Thursday, April 23, 2015


Salah satu pepatah Amerika mengatakan "Stick and stone may break my bones, but words will never hurt me". Tongkat dan batu dapat mematahkan tulangku, tapi kata-kata takkan menyakitiku. Benarkah ?

Ada orang yang tak pernah memukul, tapi kata-katanya tajam menusuk dan menyakitkan hati. Ketika anak kita diledek temannya, kadang kita katakan 'biar saja, jangan didengarkan'. Tapi dapatkan kita benar-benar tidak ambil perduli dengan apa yang orang lain katakan ?

Bagaimana dengan istri yang langsung diet ketat gila-gilaan begitu suaminya bilang 'kamu sekarang gendut,ya.' Atau anak muda yang nekat bunuh diri saat pacarnya bilang 'aku tidak lagi cinta padamu'. Bagaimana dengan anak sekolah yang tega menembaki guru dan teman-temannya karena ia selalu jadi bahan bulan-bulanan dan ejekan di sekolah. Masih sederet lagi contoh-contoh lain, termasuk yang berakhir dengan hilangnya harga diri, bahkan perceraian !

Gary Chapman dalam bukunya Lima Bahasa Kasih, menuliskan tentang kata-kata pendukung. Kata-kata positif yang mendukung, menyemangati, membesarkan hati. Kata2 yang ramah, baik, menghargai, penuh rasa maaf, dan menyiratkan kasih. Contoh yang paling sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah bagaimana ibu menenangkan anaknya yang menangis dengan kata-kata yang lembut. Atau Ayah yang membangkitkan semangat anaknya untuk terus bersekolah dan tekun belajar.

Lidah bisa menjadi pedang bermata dua, bisa menyelamatkan, bisa membunuh. Kadang kita mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, lalu kita lupa pernah mengatakan itu. Tapi bagi orang yang menjadi korbannya, walau tahun berlalu mungkin ia masih ingat dan sakit hati.

Hendaknya kata-kata yang keluar dari mulut kita boleh menjadi berkat bagi orang lain. Terutama bagi pasangan dan anggota keluarga kita. Berpikirlah dulu sebelum berkata-kata. Hindari lontaran kata-kata kasar dalam kemarahan. Tahan diri untuk mengkritik. Berlatihlah untuk menyampaikan kata-kata penuh kasih, kata yang membangun dan memberi harapan.

Lidah memang tidak bertulang, berpikirlah dulu sebelum menyesal karena mengeluarkan kata-kata yang tak bisa ditarik kembali !



Sumber : https://www.facebook.com/KebajikanDe/photos/a.231048736958686.59709.152761311454096/892047900858763/?type=1
 

Untuk RS bertaraf internasional seperti MMC, bukti pembayaran dokter hanya seperti ini?


Hari ini saya menjadi korban praktek 'bisnis' dokter di RS MMC. Berikut kronologisnya:


Saya buat janji dokter gigi umum di MMC karena urgent, tambalan geraham kiri atas belakang copot dan mengakibatkan bolong besar. Saya pilih secara random dokter Ingrid Tandiari karena namanya ada urutan pertama untuk dokter gigi umum, dan saya pilih di MMC karena tinggal nyebrang dari kantor. Saya buat jam 11.30 siang ketika jam makan siang. 


Jam 11.35 saya ditelpon ditanya sudah dimana...wahh saya pikir bagus juga nih RS mau nanyain pasien jadi dating atau tidak.

Setelah melakukan pendaftaran dan mengisi form asuransi, saya masuk ruang praktek jam 11.45 dan langsung bertemu dengan dokter Ingrid yang baru saya temui saat itu. Saya dipersilakan duduk dan dokter tanya ada keluhan apa, saya jawab tambalan kiri atas copot. Saya langsung disuru duduk di kursi tindakan. Saya letakan map plastik berisi form asuransi kantor yang diberikan oleh bagian pendaftaran. Dan disinilah semua itu berawal. Yakni ketika ada form asuransi Lippo Insurance.


