pikir Mihe.
Tidur dulu ahh, pikir Koya, seperti biasa tidak menghiraukan kedua temannya yang lain, langsung lelap ketika diputuskan bahwa mereka bertiga akan berangkat pada jam 3 pagi.

Yahh, pada akhirnya, Tempe dan Mihe pun memutuskan untuk beristirahat sejenak juga daripada nanti mengantuk ketika sang fajar mulai menampakkan dirinya?

Di Indonesia, paling tidak ada 3 hal yang semua insan bangsa tahu sangat sulit untuk dilakukan:
  1. Membersihkan segala bentuk korupsi,
  2. Menyaksikan timnas Indonesia berlaga di ajang Piala Dunia, dan
  3. Membangunkan Koya yang terlanjur tertidur!
Rencana untuk berangkat jam 3 pun agak tertunda sampai jam setengah 4, karena Tempe dan Mihe harus menyeret Koya ke dalam mobil. Walau hujan rintik-rintik sempat membuat khawatir, akhirnya mereka bertiga berangkat menuju Bukit Moko dari Ciumbuleuit.

Perjalanan ke Bukit Moko sangat familiar buat mereka bertiga, karena lokasinya pun dekat sekali dari terminal Caheum. Nah, buat pembaca yang penasaran apakah bisa membawa mobil pribadi untuk menuju ke Bukit Moko, jawabannya adalah sangat bisa. Jalanan beraspal akan menemani dengan setia, namun hanya sampai spot Cicayur, spot berhenti yang aman di antara rumah makan kecil. Sebenarnya sih menikmati udara malam dan pemandangan juga sudah bisa disini, tapi… kurang greget kalau ga di puncaknya!

Jalan Beraspal Sempit ke Moko
Salah satu sudut jalan ke Moko, hanya cukup untuk 1 mobil. Diambil di salah satu bagian jalan yang beraspal.

Sisanya? Tanah. Apalagi saat itu baru saja diguyur hujan. Berhubung mobil yang dibawa ukurannya tidak kecil, mereka bertiga memutuskan untuk memarkirkan kendaraannya di salah satu warung di Cicayur. Kalian tidak mungkin melewatkan warung-warung ini kok, karena jam 4 pagi pun masih terang benderang!
Buat yang masih penasaran, separah apa sih jalannya setelah spot ini? Jalannya itu cuma cukup 1 mobil, dan dihiasi beberapa tikungan tajam. Lah kalau berpapasan gimana? Ya terpaksa keluar dari mobil dan selesaikan secara jantan: suit, boleh suit indonesia atau suit jepang, siapa yang kalah silakan mundur sampai mobil si pemenang bisa lewat. Tidak semuanya tanah kok, ada juga yang beraspal, tapi sangat sempit, berkelok-kelok, dan naik turun seperti goyang penyanyi dangdut.

tips: kalau ingin bawa mobil sampai ke Warung Daweung-nya itu bisa aja kok, di warungnya pun ada lahan parkir yang luas untuk mobil. Tapi pastikan mobilnya sanggup melewati medan yang menyiksa. Waktu mereka bertiga kesana, ada 3 mobil pribadi yang berhenti  di dekat Warung Daweung. 1 berhasil mencapai warungnya (avanza),  1 harus ditinggalkan di tengah jalan karena ban-nya terperosok (kijang) sementara pengemudinya memutuskan untuk mendiamkan mobil itu disana sampai kondisi tanah mengering, dan 1 diparkir sebelum tanjakan tajam berbatu yang licin. Pilihan anda.

Setelah mereka bertiga memutuskan untuk parkir di salah satu warung, sekitar jam 4 pagi, akhirnya perjalanan dilanjutkan dengan mengandalkan sepasang kaki masing-masing. Tapi itu sangat tidak cukup! Ada 1 hal yang jangan sampai dilupakan kalau ingin berjalan kaki menyusuri Cicayur-Warung Daweung: Senter! 

Kondisi jalanannya gelap sekali, sama sekali tidak ada penerangan di beberapa titik. Berhubung mereka bertiga tidak ada yang membawa senter, akhirnya Mihe mengambil inisiatif untuk menggunakan lampu blitz kamera HPnya yang sangat mutakhir. Gimana ga mutakhir, kadang-kadang bisa mati sendiri, tiba-tiba bisa ambil foto sendiri, dan paling parah suka kedap-kedip sendiri. Jadilah Tempe dan Koya sepanjang jalan terhibur oleh usaha Mihe yang mengutak-atik “senter”nya itu.

