Pada zaman Sang Buddha, Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang mimpi-mimpi yang aneh, dan ingin mengetahui apakah itu meramalkan kejadian yang baik atau buruk. Oleh karena itu Beliau meminta Sang Buddha untuk meramalkan ke-16 mimpinya.
***
Mimpi No.1
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang empat ekor sapi yang kuat, berlari dengan garang dari empat jurusan ke arah satu dengan yang lainnya bagaikan mereka akan saling bertarung dalam kemarahan.. Ketika keempat sapi itu bertemu, mereka bukannya bertarung, melainkan melangkah mundur dan berjalan meninggalkan satu sama lain.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.1
Jauh dimasa yang akan datang, akan ada bencana alam. Hujan akan turun bukan pada musimnya. Akan ada mendung tebal bergerak dari 4 jurusan bagaikan akan turun hujan lebat di bumi. Ketika keempat gumpalan mendung ini saling mendekat, mereka kemudian bergerak pergi tanpa hujan di bumi. Benih-benih padi di sawah dan tumbuh-tumbuhan semuanya akan kering dan layu. Banyak manusia dan hewan akan mati kelaparan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
***
Mimpi No.2
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang pepohonan muda yang belum cukup tua, tetapi sudah berbunga dan berbuah, dan karena sarat dengan bunga dan buah maka ranting-ranting mereka tampak tidak kuat menahannya.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.2
Jauh dimasa yang akan datang, para gadis yang masih sangat muda sudah ingin bersuami, sudah ingin menikah dan mempunyai keluarga, karena mereka dipenuhi oleh hasrat dan nafsu. Batin mereka akan sangat menginginkan kesenangan-kesenangan inderawi. Mereka akan menikmati tubuh, suara, bau, rasa, dan sentuhan kulit serta membutuhkan kenikmatan seksual dan hasrat nafsu. Akan menjadi suatu hal yang biasa bagi pasangan-pasangan untuk menikah pada usia yang sangat muda. Mereka tidak akan merasa malu menuruti hasrat hatinya dalam kehidupan seks seperti binatang. Ketika mereka hamil, mereka berusaha untuk bebas dari bayi itu, meskipun hal itu merupakan perbuatan yang penuh dosa. Sebagian anak masih akan hidup dengan orang tua mereka, tetapi yang lainnya tidak diurus lagi dan menjadi pengemis, hidup sendiri dan menggelandang, tanpa orang tua atau keluarga yang bisa memberikan pendidikan atau tempat untuk hidup. Mereka akan tidur dimana saja; kadangkala mereka bisa mendapatkan sesuatu untuk dimakan, tetapi kadangkala mereka kelaparan. Akan terjadi keadaan yang sangat menyengsarakan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang. Mereka yang dilahirkan pada masa itu harus menghadapinya.
***
Mimpi No.3
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan sapi dan lembu jantan yang menyusui kepada anak-anak mereka.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.3
Jauh dimasa yang akan datang, orangtua akan terpaksa bergantung pada hasil keringat anak-anak mereka. Mereka harus hidup dari makanan dan keperluan lainnya, termasuk uang, yang disediakan, yang disediakan oleh anak-anak mereka. Pada saat itu, para orang tua harus menyenangkan dan menyanjung anak-anak mereka setiap saat. Jika anak-anak senang kepada mereka, mereka akan memberi uang kepada orang tuanya. Jika tidak, orang tua tak akan mendapatkan apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh dimasa yang akan datang.
***
Mimpi No.4
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang orang yang memaksa sapi kecil dan muda untuk menarik kereta. Ketika mereka tidak bisa melakukannya, mereka dipukul.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.4
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang cenderung akan membiarkan mereka yang baru lulus memikul tugas-tugas administratif negara yang berat. Meskipun kaum muda memiliki pengetahuan, tetapi mereka belum punya pengalaman, kecapakan, keahlian, dan kecermatan dalam hal mengelola persoalan-persoalan ekonomi, politik dan sosial. Mereka akan berbuat kesalahan dan membuat kemunduran. Kurangnya tanggung-jawab mereka akan menyebabkan defisit perdagangan dan kehancuran pada negara serta perkembangannya. Mereka menjadi sasaran cercaan masyarakat. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
***
Mimpi No.5
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seekor kuda dengan satu kepala tetapi bermulut dua. Ia terus merumput melalui kedua mulutnya dan tampaknya tidak pernah cukup.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.5
Jauh dimasa yang akan datang, para hakim akan sedemikian liciknya sehingga mereka akan menerima uang suap dari kedua belah pihak dari satu kasus yang mereka tangani, baik dari pihak penggugat maupun dari pihak tergugat. Mereka mengharapkan sesuatu dari mereka. Mereka meminta tidak sedikit untuk kasus-kasus serius. Jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka minta, mereka tidak akan menangani kasus itu. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
***
Mimpi No.6
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang tentang sekelompok orang yang mengorbankan talam emas yang berharga, sebagai tempat kencing dan berak bagi serigala-serigala.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.6
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang dungu akan membiarkan ajaran-ajaran Sang Buddha (Dhamma), disalah-gunakan dan dihancurkan oleh berbagai pemujaan keagamaan dengan cara memodifikasi Dhamma agar sesuai dengan ajaran-ajaran mereka sendiri yang tidak murni dan penuh nafsu.
Kemudian mereka akan mengatakan bahwa ajaran Sang Buddha merupakan bagian dari kepercayaan mereka. Banyak orang yang kemudian akan salah mengerti, mengira bahwa ajaran Sang Buddha itu setara dengan kepercayaan-kepercayaan lain tersebut, dan karenanya, sama saja. Kenyataannya cara-cara pemujaan itu tidak mengerti sama sekali nilai dari ajaran Sang Buddha. Orang-orang seperti mereka itu akan muncul ketika Sang Buddha telah mencapai Parinibbana. Akan ada begitu banyak cara pemujaan yang menyatakan bahwa mereka adalah agama yang benar.