Setelah duduk di kursi tindakan, dokter mulai melakukan prakteknya diawali dengan scaling (which is saya ngga minta), lalu dokter mulai bor sana sini gigi lainnya yg katanya ada bolong juga (which is saya ngga minta). Setelah 45 menit, selesailah semua dan saya diberikan slip pembayaran warna kuning yang ditulis tangan oleh asisten dokter 1 ( di ruangan ada 2 asisten dokter, 1 muda 1 agak tua). Tulisannya: 2.000.000 + 7.000.000 = 9.000.000


Asisten 1 membawa saya ke loket kasir kusus asuransi. Disitu saya diminta tunggu dan dipanggil petugas. Saya tanya, ini totalnya brp ya? Kasir jawab 9 juta. Sontak saya kaget setengah mati. Uang 9 juta habis dalam waktu kurang dari 1 jam dan hanya untuk sebuah tambalan yang copot dan harus saya perbaiki? Langsung saya minta rinciannya ke petugas kasir khusus loket asuransi. Petugas menjawab "itu bisa ditanyakan langsung ke petugas di ruangan dokternya bu". Saya minta disambungkan via phone untuk minta penjelasan, dia jawab "harus langsung bu, kita biasanya ngga lewat telepon". Disinilah keanehan itu makin menjadi-jadi


Saya langsung ketok ruang dokter, dan bicara dengan asisten 1. Asisten 1 mempersilakan saya masuk bicara dengan dokter. Saya sampikan bahwa saya minta rincian atas 9 juta yang ditagihkan, dokter suruh asisten 1 untuk membuat perincian dan bilang "Yasudah didiskon aja jadi 8 juta". Tambah aneh bukan.. Ini institusi rumah sakit, tapi kok main-main soal harga. Tidak ada standariasi harga atas jasa dokter dan tindakan disini.


Karena tidak puas, saya kembali ke kasir dan minta disambungkan ke penanggung jawab rumah sakit. Saya diarahkan ke ruang humas. Disana saya jelaskan kekecewaan saya kepada MMC dan dokter tersebut.
Dokter tidak konfirmasi dulu ke saya untuk tindakan yang terbilang SANGAT MAHAL tersebut, terlebih tidak konfirmasi harga. Mungkin karena dokter berasumsi saya pakai asuransi, maka semua akan dicover asuransi. Jika itu alasanya, maka saya rasa ini bisa dikategorikan “pengeretan” terhadap asuransi. Walaupun plafon asuransi saya 50 juta, sayapun enggan membayar dokter sebesar 9 juta untuk tindakan yang dilakukan tanpa persetujuan saya, terlebih saat itu kondisinya mulut saya sedang nganga dan tidak bisa bicara.


Untuk rumah sakit dengan standard tinggi seperti MMC, sungguh aneh bahwa tidak ada standar baku atas harga jasa dokter dan tindakan di MMC. Aneh sekali dokter "memberi harga" utk dirinya sendiri dengan tulisan tangan sang asisten, terlebih, harga bisa dicoret coret. Di rumah sakit lain, setau saya total pembayaran itu by system. Dari computer ruang dokter connect ke computer kasir. Bukan dengan tulisan tangan seperti di klinik kecil.


Biaya jasa dokter 2 juta, dan ditulis tangan. Rumah sakit macam apa yang memibarkan dokter menulis sendiri (walau dituliskan oleh asisten) berapa dia mau dihargai. Apakah dokter Ingrid sudah sehebat itu sampai sampai untuk tambal gigi dihargai 2 juta. Dan lagi-lagi MMC tidak memiliki standard baku. Setelah saya complain barulah diganti menjadi 1 juta. Sungguh aneh…Kalau saya tidak complain lantas apa yang terjadi?


Saya jelas-jelas bilang tambalan kiri atas copot. Kenapa dokter malah mengerjakan gigi lain yang katanya bolong kecil kecil dan malah yg urgent dikerjakan belakangan? Saya tidak diberi kesempatan untuk bertanya apa yang dokter lakukan, karena beliau langsung bor sana sini sehingga (katanya) total ada 5 gigi dengan lubang kecil, dan 1 gigi dengan lubang besar (memang ini yang harusnya ditambal). Padahal saya sama sekali tidak merasa ngilu pada 5 gigi yang ditambal itu.

Singkat cerita humas mengklarifikasi ke dokter dan menyampikan permintaan maaf ke saya. Katanya, dokter mengaku lalai karena tidak menanyakan dulu berapa plafon asuransi saya. Lahhh, jadi kalo plafon saya 50 juta, mau dikuras habis gitu??


