Tuesday, January 27, 2015


REALITA HIDUP
⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊⌣̊

“Jadi orang baik sulit bagaikan mendaki gunung, tapi jadi orang jahat mudah bagaikan meluncur dari puncaknya."

Membangun sebuah gedung,
dibutuhkan waktu bertahun-tahun.
Untuk merobohkannya, cukup 1 hari saja.

Jari tangan terpotong dalam sekejap mata namun untuk penyembuhannya,
butuh waktu berbulan-bulan.

Belajar hemat bs beberapa tahun,
menggesek kartu utk boros cukup 1 menit.

Belajar integritas perlu waktu yg lama
Utk korupsi perlu waktu yg singkat

Belajar judi 1 jam, mau tobat butuh waktu 10 tahun.

Belajar jujur bertahun-tahun,
tapi belajar bohong tidak perlu semenit.

Pernikahan di bangun bs bertahun tahun. Tapi bs di rusak dalam waktu sekejap.

Menjadi baik puluhan tahun,
tapi jahat cukup 1 detik.

Nah sobat,
Itulah realita hidup...
Di sekitar kita lebih bnyak hal yg tidak baik ketimbang yg baik..

Kejahatan mudah dipelajari, tapi susah diperbaiki.

Kebaikan sulit dibina, tapi mudah ternoda.

Berubah itu niat diri sendiri
Bukan paksaan..