***
Mimpi No.7
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seorang yang duduk di bangku menganyam kulit harimau menjadi seutas tali, dan seekor serigala memakannya secepat tali itu selesai dianyam.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.7
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang dungu dengan moralitas rendah akan dipromosikan pada posisi yang mulia, bekerja di istana dan kerap kali bertindak atas nama raja. Karena dungu dan banyak bicara, mereka akan membocorkan rahasia istana kepada umum. Bagi mereka yang tidak menyukai raja, ini merupakan kesempatan utnuk menyebarkan gosip; karena itu raja akan tidak dipercayai. Rakyat akan kehilangan kepercayaan dan rasa hormatnya kepada Raja dan keluarga kerajaan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang. Orang-orang yang tidak setia akan muncul dari dalam.
NB: Pendapat pribadi oleh JG = Mungkin zaman sekarang RAJA itu adalah Presiden / Kepala Pemerintahan / Perdana Menteri
***
Mimpi No.8
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang berbagai kendi besar dan kendi kecil terletak pada tempat yang sama. Orang berdesak-desakan utnuk menuangkan air ke dalam kendi-kendi yang besar sampai airnya tumpah, sebaliknya tak seorangpun yang mau menuangkan air ke dalam kendi-kendi yang kecil.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.8
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan memilih berdana barang-barang yang baik dan berharga kepada para bhikkhu yang berkedudukan tinggi dan senior. Bhikkhu-bhikkhu senior ini lalu akan menerima terlalu banyak makanan dan pemberian, sebaliknya bhikkhu-bhikkhu junior yang duduk disekitar tidak menerima apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
***
Mimpi No.9
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebuah kolam besar. Air pada bagian luar sangat bersih, jernih dan sejuk, tetapi air di bagian tengahnya keruh dan berlumpur. Binatang-binatang besar dan kecil berkelahi untuk meminum air yang berlumpur, tetapi tak ada binatang yang mau meminum air yang bersih, jernih, dan sejuk itu.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.9
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan dipenuhi oleh keserakahan dan hawa nafsu. Mereka tak akan pernah mempunyai uang yang cukup. Mereka tidak menginginkan pekerjaan-pekerjaan yang bersih dan jujur tetapi bergaji kecil, yang tidak dapat memuaskan keserakahan mereka. Mereka berusaha mencari pengaruh dalam dewan nasional, sehingga mereka dapat mengatur negara serta sepenuhnya mengelola keuangan negara. Mereka akan berlaku licik dan tanpa rasa malu melakukan korupsi. Mereka akan puas hanya dengan mendapatkan banyak uang tanpa menghiraukan betapa kotornya cara mereka memperolehnya. Keadaan ini akan muncul pada setiap bangsa di seluruh dunia. Hal itu akan menjadi lebih dan lebih parah, yang mengakibatkan kekacauan di dalam tubuh dewan nasional, disana akan ada pertikaian terhadap posisi dimana mereka bisa mendapatkan uang yang lebih banyak. Mereka akan bertikai tentang siapa yang akan mendapat lebih banyak, siapa yang akan mendapat lebih sedikit, serta siapa yang tidak mendapatkan apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
***
Mimpi No.10
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang nasi yang ditanak dalam panci, pada satu bagian panci nasinya matang, pada bagian lain setengah matang, pada bagian yang lain lagi sama sekali tidak matang.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.10
Jauh dimasa yang akan datang, orang akan terpecah di dalam keyakinannya. Sekelompok orang akan percaya pada ajaran-ajaran Sang Buddha, Dhamma sejati, yang ketika dipraktikkan sampai jenjang terakhir, benar dapat melenyapkan berbagai penderitaan. Kelompok ini akan mempercayai Nibbana, padamnya berbagai kekotoran batin dan penderitaan, sebagai tujuan dari jalan mulia. Mereka mempercayai bahwa ada neraka dan surga, bahwa kebajikan dan perbuatan jahat menyebabkan hasil baik dan buruk yang sesuai, dan tumimbal-lahir akan mengikuti kematian orang yang masih mempunyai kekotoran dan nafsu keinginan.
Kelompok yang lain akan ragu-ragu tentang apakah Jalan Mulia masih ada ketika agama Buddha sudah begitu lama. Mereka tidak yakin apakah ajaran Sang Buddha tetap sempurna, serta apakah masih ada bhikkhu yang baik yang bisa mencapai tingkat Nibbana. Mereka penuh dengan keragu-keraguan.
Kelompok yang lain lagi menolak mempercayai keseluruhan dari Jalam Mulia, hasil-hasilnya, serta Nibbana. Diantara kelompok ini tidak ada hal seperti neraka atau surga, maupun akibat apapun dari kebaikan dan kejahatan, ataupun kehidupan setelah kematian. Menjelang akhir dari agama Buddha, orang akan memiliki lebih banyak lagi pandangan-pandangan salah.
***
Mimpi No.11
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekelompok orang menukarkan kayu wangi yang berharga dan mahal, hanya dengan satu mangkuk susu asam, yang tidak sebanding harganya.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.11
Jauh dimasa yang akan datang, sekelompok orang akan memperdagangkan ajaran-ajaran Sang Buddha demi uang. Mereka akan menulis berbagai buku tentang ajaran Buddha serta menjualnya sebagai penghidupan mereka. Mereka akan menyusun berbagai syair tentang ajaran serta mengajarkannya demi sesuatu yang nilainya tidak sebanding sebagai gantinya. Kejadian ini akan terjadi menjelang berakhirnya agama Buddha.