Akhirnya, dokter bilang, “ya sudah kalo gitu kasih 4 juta saja, jadi ibu nombok sejuta dan plafon asuransi ya.” Sambal meminta asisten 1 untuk men-tip-ex harga dan detail gigi. What? Rumah sakit macam apa ini? Sungguh buruk mentalnya.





 

Pelajaran untuk kita semua:
Kalau ke RS pakai asuransi, bilang sama dokternya "dok,saya memang pake asuransi, tapi tolong harganya jangan digetok". Krn saya pernah berobat radang tenggorokan di RS lain, biaya dokter hanya 150rb, tapi ada antibiotik yang diberikan yang ternyata harganya 500ribu. Ck ck ck.


Pastikan tindakan yang dibutuhkan. Sesuai dengan UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran khususnya pada pasal 52 yang mengatur hak-hak pasien diataranya: mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekaman media.


Bagi saya, ini akan menjadi kali pertama dan terakhir kali ke MMC. Tidak akan lagi. Selama ini saya hanya dengar cerita orang yang saya anggap tidak benar. Ternyata hari ini saya mengalaminya sendiri.


A. Vela
20 April 2015




Sumber :  Abigail Anggita Vela
 https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10152795432567546&set=p.10152795432567546&type=1


--o0o--


Pasien Curhat Tambal Gigi Ditagih Rp 9 Juta, RS MMC Membantah


Facebook Abigail Anggita Vela.


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pemilik akun Facebook Abigail Anggita Vela menceritakan kekagetannya ditagih Rp 9 juta saat menambal gigi di Rumah Sakit MMC, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Menanggapi itu, dokter dan pihak rumah sakit membantah.

"Mohon maaf kita tidak bisa memberikan informasi apa-apa," kata Kepala Bagian (Kabag) Humas RS MMC, dr Cornelia, saat ditemui Kompas.com di RS MMC, Kamis (23/4/2015).

Menurut Cornelia, kasus tersebut merupakan urusan pihak rumah sakit dengan pasien terkait. Cornelia juga enggan memaparkan teknis penetapan tarif yang ada di rumah sakit tersebut.

"Itu urusan rumah sakit dengan pasien. Soal tarif, saya enggak hafal, belum tahu. Itu enggak bisa ditanyain," kata dia.

Ditemui terpisah, dokter yang menangani Abigail, dr Ingrid Tandiari, membantah jika dirinya telah menaikkan tarif secara sepihak. Dia mengatakan bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan prosedur penetapan tarif yang berlaku.

"Itu bukan tarifnya dinaikkan! Enggak usah dibesar-besarkan. Itu kan hanya soal pemberitahuan saja," ujarnya dengan nada meninggi.

Sementara itu, Abigail dalam akun Facebook-nya menceritakan bagaimana kronologi dia menambal gigi di RS MMC. Vela mengaku berobat ke RS MMC pada Senin (20/4/2015) pukul 11.45 WIB. Sebelum ditindak medis, dia sempat ditanyakan terkait keluhannya. Setelah itu, Vela dipersilakan duduk di kursi tindakan sambil meletakkan map plastik berisi formulir asuransi kantor yang diberikan oleh bagian pendaftaran.

"Disinilah semua itu berawal. Yakni ketika ada form asuransi Lippo Insurance," cerita dia dalam postingan yang terkoneksi dari media sosial Path.

Saat berada di kursi tindakan, Vela mengaku tidak pernah meminta untuk dilakukan beberapa tindakan medis dari dokter yang bersangkutan. Dalam hal ini, kata Vela, dia tidak meminta dokter untuk melakukan scaling dan mengebor gigi lainnya.

Setelah 45 menit berlalu, tindakan terhadap gigi Vela selesai. Ia pun diberikan slip pembayaran berwarna kuning dan ditulis tangan oleh asisten dokter. Rinciannya, ada tulisan Rp 2.000.000 + Rp 7.000.000 = Rp 9.000.000.

Namun, alangkah kagetnya Vela mendapati total biaya tersebut. Bahkan, ketika dia mencoba mengonfirmasi ke petugas kasir khusus loket asuransi, ia malah dilemparkan ke petugas lainnya.

