Tuesday, June 10, 2014


"Barang hilang, sungguh aneh perilakunya. Semakin dicari semkin tidak ketemu. Saat “dilupakan”, “diikhlaskan”, malah muncul sendiri di depan mata."

Boleh jadi, perasaan itu juga sejenis barang hilang.

--Tere Liye, novel "ELIANA"

Seputar Capres & Cawapres 2014











https://www.facebook.com/photo.php?fbid=676451515755277&set=a.119708404762927.17147.100001713038416&type=1&relevant_count=1



https://www.facebook.com/photo.php?fbid=875100742504803&set=a.109691552379063.17485.100000146567397&type=1&relevant_count=1













Kepergian Demi Kepergian


Hey keyboard, apa kabar?
.
Saat ini kamu tampak bersih dan segar, tentu karena usapan-usapanku barusan. Maaf yaa bila tahun ini aku jarang sekali menyentuh kamu. Bukannya aku lupa, namun lebih karena sebuah kepraktisan aja sih sebenernya. Si tab itu lebih nurut buat aku bawa kemana-mana, mau masuk kedalam selimut atau ke toilet dia nurut aja, nggak pernah protes tuh. Kasian juga sih sebenernya, setiap saat abis dia dibejek-bejek oleh jemariku. He..he..he.., tapi gimana lagi? aku mau ngapain kalau nggak ngebejek-bejek dia? Udah takdirnya kali yaa..
*
Whattt..? takdir..??? takdir itu makanan apaan sih?
*
Entahlah.., yang jelas aku tau bahwa si takdir yang bau itu selalu menjadi pemenang dari segala sesuatu. Bahkan cinta yang katanya menjadi sumber dari segala kekuatan, tetap saja bisa dia kalahkan. Hebat yaa? Sehebat para pemalas dan pendusta yang selalu bersembnyi dibalik kekuatannya. Atau tepatnya menjadikan dia sebagai sebuah pembenaran dan pembelaan.
*
Tapi kita bisa apa, selain menatap kepergian demi kepergian dengan segala kelapangan dada. Bukankah katanya hidup ini adalah sebuah peron persinggahan? wajar dong kalau yang dilihat hanyalah kepergian demi kepergian semata, mana ada sih di dunia ini yang abadi? mimpi kaliii.
*
Yaa tapi itu kan hidup dan bukan hati kita. Kalau hati kita hanya berisi narasi tentang kepergian demi kepergian, tentang kehilangan demi kehilangan,  kapan netepnya key?. Heyyyy, ini hati dan bukan kantor polisi tempatnya segala laporan ketidaksesuaian dan pelanggaran bisa disuguhkan.
*
Jadi gimana dong, masa iya kalau ada seseorang yang kita cintai atau kita sayangi (temen, kekasih atau siapa) yang mau ninggalin kita, kita harus harus ngegandolin dia gitu? sambil nangis jungkir balik dan meratap-ratap "pleaseee.., don't leave me. I can't life without you.." begituuu..? aichh, nggak banget dech kayaknya.
*
Kalau ada yang mau pergi ya biarkan dia pergi. Jika ada yang pergi.., mereka memang harus pergi. Karena cinta tak memiliki sedikit pun alasan untuk pergi, cinta akan selalu bertahan dan tinggal meskipun itu hanya berwujud asa yang sepenggal. Soo.., kalau ada yang pergi meninggalkan kita, dia memang seharusnya pergi, dan itu bukan cinta. Jadi ngapain juga nangis-nangis ampe mata bengep semua hanya untuk menangisi sebuah kepergian yang seperti ini? Rugi banget dahhh.
*
Tapi tetep aja yang namanya kepergian itu selalu menyakitkan, selalu meninggalkan pedih yang tak terbantahkan. Karenanya ketika kita membuka hati dan mengijinkan seseorang tinggal didalamnya atas nama cinta, maka cintailah dia dengan tulus. Karena ketulusan tak pernah menetapkan hasil apa yang akan dia dapatkan dari semua yang telah dia lakukan. Bukankah cinta itu adalah sebuah pengorbanan tanpa merasa berkorban? Dengan demikian hati kita akan lebih ringan dari beban perasaan, dia akan lebih siap menghadapi segala kenyataan.
*
Namun ketika ketulusanmu sudah tidak lagi dihargai, maka bayarlah orang itu dengan keiklasan. Dan setelahnya pergilah tanpa menengok lagi kebelakang, tanpa pernah mengingat-ingat lagi. Berat? ya jelas berat, namun apa sih didunia ini nggak bisa diangkat? #pinjem troly tetangga kalau tetap terasa berat.. heukkkk.
He..he..he.., mungkin kamu mau bilang bahwa aku kebanyakan teori yaa..?
*
Tapi aku bukan orang pintar yang (mau) mengerti semua teori yang dikatakan oleh orang pintar. Aku lebih percaya pada pengamatan mata batinku. Dia mungkin saja bodoh, tapi setidaknya dia pernah mengalaminya - bukan hanya sekadar berbagi teori.
*
Jadi, kamu masih mau percaya ama aku kan? Percaya nggak percaya harus percaya! wuadhuhhh.. kog kesannya jadi maksa banget gitu yaa?
*
Ya udah sory ya key, kog aku jadinya  ngoceh-ngoceh nggak jelas ama kamu, soalnya nggak ada yang lain lagi buat aku omel-omelin sih, hikss. Yaa.., terima dan nikmati aja (kembali) takdirmu key, masih untung kamu aku gunakan buat numpahin segala aksara yang bejibun di kepala. Daripada kamu aku anggurin kayak kemarin dan cuma debu doang yang bersedia menyentuhmu, nggak keren banget kan?
*
Bagaimana pun aku mencintaimu key, jadi wajar dong kalau aku ingin kamu ikut ambil bagian dalam mengisi kehidupanku. Wajarkan..? Wajarkan..? Wajarkan..? Iyaa, wajar taukkkk.., gitu aja kog repot.