***
Mimpi No.12
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebuah botol labu kering dan berlubang yang tenggelam di dalam air, bukannya mengapung seperti mestinya.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.12
Jauh dimasa yang akan datang, orang yang baik, berpengetahuan luas, cerdas, baik para bhikkhu maupun umat awam, tak akan dikagumi dalam masyarakat. Mereka setiap saat akan dihalangi oleh orang-orang yang jahat dan penuh dosa. Orang-orang yang jujur dan memenuhi syarat, tidak akan mendapat kesempatan untuk dipilih di dalam dewan nasional, serta untuk memimpin negara. Kalaupun mereka terpilih, mereka tidak bisa mengabdi kepada negara secara penuh. Kelompok yang dapat disuap akan berusaha memecat mereka demi kepentingannya sendiri. Menurut pendapat orang-orang yang tidak jujur, orang yang baik adalah musuh mereka, karena mereka tidak akan bekerjasama di dalam kejahatan mereka. Jadi tidak akan ada orang baik pada masyarakat semacam itu.
Demikian pula, para bhikkhu yang sejati dan baik hati, yang berlatih sesuai dengan Jalan Mulia, tak akan dihormati. Orang-orang tidak ingin mengunjungi mereka atau mendengarkan ajaran mereka. Mereka dianggap kuno dan tidak terhormat. Orang-orang tidak akan memperhatikan dan menghormati mereka. Meskipun orang-orang ini kaya-raya, tetapi mereka tidak akan memberikan apapun kepada para bhikkhu atau mereka hanya memberikan sedikit. Para bhikkhu akan menjalani kehidupan kebhikkhuan dengan sulit. Oleh sebab itu, tidak ada orang yang mau memasuki kehidupan kebhikkhuan, dan terjadilah kelangkaan bhikkhu yang baik di dalam agama Buddha. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
***
Mimpi No.13
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebongkah batu yang sebesar rumah mengapung di permukaan air, seperti perahu layar yang kosong. Biasanya batu tenggelam di air, tetapi yang satu ini mengapung di permukaan air.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.13
Jauh dimasa yang akan datang, orang yang jahat dan penuh dosa, yang tidak menjalankan sila apapun dan tidak bermoral, kejam, perayu dan tak tahu malu, akan dikagumi di masyarakat. Mereka akan mendapatkan kekuasaaan dan kemasyhuran serta mempunyai banyak pengikut dan pelayan. Umat awam seperti ini akan sangat dihormati, diterima dan disenangi oleh masyarakat. Sesungguhnya mereka adalah seperti cermin yang memantulkan keadaan dari masyarakat dan negara tersebut. Apakah masyarakatnya berkembang atau merosot, dapat dilihat dari cermin besar ini di dalam dewan nasional. Ini merupakan petunjuk, jendela, atau pintu dari masyarakat itu. Di suatu negara, wakil-wakil raja yang dipilih oleh masyarakat akan menunjukkan jenis masyarakat itu sendiri.
Dalam masyarakat bhikkhu dan bhikkhuni, agama bisa berkembang atau merosot adalah tergantung kepada empat kumpulan??? [maybe maksudnya 4 kebutuhan pokok]. Para bhikkhu tidak dapat hidup sendiri di dalam masyarakat. Bhikkhu akan dijadikan terkenal oleh umat awam yang SUPRANATURAL dan kesucian sang bhikkhu. Ini adalah menurut kepercayaan si umat awam tersebut tentang yang mana yang Suci. Pada saat itu, para Arahat – mereka yang telah bebas dari kekotoran batin dan penderitaan, adalah tergantung pada kepercayaan para pengikut. Pengikut pada setiap tradisi kepercayaan akan mempunyai definisinya sendiri tentang Arahat. Mereka akan memberitakan latihan keras dari bhikkhu mereka secara berlebihan. Itulah mengapa batu padat mengapung di permukaan air. Para bhikkhu yang terkenal dengan jalan ini hanya akan menggunakan pakaian kebhikkhuannya untuk usaha mereka. Mereka menggunakan agama untuk penghidupan mereka. Menjelang berakhirnya agama Buddha, orang-orang akan kehilangan rasa hormat mereka kepada agama. Kepercayaan mereka akan merosot karena mereka melihat kelakuan yang tidak baik diantara para bhikkhu. Orang bijaksana yang kokoh dalam pertimbangan akan mencari bhikkhu yang benar. Menjelang berakhirnya agama Buddha, kejadian ini akan terjadi.
***
Mimpi No.14
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seekor katak pohon betina mengejar seekor kobra besar untuk disantap. Ketika ia menangkap kobra itu, ia segera menelan si kobra.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.14
Jauh dimasa yang akan datang, para bhikkhu yang terkenal dan populer akan berbicara dengan kata-kata yang mengesankan. Mereka berkotbah seperti kobra mengembangkan kepalanya, memainkan peranan penting dalam masyarakat serta mendapatkan penghormatan dan kepercayaan dari masyarakat. Mereka menerima kekayaan, ketenaran, dan gelar yang begitu banyak sehingga mereka melupakan diri sendiri serta kehilangan kesadaran dan kebijaksanaannya. Mereka tidak memiliki pengendalian terhadap mata, telinga, hidung, lidah, dan pikiran mereka, serta membiarkan indera-inderanya menikmati berbagai bentuk, suara, bau, rasa, dan sensasi-sensasi sentuhan, sampai kesenangan hawa nafsu memenuhi benak mereka. Itulah mengapa “katak-pohon betina yang kecil” mempunyai kesempatan dan merencanakan untuk menyerang pikiran dengan muslihat serta kata-kata manis, sampai “binatang kecil itu” dapat menangkap dan menelannya pada saat yang tepat.
