Tuesday, November 25, 2014



Sebenarnya dg tidak suka menangis malah tdk baik, akan banyak orang mengira kamu kuat sehingga kebal dan tak akan tersakiti dg sikap atau kata2 yg tdk mengenakkan.

Orang akan lebih menjaga perasaan org yg mudah menangis ketimbang yg terlihat tegar

Nail Art






















































Source : https://www.facebook.com/Stylisheve/photos/pb.102313626475894.-2207520000.1416909879./1030598493647398/?type=3&permPage=1

Eye brow art























Source : https://www.facebook.com/Stylisheve/photos/pcb.1021362957904285/1021362211237693/?type=1&permPage=1





banyak orang berpikir untuk mendapatkan pasangan teman seumur hidup,
tapi banyak pula orang yang kecewa ternyata mendapatkan pasangan musuh seumur hidup.
-Indra Christianto-

Aku mencintaimu..
Sampai sakit dadaku,
Sampai pedih mataku..
Sampai asin kopiku.

Aku mencintaimu,
Dan aku tak tau mengapa
Dan aku tak tau bagaimana

Aku mencintaimu,
Dengan cinta yang tak pernah kau sangka ada,
Akupun tak tau bahwa cinta seperti itu ada di dalam hatiku..

Aku mencintaimu,
Dan karena itu,
Memutuskan untuk berhenti melakukan hal bodoh itu.

Aku bosan.
Sebab cinta bagiku adalah permainan,
Bisa kuhentikan, kapan pun aku merasa bosan.



Sumber : 
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=684303411689206&set=a.233535086766043.49744.100003286597577&type=1
 

Eye Liner art

























Source : https://www.facebook.com/Stylisheve/photos/a.676971452343439.1073741988.102313626475894/1005468066160441/?type=1&permPage=1




Carilah alasan untuk membeli dagangan mereka, Meski kita tidak membutuhkannya,
sesungguhnya mereka menjaga dirinya dari hal meminta-minta.

Mantan Medrep Ungkap Permainan Resep dan Komisi untuk Dokter


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pemasaran obat resep dokter atau obat ethical, tercemar praktik suap dari perusahaan farmasi ke dokter, selaku penulis resep.

Beberapa mantan staf pemasaran obat ethical, biasa disebut medical representative atau medrep, secara terang-terangan membuka sisi gelap bisnis obat resep dokter.

Ketika bertemu Warta Kota, para mantan medrep itu mengatakan bahwa mayoritas dokter dan rumah sakit, secara sadar menerima tawaran menjadi perpanjangan tangan perusahaan farmasi.
Untuk itu, mereka menerima imbalan yang nilainya sekitar 25 persen dari harga obat.

Selama belasan tahun menjadi medrep, John-bukan nama sebenarnya-mengaku sangat mengetahui praktik suap itu.  "Istilahnya KS, singkatan dari kerja sama," ujarnya.

Selain pendekatan ke para dokter, medrep juga melakukan pendekatan ke rumah-rumah sakit, khususnya instalasi far­-masi di masing-masing rumah sakit. Komisi untuk rumah sakit diserahkan kepada manajemen.
"Apakah itu dibagi di antara pimpinan rumah sakit atau dianggap sebagai keuntungan rumah sakit, saya tidak tahu," ujarnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Komisi kepada dokter ataupun rumah sakit sama-sama dibayar di depan. "Seperti ijon," katanya.
KS tidak pernah dituangkan dalam perjanjian hitam di atas putih. Namun kedua pihak wajib mentaati isinya. Kalau ada dokter yang hanya mau terima komisi tapi tak mau meresepkan obat pesanan perusahaan farmasi, maka dokter tersebut akan masuk daftar hitam atau di-black list.

John juga mengungkapkan, bagian yang diterima rumah sakit bisa lebih dari 25 persen.
 "Saya pernah melakukan kerja sama dengan sebuah rumah sakit, komisi yang diberikan ke rumah sakit itu sekitar Rp 8 miliar," katanya.

John menyebut sebuah nama rumah sakit terkenal di barat Jakarta, persisnya di wilayah Tangerang.
Komisi itu adalah 51 persen dari nilai pembelian obat. "Awalnya, kami menawarkan komisi 50 persen. Namun kompetitor bersedia memberi 50,5 persen. Kami kemudian meningkatkan komisi menjadi 51 persen," katanya.

Makna dibalik komisi Rp 8 miliar, pihak rumah sakit harus belanja obat senilai sekitar Rp 16 miliar. John memerkirakan, rumah sakit itu bakal menyelesaikan kewajiban belanja obat selama setahun.