Sumber : https://www.facebook.com/notes/yoest-tina/kepergian-demi-kepergian/647707648605782

Tetap Saja, Kamu Bukan Dirinya


Segala hal buruk yang terjadi, apapun itu.., kita tidak akan pernah tau rasanya bila kita tidak mengalaminya sendiri. Kita mungkin bisa bersimpati dan mengasihani, tetapi kita tetap tidak tau pasti seperti apa perasaan seseorang yang mengalaminya. Meskipun kita bisa membayangkan kejadiannya, membayangkan menjadi dia, kita tau ceritanya. Tetapi kita tetap bukan dirinya, yang mengalami langsung kejadian yang sesungguhnya.

Seseorang yang terjatuh, tidak selalu karena tidak berhati-hati. Namun ada kalanya karena dia berusaha menghindari hal lain yang lebih membahayakan, bukan hanya membahayakan bagi diri sendiri, namun tak jarang seseorang terjatuh karena menjaga keberadaan orang lain.

Seperti halnya mungkin dalam bagian kehidupan yang lain. Kamu mungkin tidak tau bagaimana rasanya dihianati. Karena kamu belum pernah bertemu dengan seorang pembohong besar dalam hidupmu. Dan kita tidak bisa berfikir bahwa orang yang dihianati adalah selalu orang yang jahat dalam hidupnya. Tidak sedikit dari mereka yang dihianati adalah orang yang terlalu jujur dan tulus dalam hidupnya.

Karenanya jangan pernah merendahkan apalagi mencela sekecil apapun luka yang dialami seseorang. Karena kamu tidak pernah menjadi mereka. Kamu tidak tau seperti apa rasa yang sesungguhnya. Jangan sampai Tuhan menurunkan kisah yang sama terjadi kepadamu, baru kamu bisa menghargai seseorang yang memiliki luka yang dulu kamu anggap biasa-biasa saja itu.

Karena setiap orang memiliki hidupnya  masing-masing dan perjalanan  masing-masing.