***
Mimpi No.15
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan angsa keemasan mengelilingi burung gagak. Kemana saja burung gagak itu pergi, angsa keemasan itu mengikuti di sekeliling mereka.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.15
Jauh dimasa yang akan datang, bhikkhu-bhikkkhu yang baru saja ditahbiskan, yang masih lugu dalam Dhamma, akan mengelilingi para bhikkhu yang tidak bermoral. Para bhikkhu baru ini akan menghormati bhikkhu-bhikkhu tersebut sebagai guru mereka. Para bhikkhu yang tidak bermoral ini pandai dalam mendapatkan harta, persis seperti burung gagak dalam mendapatkan makanan. Mereka akan memberi kepada bhikkhu-bhikkhu baru tersebut bagian mereka dari harta itu. Itulah mengapa angsa keemasan menyerah pada burung gagak. Menjelang berakhirnya agama Buddha, masyarakat kebhikkhuan akan berubah seperti ini. Jumlah bhikkhu yang tidak bermoral akan bertambah. Para bhikkhu junior yang tidak berpendidikan tak akan menjalankan aturan (vinaya) kebhikkhuan. Mereka tak akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak, serta apa saja tugas mereka. Mereka akan memasuki kehidupan kebhikkhuan hanya karena tradisi. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
***
Mimpi No.16
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan kambing memburu seekor harimau dan mengunyahnya sebagai makanan.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.16
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan tidak puas dengan sistem kerajaan yang dijalankan. Mereka akan menentang pemerintahan semacam ini dan mencari demokrasi, dimana peranan dan kekuasaan raja dikurangi, dan semuanya dibawah hukum yang sama. Ketika raja menolak, mereka akan merampas kekuasaanya dengan paksa, sesuai dengan keperluan masyarakat. Raja-raja yang menolak akan digulingkan dan dipaksa untuk meninggalkan negara bersama dengan keluarganya. Ketika raja menyetujui untuk turun dari kekuasaannya sesuai dengan permintaan rakyat, mereka akan menghormati sang raja dan keluarga raja, seolah-olah raja dan keluarga tersebut adalah dewa dan pelindung mereka. Mereka akan menganggap sang raja sebagai pusat spiritual negara untuk selama-lamanya. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
This blog is my library, mostly from other people's articles and only few are mine. I will re-read when I have time or whenever I want to
Saturday, October 1, 2011
Mengalir Bersama Arus (by : Ajahn Brahm)
Seorang biksu bijak, yang telah bertahun-tahun saya kenal, tengah bergerak jalan bersama seorang kawan lamanya di sebuah padang. Pada penghujung senja yang terik, mereka tiba di bentangan yang sangat indah dari sebuah pantai yang tersembunyi. Sekalipun ada peraturan bahwa biksu dilarang berenang untuk bersenang-senang, tetapi air biru menggodanya dan dia perlu mendinginkan tubuh selepas perjalanan panjang, jadi dia melepas jubahnya dan pergi berenang.
Saat dia masih muda sebagai umat awam, dia adalah perenang yang tangguh. Namun sekarang, setelah begitu lama menjadi biksu, sudah bertahun-tahun dia tidak pernah berenang lagi. Tak berapa lama setelah dia menceburkan diri kedalam ombak yang bergelora, dia terperangkap di tengah ombak pasang yang kuat yang mulai menyeretnya ke tengah laut. Nantinya dia baru diberitahu bahwa pantai itu sangat berbahaya karena arusnya yang ganas.
Mulanya, biksu tsb mencoba berenang melawan arus. Dia segera sadar bahwa arus itu terlalu kuat baginya. Latihan-latihan yang selama ini dia jalani sekarang datang sebagai penolongnya. Dia lalu bersikap santai, melepas, dan mengalir bersama arus.
Sebuah tindakan yang memerlukan keberanian besar untuk dapat bersikap santai dalam situasi seperti itu, tatkala dia melihat garis pantai terus menjauh. Dia berada ratusan meter dari daratan ketika kekuatan arus mulai berkurang. Barulah sesudah itu dia mulai berenang menjauhi ombang pasang menuju garis pantai.
Dia bercerita kepada saya bahwa berenang kembali ke pantai benar-benar menguras habis seluruh tenanganya. Dia mencapai dartan dalam keadaan amat kelelahan. Dia yakin bahwa jika dia terus mencoba melawan arus, arus itu pasti sudah mengalahkannya. Dia akan terseret ke tengah laut, sama halnya kalau dia mengikuti arus, tetapi dengan tenaga yang sudah terkuras habis sehingga tidak memungkinkan baginya untuk berenang kembali ke pantai. Jika saja dia tidak membiarkan dan mengalir bersama arus, dia yakin dia pasti sudah tenggelam.
Cerita tsb menunjukkan bahwa pepatah, "Ketika tak ada yang perlu dilakukan, ya jangan ngapa-ngapain," bukanlah teori khayalan. Malahan, itu bisa menjadi kebijaksanaan penyelamat kehidupan. Ketika arus terlalu kuat bagi Anda, itulah saatnya untuk mengalir bersama arus. Ketika Anda mampu bertindak dengan efektif, itulah saatnya untuk mengerahkan upaya.
Sumber : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
Saat dia masih muda sebagai umat awam, dia adalah perenang yang tangguh. Namun sekarang, setelah begitu lama menjadi biksu, sudah bertahun-tahun dia tidak pernah berenang lagi. Tak berapa lama setelah dia menceburkan diri kedalam ombak yang bergelora, dia terperangkap di tengah ombak pasang yang kuat yang mulai menyeretnya ke tengah laut. Nantinya dia baru diberitahu bahwa pantai itu sangat berbahaya karena arusnya yang ganas.
Mulanya, biksu tsb mencoba berenang melawan arus. Dia segera sadar bahwa arus itu terlalu kuat baginya. Latihan-latihan yang selama ini dia jalani sekarang datang sebagai penolongnya. Dia lalu bersikap santai, melepas, dan mengalir bersama arus.
Sebuah tindakan yang memerlukan keberanian besar untuk dapat bersikap santai dalam situasi seperti itu, tatkala dia melihat garis pantai terus menjauh. Dia berada ratusan meter dari daratan ketika kekuatan arus mulai berkurang. Barulah sesudah itu dia mulai berenang menjauhi ombang pasang menuju garis pantai.