"Petugas menjawab 'Itu bisa ditanyakan langsung ke petugas di ruangan dokternya, Bu'. Saya minta disambungkan via telepon untuk minta penjelasan, dia jawab 'Harus langsung, Bu. Kita biasanya ngga lewat telepon.' Disinilah keanehan itu makin menjadi-jadi," kata Vela menirukan ucapan petugas rumah sakit.

Tanpa banyak basa-basi, Vela pun menemui dokter yang menanganinya. Saat ia meminta rincian atas biaya Rp 9 juta yang ditagihkan, dokter malah menyuruh asistennya untuk membuat perincian.

"Dokternya bilang, 'Ya sudah didiskon aja jadi 8 juta.' Tambah aneh bukan. Ini institusi rumah sakit, tapi kok main-main soal harga. Tidak ada standarisasi harga atas jasa dokter dan tindakan disini," tuturnya.

Merasa kurang puas dengan respons dokter tersebut, Vela lantas kembali ke kasir dan minta disambungkan ke penanggung jawab rumah sakit. Namun, dia justru diarahkan ke ruang humas. Ia pun mengadukan kekecewaannya terhadap pelayanan petugas MMC dan dokter yang menangani keluhannya.

"Dokter tidak konfirmasi dulu ke saya untuk tindakan yang terbilang SANGAT MAHAL tersebut. Terlebih tidak konfirmasi harga. Mungkin karena dokter berasumsi saya pakai asuransi, maka semua akan dicover asuransi. Jika itu alasannya, maka saya rasa ini bisa dikategorikan “pengeretan” terhadap asuransi," tulis Vela yang mengaku memiliki plafon asuransi sebesar Rp 50 juta.

Dalam tulisannya, Vela juga menuliskan bahwa pihak humas telah mengklarifikasi ke dokter dan menyampaikan permintaan maaf kepada dirinya. Setelah sempat dimediasi singkat oleh pihak humas, dokter akhirnya sepakat untuk menetapkan tarif total sebesar Rp 4 juta terkait tindakan terhadap gigi Vela.



Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/04/23/15160571/Pasien.Curhat.Tambal.Gigi.Ditagih.Rp.9.Juta.RS.MMC.Membantah?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
 



Klinik ‘Cik Man’ Operasi Tanpa Bius Tanpa Jahitan di Selangor, Malaysia


12999232891835091048
Klinik Cik Man di Selangor setiap hari sejak subuh ramai didatangi pasien/Ft: patrarinadewi.multiply.com
 

Cerita mengenai Klinik ‘Cik Man’ yang dapat melakukan operasi tanpa diawali pembiusan, tanpa proses pejahitan, serta pasien tak merasa sakit dapat langsung pulang setelah operasi, kini mulai menyebar di kalangan masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Banyak warga pesakitan asal Sulsel sudah melakukan proses pengobatan atau melakukan konsultasi ke klinik yang terletak di Negara Bagian Selangor, Malaysia.
 
Beberapa warga yang sudah pernah berhubungan dengan klinik yang bernama Pusat Tradisional & Komplimentari Islam yang terletak di No.15-15A Jl Anngerik Dorotis BB 31/BB, Seksyen 31 Kota Kemuning 40460 Shah Alam Selangor Darul Ehsan, Malaysia tersebut, menggambarkan bahwa setiap hari klinik ini selalu dipadati kunjungan pasien. Bahkan banyak yang datang untuk mendaftarkan pemeriksaan di klinik ini sejak subuh hari. Mereka berdatangan tak hanya dari kawasan Malaysia, tapi juga dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan ada yang datang dari Singapura, Cina, India, dan dari berbagai negara di Timur Tengah.

”Bahkan ketika saya membawa keluarga ke klinik tersebut, minggu lalu, terlihat ada beberapa warga berkebangsaan Eropa yang datang untuk berkonsultasi dengan Cik Man,” jelas Andi Lepu Duppa Jaya, asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Menurutnya, Cik Man adalah nama penggilan akrab pemilik yang sekaligus merupakan ahli yang dipanggil sebagai ‘dokter’ satu-satunya di klinik yang mirip dengan tempat pengobatan alternatif di Indonesia. Klinik ini dibuka mulai pukul 7.30 pagi hingga pukul 16.30 sore hari setiap hari Senin hingga Kamis. Sepanjang hari Senin - Kamis, dibatasi untuk menerima hanya 30 orang pasien yang akan melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dideritanya. Membatasi juga hanya sebanyak 30 pasien yang akan menjalani operasi atau pengobatan lanjutan.