Perkiraan John meleset. Sebelum genap setahun, belanja obat rumah sakit itu sudah mendekati Rp 16 miliar.
"Kami segera memperbarui KS, jangan sampai diserobot pesaing," katanya. Menurut John, ketika dokter atau rumah sakit sudah berada di genggaman perusahaan farmasi, yang terjadi adalah resep yang "dipaksakan".
"Misalnya, seorang pasien berusia dewasa diberi antibiotik cair," katanya. Padahal, menurut dia, antibiotik cair adalah obat untuk anak-anak. Sedangkan pasien dewasa mestinya diberi obat berbentuk tablet.

Sejumlah mantan medrep mengatakan, mayoritas dokter meminta komisi dalam bentuk uang. Sebagian kecil dokter minta barang ataupun tiket jalan-jalan ke luar negeri.

Menurut John, kelompok paling kecil adalah dokter yang minta dibawa pelesir ke tempat hiburan malam. John mengaku pernah membawa sembilan dokter pelesir ke Hotel "A", sebuah tempat hiburan malam di Jakarta Utara.

Sebanyak tujuh dokter memilih cewek warna negara asing sebagai teman kencan sedangkan sisanya memilih cewek lokal.

Seorang teman John, juga mantan medrep, mengaku pernah bertemu dokter yang minta dicarikan cowok. "Dokternya laki dan minta dicarikan cowok," sungutnya. Ia mengaku dua kali menghadapi situasi seperti itu.
Aturan tak tertulis, apapun permintaan si dokter, sebisa mungkin dikabulkan. Jadi, jika si dokter meminta ini itu, medrep hanya perlu melapor ke atasannya.

John memberi ilustrasi, di salah satu perusahaan farmasi, persetujuan pemberian uang kepada dokter dilakukan sampai tujuh tingkat. Mulai dari supervisor, manajer, area manager, dan seterusya.

Persetujuan berjenjang ini menunjukkan bahwa suap kepada dokter merupakan kebijakan suatu perusahaan farmasi.
"Teknik-teknik menyuap dokter juga diajarkan di pelatihan yang saya dapat di awal berkarier sebagai medrep," kata John.


Sumber : http://www.tribunnews.com/nasional/2014/11/24/mantan-medrep-ungkap-permainan-resep-dan-komisi-untuk-para-dokter


-o0o-



Pengakuan Mantan Medrep: Banyak Apoteker Tertawa Melihat Resep si Dokter


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Ketika dokter sudah berada di genggaman perusahaan farmasi, yang terjadi adalah kekonyolan. Pasien akan menerima resep "tak masuk akal".

Namun, pasien tak berdaya karena ketidaktahuannya. Kerja sama atau KS antara perusahaan obat dan dokter itu seperti ijon. Dokter menerima uang atau hadiah di depan yang harus dikembalikan hingga empat kali lipatnya. Pengembalian dilakukan lewat kewenangan dokter dalam menulis resep.

Apabila seorang dokter telah diberi uang Rp 200 juta oleh sebuah perusahaan farmasi, maka ia harus meresepkan obat dari perusahaan farmasi itu senilai Rp 800 juta.
Jangka waktunya tidak terbatas, bisa dua bulan, tiga bulan, enam bulan, ataupun setahun.

Saat seorang dokter menjalin kerja sama dengan perusahaan farmasi yang diwakili oleh medical representative atau medrep, dokter itu akan diawasi. Medrep mengunci apotik-apotik rujukan sang dokter sehingga perusahaan obat bisa memantau progres kerja sama.

Menurut seorang mantan medrep, pola kerja sama perusahaan farmasi dan dokter ataupun rumah sakit, sudah berlangsung lama di semua daerah di Indonesia.

Mantan medrep tersebut menceritakan, sekitar tahun 2008, ia menjalin kerja sama dengan seorang dokter spesilasi paru-paru di sebuah rumah sakit pemerintah di pinggiran Jakarta.
Kesepakatan kerja sama yang disampaikan secara lisan, tanpa perjanjian tertulis, itu menyatakan bahwa si dokter akan meresepkan antibiotik cair buatan perusahaan farmasi tertentu.

Si dokter kemudian menerima uang Rp 20 juta untuk biaya berlibur ke Bali bersama keluarganya. Sepulang dari Bali, si dokter jadi rajin meresepkan antibiotik cair kepada pasiennya yang mayoritas adalah orang dewasa.

Dia ditarget meresepkan antibiotik itu senilai Rp 100 juta. "Akhirnya, untuk pasien dewasa pun dia kasih resep antibiotik cair. Kan jadi konyol, pasien dewasa dikasih antibiotik cair," ujar mantan medrep itu ketika ditemui di sebuah gerai fastfood di Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten.
"Mestinya pasien dewasa diberi antibiotik tablet. Cuma gara-gara terima uang akhirnya muncul resep tak masuk akal," tambahnya.

