Pada kenyataannya kita memang tak selalu mampu memahami dan dipahami.
Seperti saya yang selalu gagal paham, mengapa terkadang kita justru
sulit dipahami oleh orang-orang yang pernah mengatakan bahwa mereka
sangat mengenal kita, yang mentasbihkan diri sebagai orang terdekat
dengan kita. Entah itu sebagai sahabat, guru, adik, kakak, saudara atau
pun sebagai kekasih.
Saya pribadi, dalam usaha saya untuk
menjaga, biasanya saya akan memilih untuk menelan sendiri, duri yang
terkadang tumbuh disetapak perjalanan. Dan yang namanya duri pastilah
sesuatu yang tidak enak untuk ditelan. Karena itu saya butuh waktu untuk
merasakan perihnya lalu membebat luka dijemari dan kaki saya atau
meneteskan obat pada tenggorokan saya yang hancur saat tadi tengah
menelannya.
Yaaa.., saya butuh waktu untuk diam seorang
diri. Biarkan saya berkonsentrasi untuk meredakan sakit ini. Sekali
lagi. Saya butuh waktu untuk diam seorang diri.
Karena
saya masih berstatus manusia biasa. Belum ada sedikit pun tanda-tanda
bahwa akan tumbuh sayap dari balik punggung ini. Belum, saya belum dan
tidak akan pernah berubah menjadi malaikat. Saya masih manusia biasa dan
bukan malaikat yang cukup hanya dengan seulas senyum, sudah dapat
menanggalkan segala sesak didalam dada.
Tolong.., pahami keterbatasan saya.
Namun
seberapa pun saya berteriak, tampaknya saya yang harus kembali menelan
suara saya sendiri. Saya yang harus lebih giat memupuk pemahaman
diladang hati saya sendiri. Bahwa mereka juga masih sama dengan saya,
bahwa dibalik punggung mereka pun belum tumbuh sayap seperti malaikat.
Jadi wajar bila mereka tak mendengar, jadi wajar bila mereka tak
mengerti, jadi wajar jika mereka lebih suka mengenakan toga, berjubah
hakim lalu mengetukkan palu dengan serentetan tunduhan dan dakwaan
(buruk) yang hanya terlihat dari kaca mata mereka sendiri. Dan saya pun
harus memahami, bahwa yang namanya manusia sangat wajar jika selalu
berburuk sangka, apalagi hanya kepada seorang manusia seperti saya. Lha
wong Tuhan, yang katanya Maha Segala Maha saja masih sering dicaci maki,
apalagi hanya manusia sekelas Yustina.? Sangat wajar kaleeeee... #glek!
Saya
hanya sering berfikir, bagaimana jika mereka yang berdiri di posisi
saya. Bagaimana jika mereka yang mengenakan sepatu saya, dengan segala
keterbatasan ruang dan waktu namun tidak terbatas hal-hal yang harus
saya rengkuh seorang diri. Ada benang ruwet yang harus saya urai. Ada
lubang yang harus saya tambal. Ada bengkok yang harus saya luruskan. Ada
yang harus saya elus dan ada pula yang harus saya hapus.
Ada
begitu banyak hal yang berebut untuk menjadi urutan pertama yang harus
saya pentingkan dalam kehidupan saya. Lalu ketika satu dua diluar sana
ikut berdesakan untuk menambah panjang daftar urutannya, tidak bolehkah
saya mengabaikannya untuk sementara waktu..? Heiii.., bukankah saya
bukan ibu Semesta, yang memiliki hati begitu luas untuk memeluk semuanya
dalam waktu yang bersamaan. Saya punya keterbatasan dan saya punya
kejenuhan, kelelahan dan juga kebodohan.
Lalu dalam
kondisi yang seperti itu, dalam kondisi pikiran yang penuh sesak dan
berjejal, apakah jika mereka menjadi saya, mereka masih mampu untuk
sekedar berhaha-hihi, bergosip ria, keluh mengeluh dsb? Sementara diri
kita sendiri dalam kondisi lelah yang lumayan parah.
Saya
yang terlahir sebagai orang ARIAN, memang tak pandai berdrama dan
berpura-pura. Saya tak suka dan saya sangat enggan untuk melakukannya
jika hanya untuk basa-basi dan mengambil hati. Saya tidak akan memuji
jika memang tidak ada hal yang bisa saya puji. Karena saya tau, bahwa
pada akhirnya hal itu akan sangat menyakitkan. Namun karena hal ini,
saya seringkali menerima kritik dan cerca yang melebihi pedasnya cabe
yang paling pedas. Tak mengapa, mungkin orang lain yang diluar diri saya
memang membutuhkannya. Dan ketika saya tidak dapat memberikannya kepada
mereka, maka kita secara otomatis berubah menjadi orang yang begitu
jahat dan egois dimatanya. Tak mengapa. Namun sekali lagi, bagaimana
jika mereka yang menjadi saya? Bisa ?
Achhh.., ternyata saya memang basi.
Seperti
kata seseorang didalam sebuah koment nya, bahwa ada pertanyaan yang
tidak membutuhkan jawaban. Yaa, seperti pertanyaan saya diatas tadi.
Lagi pula siapa orang yang mau berandai menjadi saya? Sekedar
membayangkannya pun mungkin ogah pakek banget. Ogah banget githu lohhh..
:v
Jadi..???
Jadi ya sudah. Biarkan begitu saja, sudah.
Kelak dengan caranya, semesta akan menjelaskan kepada semua.
Lanjutkan saja pembenahan diri (kembali)
Lalu lanjutkan perjalanan lagi.
Dengan atau tanpa mereka
Dengan atau tanpa siapa-siapa
Hingga hidup menceraikan kita
Hingga kematian mempersunting kita.
Yaaaa..,
Pada akhirnya, semua akan kembali kepada awal.
Sadari itu dengan penuh kesadaran.
Jangan berhenti pada satu titik yang membunuh, bahkan ketika tubuh kita masih berdiri utuh.
Sumber :
https://www.facebook.com/notes/yoest-tina/masih-manusia-biasa/685260778183802