1299921319143667309
CIK MAN/Ft:patrarinadewi.multiply.com

Klinik di Selangor ini, melayani pemeriksaan berbagai jenis penyakit. Kecuali untuk pemeriksaan ‘Tensi,’ Cik Man tak menggunakan peralatan bantuan untuk melakukan pemeriksaan diagnose terhadap pasiennya. Caranya, hanya dengan memegang pergelangan tangan untuk mengetahui penyakit pasien hingga menentukan cara penanganannya, apakah hanya dilakukan dengan pemberian obat atau dilakukan operasi.

Bagi yang penyakitnya kronis harus dioperasi, biasanya diberi jedah minimal seminggu untuk kembali melakukan operasi di klinik tersebut. Tapi bagi yang penyakitnya parah, seringkali saat setelah konsultasi langsung dilakukan operasi yang tidak memakan waktu lama.

Ketika saya di sana, cerita Epu - panggilan akrab Andi Lepu Duppa Jaya, ada seorang yang lumpuh tak dapat berjalan lantaran terjadi penyempitan pembuluh darah di bagian pinggulnya. Pasien ini langsung dioperasi, hanya dalam beberapa saat langsung bisa jalan untuk pulang. Demikian pula seorang pasien yang dioperasi di bagian atas alis matanya lantaran pandangan matanya yang kabur tak mampu melihat dalam jarak pandang lebih dari dua meter, langsung pulang mengaku pandangannya sudah dapat melihat jauh secara terang dan jelas.

Menariknya, katanya, pasien yang menjalani operasi, termasuk yang berkaitan dengan penyakit kanker, batu ginjal, penyakit jantung, dan lain-lain penyakit bagian dalam perut, dilakukan tidak diawali dengan proses pembiusan, bekas operasi tidak dijahit, dan tidak menjalani rawat inap langsung bisa pulang.

Dari penuturan sejumlah orang yang telah menjalani operasi, termasuk pembersihan pangkreas, bekas sesetan operasi hanya ditutup dengan semacam selotip atau plester obat, dan beberapa saat kemudian bekas operasi mengering. Selesai menjalani operasi, si pasien pun tidak diberi obat kecuali yang ingin membeli obat-obat herbal yang berhubungan dengan pemeliharaan kebugaran tubuh yang dijual oleh istri ‘Cik Man’ di klinik tersebut.

Saat ini setiap hari praktik, banyak warga Negara Indonesia dari berbagai provinsi yang sengaja datang untuk menjalani pengobatan dan operasi di Klinik Cak Man di Selangor, terutama tak pernah sepi dari warga Indonesia yang berasal dari berbagai provinsi di Pulau Sumatera. Hari Jumat dan Sabtu diperuntukkan khusus bagi pasien yang menjalani pemeriksanaan atau pengobatan ulang. Minggu (Ahad), klinik ini ditutup tidak menerima pasien.

Selain proses penanganan pengobatan serta operasi yang tak bertele-tele tapi efektif, pertimbangan murahnya biaya juga membuat banyak orang Indonesia memercayakan proses penyembuhan penyakitnya di klinik ‘Cik Man’ di Selangor, Malaysia tersebut.

Untuk operasi seperti kanker payudara, misalnya. Biayanya hanya sekitar 4.000 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 12 juta. Operasi semacam ini jika dilakukan di rumah sakit di Indonesia, biayanya 3 kali hingga 4 kali lebih besar dibanding di klinik ‘Cik Man’ yang menggunakan pengobatan model supranatural tersebut. Sedangkan untuk operasi-operasi ringan tarifnya hanya sekitar 500-an Ringgit Malaysia. Untuk tarif sekali check up atau konsultasi hanya puluhan ringgit. Pasien yang melakukan pemeriksaan kedua di klinik ini biayanya pun diberlakukan khusus lebih rendah, dan bahkan yang ke tiga kalinya gratis.