Perjalanan dari Cicayur sampai Warung Daweung ini terlihat dekat kalau di peta, tapi ternyata jauh juga, loh! Kira-kira setelah 15 menit, pohon caringin yang terkenal baru terlihat, dan seluruh perjalanan mencapai ke Warung Daweung menghabiskan waktu tidak kurang dari 45 menit. Tapi mereka sama sekali tidak menyesal, menikmati dinginnya kota Bandung ditemani pemandangan yang sesekali memanjakan mata di kiri-kanan jalan, lelah dan ngantuk pun akan menghilang dengan sendirinya! (kecuali Koya yang sepanjang jalan terus mengeluh ngantuk-ngantuk, tapi Mihe dan Tempe sudah kebal dan keluhan Koya berhembus semilir bersama udara dingin kala itu)

Selama perjalanan, beberapa kali juga mereka mengalami fatamorgana, seolah di ujung jalan terlihat puncak bukit dengan sebuah warung, namun begitu sampai diujung, semua itu hanya khayalan semata. Yah, sesekali menjadi penyemangat perjalanan yang jauh ini.


Jalanannya tidak membingungkan, seolah semua jalan disana memang menuju Warung Daweung. Dan ketika teman-teman melihat jalan berbatu yang sangat curam, tersenyumlah sejenak, niscaya di dekat situ telah menunggu pemandangan yang tidak akan kalian lupakan seumur hidup.

Jalan Curam ke Moko
Jalan berbatu, licin, dan curam. (Gambar diambil dari Warung Daweung)

Sekitar jam 5 pagi, mereka bertiga akhirnya bisa mengistirahatkan kaki di sebuah warung yang sangat sederhana. Yap, Warung Daweung ini memang sebuah rumah yang disulap menjadi tempat bersinggah di Bukit Moko. Menu yang disediakan ya seadanya, roti bakar, pisang goreng, indomi, dan berbagai minuman hangat. Baru sempat duduk sebentar di dalam sambil menyiapkan kamera yang kesulitan mendapatkan gambar di tengah kegelapan yang mendera, tiba-tiba fajar mulai menyingsing di balik jendela. Waktunya mereka bertiga keluar!

Ditemani pisang, indomi, dan kopi panas, mereka bertiga tak berhenti terkagum-kagum sambil sesekali jepret sana jepret sini. Simply breathtaking.

Moko di Malam Hari
Saat fajar masih malu-malu menampakkan diri

Keunikan lain adalah kedatangan mereka yang bertepatan dengan musim hujan, sehingga, memang sih pemandangan Kota Bandung sebagian besar ditutupi awan yang menggulung, begitu juga dengan matahari yang kehadirannya tertutup di balik awan. Tak apalah, justru menjadi taman bermain mata juga! Apalagi dengan latar belakang perbukitan di seberang, alamak… tak sanggup mata ini menahan pesonanya.

Gulungan Awan di Bukit Moko
Gulungan Awan di Bukit Moko

Setelah lebih kurang menghabiskan 2 jam memanjakan mata, mereka bertiga memutuskan untuk kembali dan mengucapkan sampai jumpa untuk saat ini kepada Warung Daweung. Mereka kira perjalanan menapaki jalanan menanjak sudah cukup sulit, ternyata oh ternyata, di tengah jalanan berbatu yang begitu licin dan curam, kira-kira 15 menit mereka habiskan untuk berjalan sangat perlahan, karena terus menerus terpeleset dan hampir jatuh. Hebatnya, anak-anak kecil justru berlarian di jalan yang sama, bermain satu sama lain, seolah menyindir 3 orang yang mengaku sudah besar tapi jalan aja masih sering kepeleset. sigh.
Nah, ada sebuah cerita terakhir sekaligus menutup post tentang Bukit Moko ini. Cerita ini tidak bisa dibilang sebagai pengalaman yang menyenangkan. Saat mereka bertiga sampai di mobil, ternyata mobil mereka tertutup oleh mobil lain yang parkir paralel dan membuat mobil yang mereka tumpangi tidak bisa keluar. Dalam keadaan sangat kebingungan, seorang pemuda menghampiri dan bertanya, habis darimana?
Kebingungan, Tempe mewakili dan menjawab, dari atas A’.