Dengarkanlah lebih, jika ingin dimengerti lebih. Kamu berjalan dengan sepatumu, dan saya berjalan dengan sepatu saya. Kita tidak perlu saling menginjak sepatu masing-masing. Seburuk apa pun warna sepatu saya dalam pandang mata dan penilaianmu, kamu tetap tidak berhak untuk menghinanya!


Sumber : https://www.facebook.com/notes/yoest-tina/tetap-saja-kamu-bukan-dirinya/431867796856436

Setia vs Enak dipeluk


Pada kenyataannya saya memang tak pandai berpura-pura, walau pun itu di hadapan orang yang mencintai atau saya cintai. Saya malas mandi, ya saya bilang saya malas mandi. Saya orangnya meledak-ledak, maka saya akan tertawa atau berteriak begitu saja. Saya tidak pernah mempertimbangkan, apakah itu pantas atau tidak pantas. Karena batasan baik atau buruk seseorang pasti akan (selalu) berbeda-beda. Mencoba menyenangkan hati setiap orang? Yang benar saja, sampai kiamat juga tidak akan pernah berhasil.

Beberapa hari ke belakang, saya banyak berpikir dan memikirkan. Seperti biasa saya selalu merindukan langit dan laut. BBM-an dengan sahabat yang tidak pernah mampu sedekat tatapan mata atau lemparan senyum dan tawa langsung seperti biasa.

Kemarin pagi, sahabat saya Luvi mengatakan, 'Chi apa lo pernah berpikir, kalo pada akhirnya kita bakalan nikah sama orang yang ngga kita cintai.'

Lalu saya diam sesaat. Saya hanya mampu mengetik:*merinding*

Saya dan Luvi sama-sama s***t jatuh cinta dalam arti yang sesungguhnya. Kalau saya masih mudah suka pada seseorang yang jujur. Kalau Luvi bahkan lebih sulit suka. Lalu perkataannya itu membuat saya berpikir. Iya ya, bagaimana kalau begitu yang terjadi. Dan apakah itu hal buruk? Luvi lalu bilang, 'Gue itu banyak kurangnya, gue bakal setia sama pria yang sanggup bertahan sampai akhir. Bukan yang cuma angot-angotan sayangnya. Walau pun mungkin, gue ngga cinta-cinta amat sama dia. Siapa aja yang Tuhan kasih buat jadi suami gue, bakalan gue sayang sepanjang sisa akhir masa.'

Semua kembali pada obrolan soal kesetiaan. Sejelek dan seburuk apa pun kami, kami perempuan yang pandai setia. Dan memang benar-benar setia. Bukan setia yang basa-basi. Yang bisa hilang seiring janji.

Kesetiaan, adalah hal yang akan langka kita temukan di hari depan. Percayalah, ketika kita memilih menjadi seorang yang setia, maka kita akan menjadi segelintir yang dicintai dengan baik. Yang walau pun harus menanti lebih lama, kita akan bahagia lebih lama. Dari mereka yang jatuh cintanya setengah-setengah.

Ahh.. tapi manusia jaman sekarang, siapa yang berpikir soal 'kesetiaan'. Yang penting cantik dan enak dipeluk. Yang penting tampan dan pantas dibawa kondangan. Hanya berkutat diseputarnya. *biasanya sich :v

Terkadang ada yang bilang, 'Punya pacar itu yang biasa-biasa aja, asal setia. 'Bahhh! Sejak kapan yang setia itu dipandang biasa-biasa saja? Siapa pula yang dulu pernah menciptakan kalimat sebodoh ini.

Seseorang yang mampu setia adalah orang yang luar biasa. Bagaimana yang seperti itu dipandang biasa-biasa saja. Karena kebanyakan mereka berfisik 'biasa' begitu? Jangan pernah bicara cinta sebelum kita paham bahwa segala yang punya 'usia' bukanlah hal yang bijaksana dipakai untuk menilai. Siapa manusia yang tidak akan jadi jelek saat tua nanti? Siapa manusia yang tidak akan renta? Kita harus bisa menemukan seseorang yang bahkan bersedia menerima kita ketika keduanya datang.