Dalam enam bulan dokter itu sudah melunasi "kewajibannya" ke perusahaan farmasi. Tapi banyak apoteker tertawa melihat resep si dokter. "Antibiotik cair kan untuk anak-anak," katanya.

Beberapa medrep maupun mantan medrep yang menjadi narasumber yakin masyarakat banyak yang tak sadar soal ini.
"Banyak orang jadi resisten terhadap antibiotik golongan terendah gara-gara dokter mengadakan kerja sama untuk meresepkan antibiotik golongan yang lebih tinggi," kata salah satu medrep.

Seorang medrep berkepala plontos mengaku, suatu ketika, anaknya demam dan ia pun membawanya ke sebuah klinik di Jakarta Selatan. Dokter kemudian memberi resep antibiotik golongan dua.
Lantaran paham, medrep tersebut menolak resep dokter. "Saya minta amoxicilin saja. Amoxicilin kan termasuk antibiotik golongan rendah. Saya tahu kalau demam biasa, pakai amoxicilin saja cukup," ungkapnya.

"Tak perlu golongan dua yang seperti yang sempat diresepkan dokter. Kasihan anak saya, nanti jadi resisten. Lagipula antibiotik golongan dua itu jauh lebih mahal," katanya lagi.

Pria berkepala plontos itu pun buka kartu bahwa dia berprofesi sebagai medrep. "Dokter itu kemudian mengganti resepnya," katanya.

Dalam pembicaraan singkat tersebut, si dokter mengaku punya kerja sama dengan sebuah perusahaan obat yang memproduksi antibiotik golongan dua. 

Pilihan amoxicilin untuk mengatasi demam si anak tidak keliru. "Ternyata benar, dalam dua hari, anak saya sembuh," imbuh medrep tersebut.

Mengaku sebagai "orang farmasi" memang jadi password bagi para medrep untuk tidak menjadi korban resep tidak masuk akal.
"Kalau ada keluarga yang sakit ataupun opname, sejak awal saya katakan kepada dokternya, 'dok... saya orang farmasi lho'. Kalau sudah gitu, pasien gak akan diberi resep yang aneh-aneh," ujar seorang mantan medrep.


Sumber : http://www.tribunnews.com/nasional/2014/11/24/pengakuan-mantan-medrep-banyak-apoteker-tertawa-melihat-resep-si-dokter



Anak ini Gila gara gara Obsesi Ibunya


Hari ini saya berkunjung kesebuah rumah sakit, membezuk anak teman saya yang sedang sakit. Teman saya ini seorang wanita karir lulusan S2 dari sebuah universitas ternama. Anaknya adalah seorang anak perempuan yang manis, umurnya baru 6 tahunan. tak lupa saya membawakan sebuah boneka sebagai buah tangan.

Waktu saya datang dia langsung mengenali saya sebagai teman mamanya..
" bu siti Ÿªä​?" ( bukan nama sebenarnya) "iya " jawab saya, agak terharu karena dia mengenali saya
" Ayoo.. bu siti.. 42: 6 berapaa?"
" Kalau do'a masuk kamar mandi?"
Kemudian dia menirukan gaya mengajar bu gurunya di kelas,
Ada senam bersama, lalu dia menirukan gerakan senam versi dia kemudian menyanyikan lagu 5x5 =25, setelah itu dia melafalkan doa sebelum makan.
" bu siti ..ayo..buat kalimat.. saya pergi kesekolah setelah itu pulangnya ke mall, bisa?.."
Lucu?? Pintar?? Cerdas??.. mungkin itu juga yang ada dibenak teman- teman saat mengikuti celoteh anak perempuan teman saya itu.

Namun selama saya hadir disitu sang bunda terus menerus menyeka air matanya. Ÿªä​.. saya turut prihatin dengan penyakit yang sedang diderita oleh anaknya. Penyakit apakah gerangan? Yang pasti bukan sembarang penyakit seperti anak anak biasa, bukan demam, bukan batuk dan bukan pilek.

Jangan terkejut teman teman, karena saya berkunjung bukan dirumah sakit biasa, saya sedang berada di rumah sakit jiwa..
Ya.. sebuah Rumah Sakit Jiwa di kawasan Jakarta Timur.
Apa yang sebenarnya terjadi??

Minggu2 terakhir ini sang anak sangat suka menangis. Kalau ditanya apa saja...jawabnya sering ngelantur, "7" "24:6 =4...""how are you" , dan jawaban lain seperti huruf hijaiyah, kemudian menirukan gaya gurunya mengajar.

Menurut psikolog , anak ini terlalu d forsir..dia mengikuti les matematika d k**** yg target tugasnya 1 buku harus selesai 10 menit, kemudian les bahasa inggris,terus sekolah, les mengaji dan lain - lain sehingga mengakibatkan anak terlalu jenuh.