Untuk kelancaran urusan akomodasi, transportasi dan pendaftaran pasien terutama yang berasal dari luar negeri, dianjurkan sebelumnya untuk berkoordinasi menghubungi Klinik ‘Cik Man’ yang terletak sekitar 15 hingga 20 menit perjalanan dari Kota Kuala Lumpur tersebut melalui Tel. 03-5121 0098 atau Fax 03-5122 0366 atau H/P 010 -434 6493.

Pasien yang berobat di klinik ini diwanti-wanti untuk tidak berbohong dalam berdialog atau ketika dilakukan diagnose oleh Cik Man yang memiliki kemampuan lebih, mengetahui hal-hal yang disembunyikan pasien. Juga dipesankan untuk mematuhi pantangan-pantangan makanan yang dianjurkan harus dihindari oleh si pasien setelah menjalani pengobatan atau operasi.

Sejumlah warga Indonesia yang sudah menjalani kesembuhan penyakit setelah melakukan operasi di Klinik ‘Cik Man’ ini menceriterakan, bahwa mereka antara lain dianjurkan mengonsumsi pati ikan Lele (heruan) guna membantu percepatan penyembuhan luka dalam. Ikan Lele disebut dengan nama ‘Bale Janggo’ oleh orang-orang Bugis di Sulawesi Selatan. Pemilik klinik berijin No.Syarikat: 883701-T yang sekaligus adalah ‘dokter’ ahlinya, Cik Man, disebut-sebut banyak orang moyangnya berasal dari Jawa Timur.


Sumber : http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/03/12/klinik-cik-man-operasi-tanpa-bius-tanpa-jahitan-di-selangor-348099.html

Teman Tolak Hadiri Pesta Ultah, 400 Orang tak Dikenal Justru Hadir


Teman Tolak Hadiri Pesta Ultah, 400 Orang tak Dikenal Justru Hadir
ABC News
Mackenzie Moretter penderita gigantisme merayakan ultah ke-10 bersama 400 orang tak dikenal 


TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Lebih dari 400 orang tak dikenal hadir pada pesta ulang tahun ke-10 Mackenzie Moretter di sebuah taman di Shakopee, Minnesota.

Kejadian ini bermula Jenny Moretter mengundang 10 anak perempuan pada tiga minggu sebelumnya, tapi dua diantaranya membatalkan dan ibu dari anak perempuan lain tidak menyatakan apa-apa.

Jenny menduga, 10 teman Mackenzie batal datang karena putrinya itu memiliki sindrom Sotos, bentuk dari Gigantisme, yang menyebabkan anak-anak itu tumbuh lebih cepat, mengalami keterlambatan bicara dan belajar, serta cacat sosial.

"Ini terjadi pada hari ulang tahun sebelumnya yang berakhir ia duduk sendirian dengan keluarga. Aku tidak ingin hal itu terjadi padanya tahun ini," ujarnya

Wanita berusia 38 tahun ini pun memposting pada beberapa halaman komunitas Facebook setempat untuk mengundang para keluarga dengan anak perempuan seumur Mackenzie untuk mampir.



Mulanya Jenny berpikir mungkin hanya 15 anak perempuan yang akan muncul, tetapi lebih dari 400 orang datang sepanjang hari, termasuk Minnesota Vikings pemain Charles Johnson dan keluarganya, "Elsa" dan "Snoopy" dari taman hiburan lokal, dan petugas pemadam kebakaran setempat.


"Ada seorang DJ, pekerja seni, perajin meja, balon untuk anak-anak, mesin gelembung untuk anak-anak bermain, dan pebisnis lokal menyumbangkan makanan dan persediaannya," kata Moretter. Lanjutnya, "Saya sangat kagum pada seberapa cepat masyarakat mengumpulkan pesta ulang tahun yang besar ini dalam waktu kurang dari 24 jam," terangnya

Keighla Anderson, seorang fotografer lokal yang mengajukan mengambil momen acara tersebut, mengatakan ia sangat tersentuh ketika adiknya sendiri, yang memiliki kebutuhan khusus, disambut oleh Mackenzie.
Ibu Mackenzie menambahkan 10 anak perempuan yang sengaja diundangnya akhirnya mampir untuk meminta maaf dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada Mackenzie.



Moretter menambahkan, ia berharap kesempatan seperti itu akan menginspirasi keluarga lain yang serupa dengan mereka dan mendorong toleransi bagi anak-anak yang berbeda.