Dia bercerita kepada saya bahwa berenang kembali ke pantai benar-benar menguras habis seluruh tenanganya. Dia mencapai dartan dalam keadaan amat kelelahan. Dia yakin bahwa jika dia terus mencoba melawan arus, arus itu pasti sudah mengalahkannya. Dia akan terseret ke tengah laut, sama halnya kalau dia mengikuti arus, tetapi dengan tenaga yang sudah terkuras habis sehingga tidak memungkinkan baginya untuk berenang kembali ke pantai. Jika saja dia tidak membiarkan dan mengalir bersama arus, dia yakin dia pasti sudah tenggelam.
Cerita tsb menunjukkan bahwa pepatah, "Ketika tak ada yang perlu dilakukan, ya jangan ngapa-ngapain," bukanlah teori khayalan. Malahan, itu bisa menjadi kebijaksanaan penyelamat kehidupan. Ketika arus terlalu kuat bagi Anda, itulah saatnya untuk mengalir bersama arus. Ketika Anda mampu bertindak dengan efektif, itulah saatnya untuk mengerahkan upaya.
Sumber : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
Cloud
A Clump of Bamboo Obhasati:
~ Cloud ~
Look at the cloud in the sky, what do you see? Do you see a bear? Do you see a tree? Or you might see other forms? We often do this, don’t we? When we see the clouds in the sky, we often imagine the clouds as certain forms.
If it can be likened, we are a cloud, and that’s how other people looked at us. What often happened is other people give 'assessment' to us based on their 'perception'. Similarly, on the other hand, how we looked others, we also give assessment to them based on our 'perception'.
Actually cloud is just a cloud, it’s not a bear, a tree or other forms. In the same way, we are just our selves, and other people are also their own selves. Could see thing as it is, that’s the real 'honesty'.
-o0o-
Serumpun Bambu Obhasati:
~Awan~
Lihatlah kumpulan awan di langit, apa yang anda lihat? Seekor beruang kah? Sebuah pohon? Atau bentuk-bentuk lainnya? Ini seringkali kita lakukan bukan? Saat kita melihat gumpalan awan di langit, seringkali kita membayangkan awan tersebut akan tampak seperti bentuk-bentuk tertentu.
Jika bisa diibaratkan, diri kita adalah awan, seperti itu pula orang memandang diri kita. Yang terjadi seringkali orang lain memberikan ‘penilaian’ terhadap diri kita berdasarkan ‘persepsi’ mereka. Demikian juga sebaliknya, diri kita dalam memandang orang lain, kita pun menilai mereka berdasarkan ‘persepsi’ kita.
Sesungguhnya awan adalah awan, bukan beruang, pohon ataupun bentuk lainnya. Begitu pula diri kita tetaplah diri kita sendiri, dan orang lain tetaplah diri mereka sendiri. Bisa memandang segala sesuatu apa adanya, disitulah letak ‘kejujuran’ yang sesungguhnya.
By : Lagu Buddhist by Obhasati Foundation
~ Cloud ~
Look at the cloud in the sky, what do you see? Do you see a bear? Do you see a tree? Or you might see other forms? We often do this, don’t we? When we see the clouds in the sky, we often imagine the clouds as certain forms.
If it can be likened, we are a cloud, and that’s how other people looked at us. What often happened is other people give 'assessment' to us based on their 'perception'. Similarly, on the other hand, how we looked others, we also give assessment to them based on our 'perception'.
Actually cloud is just a cloud, it’s not a bear, a tree or other forms. In the same way, we are just our selves, and other people are also their own selves. Could see thing as it is, that’s the real 'honesty'.
-o0o-
Serumpun Bambu Obhasati:
~Awan~
Lihatlah kumpulan awan di langit, apa yang anda lihat? Seekor beruang kah? Sebuah pohon? Atau bentuk-bentuk lainnya? Ini seringkali kita lakukan bukan? Saat kita melihat gumpalan awan di langit, seringkali kita membayangkan awan tersebut akan tampak seperti bentuk-bentuk tertentu.
Jika bisa diibaratkan, diri kita adalah awan, seperti itu pula orang memandang diri kita. Yang terjadi seringkali orang lain memberikan ‘penilaian’ terhadap diri kita berdasarkan ‘persepsi’ mereka. Demikian juga sebaliknya, diri kita dalam memandang orang lain, kita pun menilai mereka berdasarkan ‘persepsi’ kita.
Sesungguhnya awan adalah awan, bukan beruang, pohon ataupun bentuk lainnya. Begitu pula diri kita tetaplah diri kita sendiri, dan orang lain tetaplah diri mereka sendiri. Bisa memandang segala sesuatu apa adanya, disitulah letak ‘kejujuran’ yang sesungguhnya.
By : Lagu Buddhist by Obhasati Foundation
Kenapa Umat Buddha Masih Banyak Yang Pindah Agama?
Buddhistzone.com - Mempelajari Ajaran (Dhamma) Sang Buddha jangan hanya kulitnya saja; kupaslah intisarinya; disana kita akan menemukan Kebenaran dan Kebahagiaan tertinggi.
Di negara kita dewasa ini terdapat lima agama besar yang mengalami perkembangan pesat. Dan kita tidak asing lagi mendengar masing-masing umat dari agama tersebut menyeberang ke agama lain atau kita kenal dengan pindah agama. Salah satu diantaranya adalah agama Buddha. Meskipun banyak kemajuan dan perkembangan, masih tetap ada kendala-kendala yang harus dihadapi umat Buddha sendiri, seperti adanya sebagian orang yang mengaku dirinya beragama Buddha tetapi sama sekali tidak mengenal Ajaran Sang Buddha. Dari sini dapat dimaklumi bila mereka masih belum yakin sepenuhnya pada Ajaran Sang Buddha, sehingga mudah tergoda untuk "menyeberang" dan memeluk agama lain.
Ada lagi yang mengatakan bahwa agama Buddha mengajarkan hal-hal yang suram, dan tidak mengenal kebahagiaan duniawi. Mereka menganggap umat Buddha memandang hidup ini secara pesimis; mereka sungguh memerlukan penjelasan yang tepat dan benar.
Dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha juga menguraikan tentang kebahagiaan hidup berumah tangga, disamping kebahagiaan orang yang meninggalkan kehidupan duniawi; baik kebahagiaan dalam keterikatan maupun kebahagiaan karena terbebas dari ikatan-ikatan; kebahagiaan jasmaniah dan kebahagiaan bathin.
Seorang umat Buddha akan menemukan kenyataan bahwa segala kebahagiaan (duniawi) diatas bersifat sementara (Anicca). Jadi jelaslah bahwa agama Buddha tidaklah pesimis seperti anggapan orang, melainkan bersifat realitis, aktual dan memandang hidup ini secara wajar atau apa adanya.
Di kalangan generasi muda juga sering ditemukan kendala-kendala, yang menghambat karma baik mereka untuk mengenal Buddha Dharma. Mereka sering terikat pada kesenangan semata, tanpa memperdulikan Kebahagiaan sejati. Apabila harapan mereka tidak tercapai mereka akan kecewa, frustasi dan tenggelam lebih jauh di dalam jurang kebodohan.
Salah satu kendala yang sering terlihat adalah bila seorang umat Buddha kebetulan memadu kasih dengan seorang penganut agama yang berbeda. Sering umat Buddha itu dengan mudahnya pindah agama, agar tetap bisa melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya.
Agama Buddha tidak pernah menarik umat dengan janji-janji muluk, pun tidak melarang umatnya untuk pindah agama. Seseorang bebas, dan berhak memilih agama yang dianggapnya paling benar dan sesuai dengan kepribadiannya. Tetapi apakah dengan pindah agama, urusan akan selesai?
Kita sering mendengar ajaran Sang Buddha yang membahas tentang Anicca, yang menyatakan segala sesuatu yang terdiri dari perpaduan unsur-unsur bersifat tidak kekal, selalu berubah. Kehidupan manusia juga begitu, suatu saat kita pasti akan berpisah dengan apa yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, selalu berubah-ubah, menuju kehancuran.
Sang Buddha mengajarkan kita Ehipassiko yaitu undangan untuk dating dan melihat. Bila seseorang datang dan melihat (membuktikan) kebenaran Dharma dengan cara mempraktekkannya, ia akan menerapkan dan menjadikan ajaran Sang Buddha sebagai pedoman hidupnya. Dalam ajaran Sang Buddha tidak pernah dikatakan kepada kita datang hanya untuk percaya, tetapi datang untuk menyelidiki dan membuktikan kebenarannya. Menyelidiki dan membuktikan ajaran Sang Buddha tidak merupakan karma buruk atau berdosa seperti dalam ajaran agama lain, malahan hal itu dianjurkan oleh Sang Buddha sendiri, seperti yang Beliau katakan dalam Kalama Sutta:
"Jangan menerima sesuatu hanya karena wahyu,
Jangan menerima sesuatu hanya karena tradisi yang turun temurun,
Jangan menerima sesuatu atas dasar khabar angin,
Jangan menerima sesuatu hanya karena kitab suci,
Jangan menerima sesuatu hanya berdasarkan logika,
Jangan menerima sesuatu hanya karena pertimbangan nalar,
Jangan menerima sesuatu hanya karena sesuai dengan gagasan,
Jangan menerima sesuatu hanya karena sipembicara orang baik,
Jangan menerima sesuatu hanya karena hal itu disampaikan oleh seorang guru,
Tetapi setelah diamati dan di periksa dengan teliti, kemudian engkau temukan hal itu sebagai sesuatu yang beralasan, berguna dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain maka terimalah dan jadikanlah hal tersebut sebagai pedoman hidup.
Jika ada orang yang menghina agama Buddha janganlah kita marah atau membencinya, sebab dari zaman Sang Buddha sampai saat ini dalam perkembangannya agama Buddha tidak pernah menggunakan kekerasan yang menimbulkan penderitaan bagi umat manusia dan mahkluk-makhluk lainnya. Jangan kita samakan agama Buddha dengan agama lain yang mendapat hinaan dari orang lain, lantas marah, benci, emosi bahkan dapat terjadi pertumpahan darah. Dalam agama Buddha tidak ada istilah "perang suci", karena bagaimanapun perang akan membawa penderitaan seperti korban pembunuhan dan penganiayaan.
Sang Buddha dengan sifat welas asih-Nya mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa apabila ada yang merendahkan diri-Nya (Buddha), Dhamma dan Sangha maka janganlah marah, emosi, tersinggung atau benci, sebaliknya jika ada yang memuji diri-Nya janganlah bahagia, bersukacita. Jika kedua hal itu dilakukan maka akan merugikan diri kita sendiri dan akan menghambat diri kita untuk mencapai tingkat kesucian. Marilah kita lihat khotbah Sang Buddha dalam Brahmajala Sutta ;
Para bhikkhu, bilamana orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha; janganlah karena hal itu kamu membenci, dendam, atau memusuhinya. Bilamana karena hal itu kalian marah atau tersinggung, maka akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian. Apakah kalian dapat merenungkan ucapan mereka itu baik atau buruk?
Tidak demikian, Sang Bhagava
Tetapi, bila mana ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha maka kalian harus menyatakan mana yang salah dan menunjukkan kesalahannya dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini tidak benar atau itu bukan begitu, hal demikian tidak ada pada kami dan bukan kami.
Tetapi, para bhikkhu, bilamana ada orang yang memuji Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha, janganlah karena hal tersebut kamu merasa bangga, gembira, dan bersuka cita. Bila kalian bersikap demikian, maka hal itu akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian. Bilamana orang lain memuji Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha maka kalian harus menyatakan apa yang benar dan menunjukkan faktanya dengan mengatakan, berdasarkan hal ini atau itu, ini benar, itu memang benar, hal itu ada pada kalian dan benar pada kalian.