So, jadikanlah dirimu berarti untuk sesama.. Sebab kebahagiaan kita nikmati saat hidup kita memberi makna yg positif buat orang lain, terutama bagi orang2 yg kita kasihi.
~~~~~~~~~~
SeMOGa BerManfaat.

SALAM KEBAJIKAN..

¸.•´. ¸.•*¨) ¸.•*¨)
(¸¸.•´(¸.• Happy Nice Day
And Success For YoU.

∙∙̣̇∙̣̣̇̇∙̣̣̣̇̇̇L∙̣̣̣̇̇̇∙̣̣̇̇∙̣̇∙∙̣̇∙̣̣̇̇∙̣̣̣̇̇̇I∙̣̣̣̇̇̇∙̣̣̇̇∙̣̇∙∙̣̇∙̣̣̇̇∙̣̣̣̇̇̇L∙̣̣̣̇̇̇∙̣̣̇̇∙̣̇∙∙̣̇∙̣̣̇̇∙̣̣̣̇̇̇Y∙̣̣̣̇̇̇∙̣̣̇̇∙̣̇∙

https://www.facebook.com/KebajikanDe/photos/a.231048736958686.59709.152761311454096/848777855185768/?type=1
 

Selamat malam. Selamat tinggal. Kau tak pernah tau, bagaimana caranya mencintai rembulan.
Dan kukira,
Jika kau pun tak tau,
Maka..
Tak akan ada lagi yang tau :))
Nite.
Akhir dongeng: sang putri kembali ke bulan, dan tak seorang pun, pernah melihatnya lagi setelah itu..


Sumber : Tania Luna
 https://www.facebook.com/tania.limanto2

CURUG SAWER, SITUGUNUNG – Kesegaran Air di Kaki Gede-Pangrango





Jika mau cari waktu untuk menikmati kesendirian di alam terbuka, saya sangat menyarankan untuk pergi saat hari kerja. Seperti yang saya lakukan saat itu, karena kebetulan sedang cuti dan berada di Sukabumi, saya pengen jalan-jalan buat foto landscape aja di senin pagi. Lokasinya gak jauh, hanya ke Curug Sawer yang berada di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, atau enaknya disebut di area Situgunung, Sukabumi .

Dari Sukabumi saya berangkat sendiri sekitar jam 8 pagi, mengendarai motor matic dengan tas kamera dan tripod terselempang di bahu kanan. Kemacetan jalan dari kota Sukabumi ke Cisaat cukup menyita waktu, lumayan bete jadinya karena walau naek motor pun susah buat nyelap-nyelip nya. Meskipun begitu, semangat saya tetap membara dan saya pun akhirnya tiba di pintu masuk area Situgunung sekitar pukul setengah sembilan (pagi lho ya….)

Ini nih keuntungan lain kalau datang ke tempat wisata saat hari kerja (walau sebenernya gak bagus) yaitu karena sepi orang yang datang, petugas jaga loket nya gak ada, jadinya ya….saya masuk aja tanpa ditarik biaya tiket. Ya mau gimana lagi, mau bayar gak ada petugasnya, bikin ngirit lagi, ya saya gak nolak. Saya parkir motor di area samping loket masuk, di situ sudah ada dua orang tukang ojek yang stanby. Kalau sendiri, untuk ke curug Sawer menurut saya enakan naek ojek, cuma memakan waktu kira-kira 15 menit sampai. Kalau jalan kaki bisa memakan waktu 45 menit sampai satu jam, kalau ada temen sih enak, bisa sekalian hiking santai sambil menikmati pemandangan.

Biaya ojek?
Waktu itu tukang ojek nya buka harga 25 ribu sekali jalan, atau 50 ribu untuk PP. Saya tawar 30 ribu PP, dia pun mau.

Untuk jalurnya, para tukang Ojek lebih memilih melalui Cinumpang karena medannya sedikit lebih friendly buat motor. Jadi dari pintu masuk area Situgunung, kita keluar lagi untuk masuk melalui jalur Cinumpang, yang gak gitu jauh juga dari area Situgunung. Nah… lagi-lagi saya melewatkan beberapa loket tiket masuk lagi. *hammer

Jalur Cinumpang ini cukup menarik juga, kita melewati jembatan sempit yang menyeberangi bendungan dan melintasi jalan tanah yang sempit disamping jurang. Brrrrr…..ngeri nih kalo naik motor sendiri, untung sang ojek sudah familiar dan pengalaman dengan medan ini, yang akan lebih ngeri saat musim hujan. Saat melintasi jalur ini, sang tukang ojek seringkali membunyikan klakson karena di jalur sempit ini  beberapa tikungan tidak terlihat area depan karena terhalang dinding tanah di sisi lainnya, untuk antisipasi jika ada pengendara atau orang berjalan dari arah depan.

Ojek pun berhenti di suatu area datar yang ada pondokan, yang berfungsi jadi warung saat weekend. Dari situ saya harus berjalan lagi sekitar 100 meter untuk ke area wisata, untung jalanannya menurun. Asik banget nih suasananya di sini, segar banget. Selepas melewati turunan jalan setapak, kita akan melewati jembatan bambu yang membelah sungai Cigunung. Suasananya adem banget…seger….aroma daun pepohonan, tanah basah berpadu dengan suara gemericik aliran sungai memecah bebatuan. Mantappppp ini…….

Area pinggir sungai ini cukup luas, cocok untuk kegiatan camping yang kebetulan saat itu juga saya jumpai beberapa anak muda yang sedang camping. Di sisi lain area camping ini ada deretan warung-warung, yang saat itu cuma ada 2 warung saja yang buka. Sang tukang ojek yang nganter saya pun saya suruh nunggu di warung saja, ngopi atau ngemil-ngemil nanti saya yang bayar. Saya pun melangkah masuk area air terjun, melalui pos masuk yang lagi-lagi gak ada penjaganya. *hammer lagi

 


Memasuki pintu masuk area itu, suasana terasa sunyi dengan dominasi suara gemuruh air terjun yang jatuh dari ketinggian sekitar 20-30 meter (coba cek google, yang bener brapa tingginya). Di area sekitar air terjun itu hanya terdapat seorang ibu dengan anaknya (yang tampaknya penjual warung) serta seorang bapak yang sedang memancing di atas satu batu besar di samping jatuhnya air.


Saya duduk sejenak di salah satu bangku yang dibuat sederhana dari kayu, menikmati dan mempelajari suasana untuk menentukan spot foto.



Sekitar 10 menit saya duduk melamun. Enak banget nih suasananya…duh gimana lagi yak gambarin suasananya melalui tulisan. Coba deh ntar kesini, duduk di bangku ini dan ngelamun yak.

Setelah cukup ngelamunnya, saya menghampiri bapak yang sedang memancing pas disaat dia mengangkat seekor ikan kecil yang tersangkut di ujung mata kailnya. Saya pun berbasa-basi sejenak dengan bapak itu sebelum mulai menancapkan tripod tidak jauh dari posisi bapak itu berdiri.

Kalau sudah menancapkan tripod begini pasti akan terlihat sangat membosankan, khususnya bagi mereka yang berjiwa traveling. Yang saya lakukan hanya pasang tripod, atur posisi kamera, pencet kabel/shutter release, dan kamera akan diam selama minimal 30 detik untuk mendapatkan satu foto. Di satu spot tripod menancap bisa memakan waktu 10-15 menit. Setelah puas, saya angkat tripod, pindah di spot lain, dan melanjutkan tahapan seperti tadi.

 

 

 

 



Secara teknis, saya mengeluhkan FL lensa saya yang kurang wide, jadi ya nambah bikin pusing aja untuk atur-atur komposisi dan cari posisi buat nancepin tripodnya. Saya hanya pake lensa kit 18-55mm dengan tambahan filter ND400, yang gak terlalu big stopper. Tapi kata senior-senior saya di foto, kita gak boleh mengeluhkan hal tersebut. Kita harus mengenali karakter senjata kita dan memaksimalkan penggunaannya, karena yang terpenting adalah “the man behind the canon”, katanya….*hikk ngiklan

Dari foto-foto saya di atas, saya masih belum menemukan posisi agar air terjunnya tidak terhalang semak pepohonan, tetapi saya tetap dapat slow motion aliran air sungainya. Saya coba mundur lagi ke belakang, cari spot yang siapa tahu bisa mengakomodir keinginan saya.

Tancep tripod lagiiiiii…..Nah, di saat ini saya baru menyadari kalau saya benar-benar sendirian. Si bapak pemancing dan Ibu-anak dah gak ada lagi. Saya ngelihat lagi keadaan sekeliling…..shiirrrrr……shiirrrrr…..shiirrrrr…hiiiiiiiiii


Dah cukup OK gak foto di atas? kurang enak yak komposisinya? maklum aja ya…..

Dan berikut beberapa foto Curug tersebut dari jarak lebih dekat. Maaf ya karena gak ada orang lain, jadi gak ada object orang sebagai pembanding tinggi curug.

 

 

 



Setelah saya rasa cukup, saya pun kembali duduk di bangku sederhana yang terbuat dari kayu tadi. Sambil merapikan kamera, saya lihat ke jam tangan saya yang ternyata gak terasa sudah sekitar 1 jam saya berada di sini. Saya masih sempat sejenak menikmati keheningan yang tercipta, diiringi deburan gemuruh air.



Sumber : http://jelajahsukabumi.com/2012/10/24/curug-sawer/