Pemuda tersebut menampilkan gelagat yang tidak menyenangkan, kemudian mengundang mereka untuk masuk terlebih dahulu ke dalam warung tempat mereka memarkirkan kendaraan. Ternyata, pemilik warung tersebut semalaman panik karena ada mobil di warungnya tetapi tidak ada orang sama sekali disana. Jadilah beliau menjaga mobil tersebut, takutnya bagian mobil bisa jadi ada yang diambil penduduk sekitar. Dengan sedikit marah, beliau mengatakan bahwa lain kali harus memberikan laporan bahwa menitipkan mobil, sekaligus juga kuncinya supaya jika ada perlu untuk memindahkan mobil, bisa diwakili oleh beliau.

Kami memang orang desa, tidak terpelajar, tapi lain kali tolong hargai kami. Kata beliau. Seketika itu juga Tempe mewakili Mihe dan Koya langsung meminta maaf kepada Bapak penjaga warung tersebut. Tidak ada maksud sama sekali untuk tidak menghargai. Hanya kelalaian saja lupa bahwa tempat parkir tersebut memang sangat terbuka dan rawan sekali jika tidak dijaga.

Bagaimanapun, pelajaran berharga untuk mereka bertiga, dan siapapun yang membaca post ini. Jangan lupa jika menitipkan mobil disana, sepatah dua patah kata dulu dengan pemilik warungnya.
Terima kasih Bukit Moko atas pemandangan dan pembelajarannya!

Bukit Moko
Sampai jumpa lagi dan tetaplah seindah ini.


 

Peta ke Bukit Moko Bandung


Travel Map.



Sumber : http://gilangpram.wordpress.com/2013/06/16/pihnik-boi-1-bukit-moko-a-natural-look-out-post-to-parahyangan/

Bukit Moko - Bandung


Moko

Moko, sebuah warung yang berada di ketinggian kota Bandung, tingginya bisa sampai 800 meter dari permukaan laut, Bukit Moko terletak di Desa Cimuncang, ada tiga jalur untuk mencapai Moko.

Pertama, melewati jalan yang bernama Bojong Koneng. Jalur ini adalah jalur yang terdekat dari segi jarak.

Lalu kita juga bisa melewati jalur lainnya, yaitu jalur Cimuncang dan jalur Padasuka.
Pada jalur Cimuncang, terdapat jalan penuh bebatuan yang hanya dapat dilewati oleh kendaraan khusus lintas alam.
Sedangkan para pengunjung umumnya lebih memilih melewati jalur Padasuka karena jalan di jalur ini sudah beraspal, meskipun tanjakan curam tetap tak terhindarkan.



Terkenal sebagai tempat nongkrongnya para off roaders. Jalan menuju ke Warung Moko memang membutuhkan perjuangan, medan jalan yang menanjak dan jalan yang kurang begitu rata harus membutuhkan ekstra konsentrasi, di sekitarnya terdapat jurang yang lumayan dalam, dibutuhkan kehati-hatian dalam mengendarai kendaraan anda. Terdapat beberapa tanjakan berbatu-batu yang cukup sulit untuk dikendalikan dan sewaktu anda dalam perjalanan pulang kondisi rem sangat diperlukan karena kondisinya menurun tajam disertai tikungan-tikungan tajam.

Namun segala pengorbanan akan setimpal ketika sudah sampai di sana.  Suasananya masih sangat alami, kita bisa lihat kebun-kebun kol, bawang, jagung yang rapi, udaranya sejuk, pemandangan kota Bandung sangat terlihat jelas dari warung ini. Belum ada kafe-kafe lain disekitarnya sehingga masih sangat terasa suasana alaminya.

Dekorasinya tempatnya juga sangat alami, mejanya dan kursinya terbuat dari batu dan kayu, batu besar dibikin lempengan setebal kepalan tangan dijadikan meja segi empat dan terdapat saung2 kecil di sekitar warung ini, cocok sebagai tempat nongkrong sambil menikmati secangkir kopi atau teh hangat.

Menu nya sangat sederhana seperti mie goreng /rebus kornet, pisang bakar keju (porsinya besar, sangat direkomendasikan), nasi goreng, aneka minuman hangat, dll. Harga makanan disini sangat standar, lumayan untuk mengganjal perut yang lapar setelah bersusah payah mencapai warung tersebut.