Si anak hanya mau bercerita sama psikolognya,tetapi kalau ditanya oleh orang lain jawabannya angka-angka, bahasa inggris atau pelajaran mengaji.. "apa ini?huruf....hijaiyyah.." jadi dia menirukan gaya gurunya..dan jika bertemu orang yang memakai baju guru dia langsung tertekan.

Yang lebih mengharukan lagi, saat melihat sang bunda menangis, Si anak cuma bilang..
"bunda jgn nangis..aku kan pinter..tp aku ga mau tidur sama bunda yaaa..aku maunya sama dokter ganteng/cantik aja.."

Dia memang tinggal di kamar vip.. jadi memang ada dokter yg mengawani sehari- hari

Dan ternyata ada 5 anak kecil yang masuk rsj itu.. tapi dia yg paling kecil..sisanya umur 12 tahunan.. karena broken home..

Hanya dia sendiri yang mengalami gangguan akibat terlalu banyak tekanan belajar..
Sungguh kasihaaan

Pelajaran berharga untuk para orang tua agar tetap memperhatikan tahapan perkembangan anak, usia tk adalah usia bermain , belajarpun harus melalui permainan dan jangan korbankan anak-anak kita karena ambisi orangtuanya ..biarkan mereka bermain dan berikanlah kenangan masa kecil yang terindah untuk mereka����������
��stop eksploitasi anak demi ambisi orang tua


Sumber : http://www.tipspendidikananak.web.id/2014/11/innalillahi-anak-ini-gila-gara-gara.html


-o0o-

Heboh di Media Sosial, Anak Masuk RS Jiwa Akibat Kebanyakan Les

VIVAlife – Sebuah berita miris beredar di media sosial belakangan ini, tentang seorang anak perempuan berumur 6 tahun, yang sampai harus dimasukkan ke sebuah rumah sakit jiwa di kawasan Jakarta Timur. Ia harus dirawat di sana, akibat terlalu diforsir oleh orangtuanya mengambil les ini dan itu, di luar aktivitasnya sekolah.

Saking banyaknya belajar, anak ini sampai mengalami gangguan jiwa sehingga harus menemui seorang ahli kejiwaan. Saat sang anak dijenguk oleh teman orangtuanya, gadis kecil itu masih terlihat ceria, meski kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya, berbeda dari anak-anak kebanyakan.
Kepada tamu yang menjenguknya, ia menampilkan kemampuannya yang cepat berhitung, dan bisa berbahasa inggris, meski masih dalam skala kata-kata yang mudah.

Orang-orang yang datang menjenguk, terenyuh menyaksikan kondisi gadis kecil ini. Sementara di ujung ruangan, terlihat sang mama tiada henti menyeka air matanya, ia terus menangis berlinang air mata melihat kondisi kejiwaaan yang dialami putrinya. Melihat bundanya terus bersedih, si kecil kemudian berkata polos dan lirih, “Bunda jangan menangis dong,…aku kan sekarang sudah pintar? Tapi aku nggak mau tidur sama bunda ya. Aku maunya bobo sama dokter yang ganteng dan cantik saja.”

Terlepas dari apakah kisah ini benar terjadi atau hoax di media sosial belaka, namun sebagai orangtua, seharusnya kita dapat memetik pelajaran berharga dari cerita ini. Saat ditanya tentang kasus tersebut, RA Oriza Sativa, SPsi, Psi, CH. CCR, psikolog klinis dari Rumah Sakit Awal Bros mengatakan, ia juga sempat  mendengar berita ini dan menyayangkan jika cerita itu memang benar terjadi.

“Kalau benar, maka ini termasuk kasus yang cukup langka karena saya jarang sekali mendengar ada kasus, di mana ada anak seumur itu harus mendapat perawatan serius di rumah sakit jiwa. Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, apabila kita sebagai orangtua, dapat bersikap bijaksana dalam hal mendidik anak,” ujar Oriza, Selasa, 25 November 2014.

Ia terangkan, sekarang ini banyak ayah dan bunda yang tidak sadar, kalau selama ini mereka telah memaksakan kehendaknya kepada anak. Slogan bahwa orangtua adalah figur pelindung dan pengayom, malah menjadi berbalik menjadi figur yang "penyiksa," apabila dalam hal mendidik mereka terlalu banyak memberi beban para putra-putrinya.

Kepada VIVAlife, Oriza menjelaskan dalam dunia psikologi ada istilah burnout pada anak. Ini adalah istilah untuk sebuah kondisi kejiwaan akibat kelelahan sangat, yang disebabkan aktivitas bekerja terlalu banyak. Lalu apa saja alasan yang menyebabkan seorang anak burnout dan hal-hal apa yang dapat Anda lakukan sebagai orangtua, untuk mencegahnya?


Sumber : https://id.berita.yahoo.com/heboh-di-media-sosial,-anak-094926341.html