Umat sering memandang, bahwa agama Buddha sangat terikat pada karma; dan didorong oleh ketakutannya akan Hukum Karma, ketakutan dalam menghadapi kenyataan dan tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga ia pindah ke agama lain. Apakah masalahnya akan selesai begitu saja? Apakah setelah pindah agama lantas ia tidak menderita lagi?
Sang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa suatu perbuatan akan menghasilkan karma apabila adanya cetana atau kehendak untuk melakukannya. Sabda Sang Buddha ini terdapat dalam Anguttara Nikaya III : 415 :
"O bhikkhu, kehendak berbuat (cetana) itulah yang Kunamakan karma. Ada agama lain yang tidak percaya pada Hukum Karma tetapi mereka percaya pada balasan dari Tuhan. Sebenarnya balasan dari Tuhan itulah sebenarnya Hukum Karma (Hukum perbuatan). Dari sinilah penulis berpendapat, bahwa secara tidak langsung agama lain pun meyakini Hukum Karma, disamping masih percaya dan berpegang teguh pada takdir, sehingga meskipun pindah agama, Hukum Karma masih tetap berlaku pada kita.
Jika seorang umat Buddha mengatakan bahwa ia tidak pernah bahagia dalam agama Buddha kemudian pindah ke agama lain, maka hal ini adalah wajar-wajar saja. Jika umat tersebut mengatakan demikian apakah ia mengenal ajaran Sang Buddha atau sekedar agama Buddha KTP atau Tradisi? Penulis yakin jika umat yang belajar Dharma dengan tekun dan rajin serta sering mengikuti kebhaktian maka dia tidak akan pernah dapat dipengaruhi untuk pindah agama. Hanya umat Buddha KTP dan tradisilah yang paling sering pindah ke agama lain karena janji yang muluk-muluk dari agama tersebut.
Ada agama yang menyebarkan ajarannya dengan bujuk rayu dengan janji-janji muluk. Bahkan penyebarannya dari rumah-ke rumah, demikianlah mereka mencari umat dengan cara mengobral ke sana-sini tanpa mengenal lelah. Jika ada umat Buddha yang tidak berpengetahuan tentang agama Buddha, akan mengikuti agama mereka.
Agama Buddha tidak pernah mengobral ajaran Sang Buddha ke sana-sini dengan tujuan mencari umat, karena agama Buddha meyakini Hukum Karma, jika orang tersebut mempunyai kaitan karma dengan agama Buddha maka ia akan datang dan tidak akan beralih lagi.
Penulis berpendapat bahwa umat Buddha yang mudah pindah agama disebabkan oleh :
1. Kurangnya pengetahuan tentang agama Buddha. (Umat Buddha KTP & Tradisi).
2. Tidak menggunakan logikanya atau akal sehat terhadap janji-janji muluk.
3. Terpaksa (misalnya umat Buddha sakit dan ingin berobat atau pinjam uang ke orang beda agama, orang tersebut akan meminjamkan uang bahkan akan membantunya jika si sakit pindah ke agamanya).
Seorang umat Buddha yang baik harus mempunyai prinsip dan tidak mudah tergoyahkan oleh isu-isu yang merusak. Jika ada informasi-informasi yang mencemarkan agama Buddha, buktikan dan selidikilah sesuai yang tercantum didalam Kalama Sutta. Sang Buddha juga menyatakan dalam Dhammapada tentang prinsip sesorang bijaksana; Dhammapada ; Bab VI : 81, Orang Bijaksana, "Laksana sebuah batu karang yang tak tergoyahkan angin, maka demikian pula para bijaksana tak tergoyahkan oleh celaan dan pujian
Saya harapkan kepada seluruh umat Buddha , pada zaman sekarang ini banyak sekali cara-cara yang digunakan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk mempromosikan ajarannya dengan janji yang muluk-muluk dan mencaci maki ajaran yang lain. Semua ajaran itu tidak akan mempengaruhi kita jika kita menerimanya dengan analisa yang lebih mendalam. Yakinlah saudara-saudari se-Dharma bahwa tidak ada ajaran yang dapat membuat kita suci tanpa usaha dari kita sendiri. Walaupun ajarannya bagus tetapi kita malas mempraktekkannya juga sia-sia. Suci atau tidaknya adalah tergantung pada diri kita sendiri. Seperti yang disabdakan Sang Buddha dalam Dhammapada Bab XII : 165 tentang Diri Sendiri ;
"Oleh diri sendiri Kejahatan dilakukan,
Oleh diri sendiri pula seseorang ternoda,
Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan,
Oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci,
Suci atau tidak suci itu tergantung pada diri sendiri,
Tak seorang pun dapat menyucikan orang lain.
Jika ada ajaran yang mengatakan dengan di-tisarana atau dibaptis bisa langsung suci, kaya dan sebagainya tanpa melalui usaha, ini adalah omong kosong.
Demikianlah naskah ini saya buat. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Semoga semua makhluk hidup dalam keadaan tenang, tentram, sejahtera dan berbahagia.
Sabbe satta averahontu, Sabbe satta bhavantu sukkhitatha...
Sadhu...Sadhu,....Sadhu,..
[Dikutip dari fb Artikel Buddhis; Majalah Manggala edisi 40 tahun 1993; oleh Pandita Aryananda.S.]
Di negara kita dewasa ini terdapat lima agama besar yang mengalami perkembangan pesat. Dan kita tidak asing lagi mendengar masing-masing umat dari agama tersebut menyeberang ke agama lain atau kita kenal dengan pindah agama. Salah satu diantaranya adalah agama Buddha. Meskipun banyak kemajuan dan perkembangan, masih tetap ada kendala-kendala yang harus dihadapi umat Buddha sendiri, seperti adanya sebagian orang yang mengaku dirinya beragama Buddha tetapi sama sekali tidak mengenal Ajaran Sang Buddha. Dari sini dapat dimaklumi bila mereka masih belum yakin sepenuhnya pada Ajaran Sang Buddha, sehingga mudah tergoda untuk "menyeberang" dan memeluk agama lain.