Sumber : http://www.infobdg.com/v2/tempat-makan-dengan-indahnya-pemandangan-bandung/

BUKIT MOKO - Waroeng Daweung



Moko merupakan nama tempat yang unik.Bukit yang letaknya masih di dalam wilayah Kota Bandung tepatnya di daerah Cimenyan, Bojongkoneng - Bandung ini cukup sulit dijangkau. Tapi merupakan salah satu tempat yang bisa dijadikan tujuan untuk bersantai melepas kepenatan kota Bandung yang semakin macet.
Tidak ada hal yang aneh di tempat ini. Hanya sebuah bukit dan cafe sederhana yang dinamai Waroeng Daweung. Namun tempat dimananapun jika aksesnya sulit untuk dilalui dan bukan merupakan jalan umum dan disana orng bisa menikmati pemandangan alam yang indah pasti terkenal dan akan membuat kepenasaranan tersendiri.
Ruas jalan menuju Moko
 
Anda bisa mengakses jalan Bojongkoneng, Cimenyan untuk mencapai tempat ini. Mobil ataupun motor tidak jadi masalah, hanya keberanian dan kesabaran yang diperlukan untuk mencapai tempat ini karena ada beberapa jalan yang sempit dengan tanjakan dan beberapa ruas jalan berbatu dengan batuan cukup besar.
Waroeng Daweung
Tanjakan Irung -

Waroeng Daweung ini pun menyediakan makanan biasa yang memiliki nama unik diambil dari Basa Sunda asli seperti kejo - nasi, kumeli - kentang, dsb.

Ada makanan favorit saya di sana yaitu pisang pasir. Pisang goreng yang ditaburi gula merah parut.



Yang pasti jika Anda berniat mengunjungi tempat ini persiapkan beberapa hal seperti : tanki bensin jangan posisi menipis (jangankan pom bensin tukang literan aja gak ada),kendaraan Anda dalam keadaan fit, jangan sampai di tanjakan gak kuat dan satu lagi di jalur ini tidak ada tukang tambal ban, so..be careful but enjoy it. 
 
 
 

Bukit Moko: Puncak Tertinggi Kota Bandung

Bukit Moko. Pasti tidak semua orang mengenal tempat ini. Masih kalah pamor dengan Punclut. Tapi tempat ini menurut saya lebih indah dibanding dataran-dataran tinggi di kota Bandung. Puncak tertinggi kota Bandung yang berada di ketinggian 1.500 dpl ini letaknya di jalan Padasuka. Tau Saung Angklung Udjo kan? Nah dari sana perjalanan ke Bukit Moko bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dengan kendaraan bermotor.
Jalan dari Saung Udjo hingga ke Caringin Tilu yang sangat menanjak masih bisa dilalui dua kendaraan karena jalan cukup lebar. Namun mulai dari Caringin Tilu sampai puncak, jalan menjadi sangat berbatu dan hanya bisa dilewati satu kendaraan roda empat saja. Oiya, kalau ingin ke Moko dianjurkan kendaraan dalam keadaan fit karena tanjakannya benar-benar curam. Kalau menggunakan mobil sebaiknya jangan sedan, walaupun ketika saya ke sana banyak juga pengunjung yang membawa sedan seperti Baleno dan Vios. Dan jangan lupa berdoa semoga tidak ada mobil lain saat naik. Kalau ngga, you will die! Yaiyalah mau minggir ke mana coba, pinggir-pinggir udah tanah miring.
Saat ngebolang ke Bukit Moko kemarin, saya ditemani Neni, my long-lost friend. Dengan motor Beat, kami meluncur sehabis Ashar. Tujuan kami memang melihat sunset. Di setiap tanjakan, kami pasti komat-kamit baca doa agar motor bisa kuat dan sampai di atas. Satu demi satu tanjakan dilahap dengan mulus, sampai pada dua tanjakan terakhir saya rasa motor tidak akan kuat jika kami berboncengan. Maka, si Neni harus jalan kaki sendiri ke atas. :p
Di tanjakan pamungkas yaitu jalan menuju Warung Daweung, warung kopi satu-satunya di Bukit Moko, nyali saya ciut dan saya menyerah. Motor pun saya titipkan di rumah warga yang letaknya tepat sebelum tanjakan ke Warung Daweung. Perjalanan yang ditempuh dengan susah payah ini terbayar dengan pemandangan super duper awesome. Kota Bandung bisa terlihat 270 derajat sehingga kita bisa melihat sunrise dan sunset dari tempat ini.
Sekarang, biar gambar-gambar di bawah yang bercerita. Because pictures speak a thousand words. 