"Saya hanya ingin orang tahu bahwa mereka harus menerima anak-anak mereka untuk siapa mereka," kata Moretter. "Dan untuk anak-anak yang melihat anak lain sendiri, saya akan senang mendorong mereka untuk menyapa dan tidak mengolok-olok. Saya berharap orangtua mendidik anak-anak mereka lebih dan ini menjadi proyek pembelajaran bagi semua orang," terang Jenny. (*)

Sumber : ABC News

Sumber : http://lampung.tribunnews.com/2015/04/23/teman-tolak-hadiri-pesta-ultah-400-orang-tak-dikenal-justru-hadir

tak diakui di indonesia pembasmi kanker ciptaan warsito populer di jepang

 
 Warsito P. Taruno
 
 
Bisnis.com, JAKARTA-- Berbekal ilmu yang didapat ketika menempuh pendidikan S1, dan S2 jurusan Teknik Kimia, serta S3 Teknik Elektro di Jepang, ditambah pengalaman riset di Amerika Serikat, Warsito P. Taruno menciptakan alat menyembuhkan kanker payudara stadium 4 yang diderita sang kakak.


Berprofesi sebagai peneliti teknologi berbasis energi rendah selama di Jepang, dan Amerika Serikat, tak pernah tebersit sedikitpun akan “mengawinkan” teknologi ini dengan teknologi terapi kanker yang dia dapatkan ketika mengabdi sebagai dosen Fisika Medis di Universitas Indonesia.

“Semua berawal ketika kakak perempuan saya divonis kanker payudara stadium 4. Dokter telah angkat tangan, hanya ada dua pilihan yakni mencari pengobatan alternatif atau menunggu kematian,” ujarnya di laboratorium riset kanker C-Tech Labs Edwar Technology, Tangerang.

Dalam keadaan galau, muncul ide Warsito untuk memadukan teknologi energi rendah dengan teknologi terapi kanker, guna menyembuhkan penyakit sang kakak. Akhirnya, uji lab in vitro yang dilakukan membuahkan hasil yang mengejutkan.

 Seluruh kombinasi teknologi sesuai dengan yang diharapkan. Kemudian, masuk pada tahap uji coba pada penderita. Dengan perhitungan yang matang, uji coba teknologi ini membuahkan hasil sangat bagus, yakni uji klinis menyatakan tubuh sang kakak bersih dari kanker.

Kini, setelah lebih dari lima tahun menggunakan teknologi temuannya, sang kakak telah kembali hidup normal. Informasi berkembang dengan cepat, ribuan pasien tiap tahunnya datang meminta bantuan.
 
Gedung yang dahulu hanya berfungsi sebagai laboratorium pengembangan teknologi gelombang rendah yang memancar secara tiga dimensi, kini berkembang menjadi klinik riset kanker.

 Tak kurang dari 10.000 orang telah menggunakan teknologi ciptaan Warsito dengan rincian 50% pasien mengidap penyakit kanker payudara, dan lainnya kanker otak.

Sebanyak 70% pasien divonis tak dapat ditolong secara medis, 25% tidak mau medis, dan 5% lainnya belum berobat secara medis.

 Hasilnya, 80% pengguna teknologi temuannya dapat hidup secara normal bahkan dikatakan sembuh secara kedokteran.

 Warsito kemudian berpikir teknologi yang selama ini dikembangkan menggunakan dana pribadi ini harus dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, karena penyakit kanker masih menjadi pembunuh di dunia.

Berbagai cara telah ditempuh untuk mendapatkan izin produksi massal, izin edar, dan izin penggunaan alat kesehatan ini oleh lembaga kesehatan di Indonesia.

Di luar dugaan, hasilnya nol besar. Misi kemanusiaannya terhambat regulasi. Tidak ada regulasi jelas yang dapat mengakomodir alat kesehatan temuan dalam negeri untuk digunakan di Tanah Air tercinta ini. Regulasi yang selama ini ada cenderung hanya mengakomodir peredaran alat kesehatan dari luar negeri.

Warsito mengatakan selama ini produsen lokal hanya mampu berkontribusi sebanyak 5% terhadap peredaran alat kesehatan. Sisanya didatangkan dari luar negeri. Sungguh pasar paling prospektif untuk penjualan alat kesehatan.