Ini benar-benar menyebalkan. Bagaimana terkadang manusia bisa begitu mengerikan.

Tidak banyak yang mampu paham. Saya pun tidak akan meminta dua kali untuk dipahami. Saya rumit dan tampaknya akan tetap seperti ini. Saya terkadang lebih kaku dari pada papan, lebih bias dari pantulan cahaya, dan lebih buram dari abu-abu. Siapa pun kelak yang dipertemukan semesta untuk menemani langkah kaki ini, perlu bersabar dan mencintai saya dengan lebih bijaksana. Karena kelak.., saya pun akan mencintaimu dengan kesetiaan sepanjang usia. Percayalah.


Sumber : https://www.facebook.com/notes/yoest-tina/setia-vs-enak-dipeluk/683235785052968

Masih Manusia Biasa


Pada kenyataannya kita memang tak selalu mampu memahami dan dipahami. Seperti saya yang selalu gagal paham, mengapa terkadang kita justru sulit dipahami oleh orang-orang yang pernah mengatakan bahwa mereka sangat mengenal kita, yang mentasbihkan diri sebagai orang terdekat dengan kita. Entah itu sebagai sahabat, guru, adik, kakak, saudara atau pun sebagai kekasih.

Saya pribadi, dalam usaha saya untuk menjaga, biasanya saya akan memilih untuk menelan sendiri, duri yang terkadang tumbuh disetapak perjalanan. Dan yang namanya duri pastilah sesuatu yang tidak enak untuk ditelan. Karena itu saya butuh waktu untuk merasakan perihnya lalu membebat luka dijemari dan kaki saya atau meneteskan obat pada tenggorokan saya yang hancur saat tadi tengah menelannya.

Yaaa.., saya butuh waktu untuk diam seorang diri. Biarkan saya berkonsentrasi untuk meredakan sakit ini. Sekali lagi. Saya butuh waktu untuk diam seorang diri.

Karena saya masih berstatus manusia biasa. Belum ada sedikit pun tanda-tanda bahwa akan tumbuh sayap dari balik punggung ini. Belum, saya belum dan tidak akan pernah berubah menjadi malaikat. Saya masih manusia biasa dan bukan malaikat yang cukup hanya dengan seulas senyum, sudah dapat menanggalkan segala sesak didalam dada.

Tolong.., pahami keterbatasan saya.

Namun seberapa pun saya berteriak, tampaknya saya yang harus kembali menelan suara saya sendiri. Saya yang harus lebih giat memupuk pemahaman diladang hati saya sendiri. Bahwa mereka juga masih sama dengan saya, bahwa dibalik punggung mereka pun belum tumbuh sayap seperti malaikat. Jadi wajar bila mereka tak mendengar, jadi wajar bila mereka tak mengerti, jadi wajar jika mereka lebih suka mengenakan toga, berjubah hakim lalu mengetukkan palu dengan serentetan tunduhan dan dakwaan (buruk) yang hanya terlihat dari kaca mata mereka sendiri. Dan saya pun harus memahami, bahwa yang namanya manusia sangat wajar jika selalu berburuk sangka, apalagi hanya kepada seorang manusia seperti saya. Lha wong Tuhan, yang katanya Maha Segala Maha saja masih sering dicaci maki, apalagi hanya manusia sekelas Yustina.? Sangat wajar kaleeeee... #glek!

Saya hanya sering berfikir, bagaimana jika mereka yang berdiri di posisi saya. Bagaimana jika mereka yang mengenakan sepatu saya, dengan segala keterbatasan ruang dan waktu namun tidak terbatas hal-hal yang harus saya rengkuh seorang diri. Ada benang ruwet yang harus saya urai. Ada lubang yang harus saya tambal. Ada bengkok yang harus saya luruskan. Ada yang harus saya elus dan ada pula yang harus saya hapus.