Jalan menuju Warung Daweung
Spoiler for stoney road
Tempat parkir di Warung Daweung yang lumayan luas
Maaf nge-blur :p
Deretan pohon pinus di Bukit Moko. Next time, I should explore the woods.
Sebelah kanan adalah Gunung Tangkuban Perahu
The iconic solo tree and lamp of Bukit Moko
Another iconic view of Bukit Moko
Citylight. Aslinya bagus bangeeeeeeeetttttt. Berasa di atas danau berbintang.
Ternyata perjalanan pulang lebih menegangkan. Nggak nyangka jalan turun itu lebih serem ketimbang naik. Mana nggak ada lampu. Tapi saya nggak kapok ke sini. Suatu saat saya pasti balik lagi ke tempat ini. Janji!


Sumber : http://tantriwandansari.blogspot.com/2013/11/bukit-moko-puncak-tertinggi-kota-bandung.html

Bukit Moko Bandung


Bukit Moko. Pertama kali dengar namanya aja udah unik. Bukit Moko merupakan salah satu tempat yang indah di Kota Bandung. Sebenarnya Bukit Moko ini sendiri belum begitu terkenal. Bukit Moko terdapat di Jalan Padasuka di daerah tempat Saung Angklung Mang Udjo (dekat terminal CIcaheum)  lurus naik ke atas lagi kira-kira 20-30 menit kalau pakai mobil dikarenakan jalan menuju kesana hanya terdapat satu jalan, sempit, berkelok-kelok, bebatuan serta tanjakan yang sangat ekstrim.

Di Bukit Moko Anda dapat menikmati pemandangan alam yang luar biasa. Di daerah Bukit Mokok juga terdapat sebuah hutan yang sangat bagus. Buat masalah konsumsi? tenang saja Anda tidak perlu khawatir karena disana juga terdapat beberapa warung untuk Anda mengisi perut. Buat tiket masuk? Gratisssss… Anda hanya cukup membayar uang parkir saja. Bukit Moko hanya dapat ditempuh dengan menggunakan Mobil pribadi atau motor, dikarenkan tidak adanya angkutan umum yang mengarah kesana. Dan satu hal lagi, apabila Anda berencana ingin ke Bukit Moko pakailah pakaian yang hangat dikarenakan Bukit Moko terdapat di atas bukit dan sangat dekat sekali dengan sebuah hutan jadi udara disana akan sangat amat dingin.

Berikut beberapa Foto dari Bukit Moko

Hutan di dekat Bukit Moko
Hutan di dekat Bukit Moko

Jalan yang berbatu
Jalan yang berbatu

View Dari Bukit Moko 2
View Dari Bukit Moko 2
GambarGambar

Bukit Moko - Bandung


Bukit Moko, Let Refresh this Complicated Mind!

Kyaaaaaa...... Finally, setelah berbulan-bulan mengidap penyakit 'syndrom Bukit Moko' kesampean juga. Yups, perjalanan panjang ini dimulai dari jalan Padasuka (deket terminal Cicaheum), melewati angklung udjo yang kesohor itu dan terus melaju mengikuti alur jalan.

satu persatu desa dilewati, Cimenyan, Caringin Tilu, terakhir Desa Cicayur. Disini, perjalanan mulus mulai di uji, jalan berbatu, berlubang, berdebu, dan pastinya menanjak. Tidak jauh dari situ ada sebuah pertigaan, ambil jalur kiri dan masih harus mengikuti jalan, sekitar dua tanjakan --yang menurut saya agak ekstrim-lagi.

Tanjakan terakhir, sempat ragu-ragu melihat kontur jalan dengan sudut hampir empat puluh lima derajat. hampir memutuskan pulang, dan syukurlah masih tersisa sedikit lagi nyali untuk melanjutkan perjalanan. Daaaan.... ini dia, Bukit Moko...


 dari semua pengunjung di Minggu cerah ini, tampaknya hanya saya yang nggak punya pasangan T.T
Yang paling diingat dari pasangan ini adalah ketika sedan marunnya mogok di perjalanan pulang ^^
Let me touch the sky!!! @_@
dan dua gelas coffee serta sepiring pisang keju menjadi teman pelepas lapar saya dan kakak saya :P
Lembah yang landai dan hutan pinus yang rapat ;) sejuuuknyaaa....
Konon, Bukit Moko adalah salah satu spot dataran tertinggi di kota Bandung. Dari sini, terlihat cantiknya Bandung dari ketinggian seperti melihatnya dari balik awan. Betapa langit seakan hanya sejengkal, lompati awannya dan kau sampai di hamparan biru cerah Langit Bandung Minggu siang ini.


Sumber : http://orinasalsabila1988.blogspot.com/2013/09/bukit-moko-let-refresh-this-complicated.html