 Menurutnya Indonesia hingga kini belum memiliki skema atau kebijakan dalam pengembangan industri hulu alat kesehatan buatan peneliti dalam negeri. Bahkan, terkesan pemerintah tidak memercayai produk buatan anak bangsa yang telah diakui dunia internasional.

Alih-alih mendapatkan izin edar, produksi massal, dan penggunaan teknologi ini oleh praktisi kesehatan Indonesia, sejumlah cara yang telah ditempuh justru menimbulkan beban biaya besar.

Warsito menuturkan, jika pemerintah ingin menilai produknya secara ketentuan internasional, di mana regulasi terkait alat kesehatan memperhatikan penggunaan listrik berkekuatan 50 volt, alat temuannya ini jauh lebih efisien dan aman karena hanya menggunakan baterai rumah tangga bertegangan rendah.

 Dia mengatakan jika dilihat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku tentang alat kesehatan, produk yang diciptakannya seharusnya dengan mudah mendapatkan izin edar.

 Pasalnya, secara umum terdapat tiga kategori alat kesehatan, pertama alat yang yang tidak menimbulkan efek apapun dapat beredar tanpa uji klinis. Kedua alat menimbulkan risiko ringan, sehingga izin bisa didapatkan cukup dengan penjelasan, dan ketiga adalah alat yang memiliki risiko berat sehingga perlu uji klinis.

 Dalam hal ini, lanjutnya, energi yang digunakan setara dengan sandal refleksi yang beredar bebas di Indonesia. Bahkan, teknologi ini lebih aman ketimbang terapi kesehatan menggunakan ceragem atau terapi infra merah yang kini merebak di Indonesia.

 Hambatan tidak hanya berhenti di situ, beredar kabar sejumlah praktisi kesehatan pernah melayangkan surat ke pemerintah untuk menutup aktivitas riset, dan pengobatan laboratorium miliknya.
 
 “Yang jelas jika teknologi ini dapat terus dikembangkan, maka akan mengubah kebiasaan dunia kesehatan dalam menyembuhkan penyakit kanker,” tutur Warsito.

Tanpa pernah mendapat kepastian dari pemerintah, teknologi buatannya dengan cepat digunakan di Jepang. Secara regular Jepang memesan teknologi inti buatannya untuk kemudian dikemas dan dipasarkan ke negara lain.

 Padahal, lanjutnya, Jepang telah memiliki teknologi kesehatan untuk menyembuhkan kanker dengan nilai mencapai Rp500 miliar. Namun, berdasarkan uji coba yang dilakukan, teknologi buatannya dinilai lebih efektif, dan cepat dalam penyembuhan.

Kini, teknologi buatannya di Jepang dihargai Rp200 juta, padahal di dalam negeri pasien cukup menebusnya dengan harga sekitar Rp10 juta.

Namun, karena belum memiliki kepastian izin edar, pasien kanker justru banyak yang berobat ke Jepang.

Sejumlah investor asing, menurutnya telah mengajukan tawaran kerja sama untuk memproduksi massal teknologi ini, namun pihaknya masih mencari investor yang memiliki kesamaan pandangan bahwa pemasaran teknologi harus diiringi dengan pengembangan aktivitas riset.

 Sejumlah negara selain Jepang, seperti China, Malaysia, Singapura, India, Polandia, dan Srilanka telah mengirimkan ahli onkologi, sub-bidang medis yang mempelajari dan merawat kanker, untuk mengikuti pelatihan menggunakan teknologi buatannya di laboratorium miliknya.

 Warsito mengatakan, hingga saat ini di negara manapun belum ada alat yang dapat menyembuhkan kanker yang telah menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu enam bulan. Selain itu, belum pernah ada produk yang dapat menyembuhkan kanker otak ganas dalam waktu empat bulan, kecuali teknologi ciptaannya.

 “Pada akhirnya kenapa kami buat bisnis ini di Indonesia, mungkin karena idealisme dan nasionalisme lebih besar ketimbang pemikiran profit,” kata Warsito.

Semoga teknologi hasil penelitian Warsito tak hanya menjadi dokumentasi atau setumpuk jurnal ilmiah seperti nasib hasil penelitian para ilmuan Indonesia selama ini.