Ada begitu banyak hal yang berebut untuk menjadi urutan pertama yang harus saya pentingkan dalam kehidupan saya. Lalu ketika satu dua diluar sana ikut berdesakan untuk menambah panjang daftar urutannya, tidak bolehkah saya mengabaikannya untuk sementara waktu..? Heiii.., bukankah saya bukan ibu Semesta, yang memiliki hati begitu luas untuk memeluk semuanya dalam waktu yang bersamaan. Saya punya keterbatasan dan saya punya kejenuhan, kelelahan dan juga kebodohan.

Lalu dalam kondisi yang seperti itu, dalam kondisi pikiran yang penuh sesak dan berjejal, apakah jika mereka menjadi saya, mereka masih mampu untuk sekedar berhaha-hihi, bergosip ria, keluh mengeluh dsb? Sementara diri kita sendiri dalam kondisi lelah yang lumayan parah.

Saya yang terlahir sebagai orang ARIAN, memang tak pandai berdrama dan berpura-pura. Saya tak suka dan saya sangat enggan untuk melakukannya jika hanya untuk basa-basi dan mengambil hati. Saya tidak akan memuji jika memang tidak ada hal yang bisa saya puji. Karena saya tau, bahwa pada akhirnya hal itu akan sangat menyakitkan. Namun karena hal ini, saya seringkali menerima kritik dan cerca yang melebihi pedasnya cabe yang paling pedas. Tak mengapa, mungkin orang lain yang diluar diri saya memang membutuhkannya. Dan ketika saya tidak dapat memberikannya kepada mereka, maka kita secara otomatis berubah menjadi orang yang begitu jahat dan egois dimatanya. Tak mengapa. Namun sekali lagi, bagaimana jika mereka yang menjadi saya? Bisa ?

Achhh.., ternyata saya memang basi.     Seperti kata seseorang didalam sebuah koment nya, bahwa ada pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Yaa, seperti pertanyaan saya diatas tadi. Lagi pula siapa orang yang mau berandai menjadi saya? Sekedar membayangkannya pun mungkin ogah pakek banget. Ogah banget githu lohhh.. :v 

Jadi..???

Jadi ya sudah. Biarkan begitu saja, sudah.
Kelak dengan caranya, semesta akan menjelaskan kepada semua.
Lanjutkan saja pembenahan diri (kembali)
Lalu lanjutkan perjalanan lagi.
Dengan atau tanpa mereka
Dengan atau tanpa siapa-siapa
Hingga hidup menceraikan kita
Hingga kematian mempersunting kita.

Yaaaa..,
Pada akhirnya, semua akan kembali kepada awal.
Sadari itu dengan penuh kesadaran.
Jangan berhenti pada satu titik yang membunuh, bahkan ketika tubuh kita masih berdiri utuh.


Sumber : https://www.facebook.com/notes/yoest-tina/masih-manusia-biasa/685260778183802

Hiduplah seperti air.
Saat disatukan mereka menyatu dan saling mengisi.
Demikian dengan orang bijaksana saat berkumpul, mereka akan menyatu selembut air, berpelukan oleh karena kerendahan hati dan saling menerima.
Saat kita dapat menerima kekurangan dan saling mengisi kekurangan dengan kelebihan masing - masing maka hubungan antara sesama akan menjadi lebih indah dan harmonis.


MD 20140610 - Bht. Tejanando





Sumber : https://www.facebook.com/kolamteratai/photos/a.10151264021781202.513963.62753501201/10152521091061202/?type=1



Ada yang menyerah lelah ketika diabaikan. 

Ada yang tetap bertahan meskipun tak dipedulikan. 

Cinta memiliki kekuatannya masing-masing.


Sumber : https://www.facebook.com/Yoestina?fref=ts
 

“Urusan ini sebenarnya amat sederhana. Seseorang yang mencintaimu karena fisik, maka suatu hari ia juga akan pergi karena alasan fisik tersebut.

Seseorang yang menyukaimu karena materi, maka suatu hari ia juga akan pergi karena materi.

Tetapi seseorang yang mencintaimu karena hati, maka ia tidak akan pernah pergi! Karena hati tidak pernah mengajarkan tentang ukuran relatif lebih baik atau lebih buruk.”

--Tere Liye, buku "Berjuta Rasanya"