Ada lagi yang mengatakan bahwa agama Buddha mengajarkan hal-hal yang suram, dan tidak mengenal kebahagiaan duniawi. Mereka menganggap umat Buddha memandang hidup ini secara pesimis; mereka sungguh memerlukan penjelasan yang tepat dan benar.
Dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha juga menguraikan tentang kebahagiaan hidup berumah tangga, disamping kebahagiaan orang yang meninggalkan kehidupan duniawi; baik kebahagiaan dalam keterikatan maupun kebahagiaan karena terbebas dari ikatan-ikatan; kebahagiaan jasmaniah dan kebahagiaan bathin.
Seorang umat Buddha akan menemukan kenyataan bahwa segala kebahagiaan (duniawi) diatas bersifat sementara (Anicca). Jadi jelaslah bahwa agama Buddha tidaklah pesimis seperti anggapan orang, melainkan bersifat realitis, aktual dan memandang hidup ini secara wajar atau apa adanya.
Di kalangan generasi muda juga sering ditemukan kendala-kendala, yang menghambat karma baik mereka untuk mengenal Buddha Dharma. Mereka sering terikat pada kesenangan semata, tanpa memperdulikan Kebahagiaan sejati. Apabila harapan mereka tidak tercapai mereka akan kecewa, frustasi dan tenggelam lebih jauh di dalam jurang kebodohan.
Salah satu kendala yang sering terlihat adalah bila seorang umat Buddha kebetulan memadu kasih dengan seorang penganut agama yang berbeda. Sering umat Buddha itu dengan mudahnya pindah agama, agar tetap bisa melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya.
Agama Buddha tidak pernah menarik umat dengan janji-janji muluk, pun tidak melarang umatnya untuk pindah agama. Seseorang bebas, dan berhak memilih agama yang dianggapnya paling benar dan sesuai dengan kepribadiannya. Tetapi apakah dengan pindah agama, urusan akan selesai?
Kita sering mendengar ajaran Sang Buddha yang membahas tentang Anicca, yang menyatakan segala sesuatu yang terdiri dari perpaduan unsur-unsur bersifat tidak kekal, selalu berubah. Kehidupan manusia juga begitu, suatu saat kita pasti akan berpisah dengan apa yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, selalu berubah-ubah, menuju kehancuran.
Sang Buddha mengajarkan kita Ehipassiko yaitu undangan untuk dating dan melihat. Bila seseorang datang dan melihat (membuktikan) kebenaran Dharma dengan cara mempraktekkannya, ia akan menerapkan dan menjadikan ajaran Sang Buddha sebagai pedoman hidupnya. Dalam ajaran Sang Buddha tidak pernah dikatakan kepada kita datang hanya untuk percaya, tetapi datang untuk menyelidiki dan membuktikan kebenarannya. Menyelidiki dan membuktikan ajaran Sang Buddha tidak merupakan karma buruk atau berdosa seperti dalam ajaran agama lain, malahan hal itu dianjurkan oleh Sang Buddha sendiri, seperti yang Beliau katakan dalam Kalama Sutta:
"Jangan menerima sesuatu hanya karena wahyu,
Jangan menerima sesuatu hanya karena tradisi yang turun temurun,
Jangan menerima sesuatu atas dasar khabar angin,
Jangan menerima sesuatu hanya karena kitab suci,
Jangan menerima sesuatu hanya berdasarkan logika,
Jangan menerima sesuatu hanya karena pertimbangan nalar,
Jangan menerima sesuatu hanya karena sesuai dengan gagasan,
Jangan menerima sesuatu hanya karena sipembicara orang baik,
Jangan menerima sesuatu hanya karena hal itu disampaikan oleh seorang guru,
Tetapi setelah diamati dan di periksa dengan teliti, kemudian engkau temukan hal itu sebagai sesuatu yang beralasan, berguna dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain maka terimalah dan jadikanlah hal tersebut sebagai pedoman hidup.
Jika ada orang yang menghina agama Buddha janganlah kita marah atau membencinya, sebab dari zaman Sang Buddha sampai saat ini dalam perkembangannya agama Buddha tidak pernah menggunakan kekerasan yang menimbulkan penderitaan bagi umat manusia dan mahkluk-makhluk lainnya. Jangan kita samakan agama Buddha dengan agama lain yang mendapat hinaan dari orang lain, lantas marah, benci, emosi bahkan dapat terjadi pertumpahan darah. Dalam agama Buddha tidak ada istilah "perang suci", karena bagaimanapun perang akan membawa penderitaan seperti korban pembunuhan dan penganiayaan.
Sang Buddha dengan sifat welas asih-Nya mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa apabila ada yang merendahkan diri-Nya (Buddha), Dhamma dan Sangha maka janganlah marah, emosi, tersinggung atau benci, sebaliknya jika ada yang memuji diri-Nya janganlah bahagia, bersukacita. Jika kedua hal itu dilakukan maka akan merugikan diri kita sendiri dan akan menghambat diri kita untuk mencapai tingkat kesucian. Marilah kita lihat khotbah Sang Buddha dalam Brahmajala Sutta ;
Para bhikkhu, bilamana orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha; janganlah karena hal itu kamu membenci, dendam, atau memusuhinya. Bilamana karena hal itu kalian marah atau tersinggung, maka akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian. Apakah kalian dapat merenungkan ucapan mereka itu baik atau buruk?
Tidak demikian, Sang Bhagava
Tetapi, bila mana ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha maka kalian harus menyatakan mana yang salah dan menunjukkan kesalahannya dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini tidak benar atau itu bukan begitu, hal demikian tidak ada pada kami dan bukan kami.
Tetapi, para bhikkhu, bilamana ada orang yang memuji Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha, janganlah karena hal tersebut kamu merasa bangga, gembira, dan bersuka cita. Bila kalian bersikap demikian, maka hal itu akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian. Bilamana orang lain memuji Saya (Buddha), Dhamma dan Sangha maka kalian harus menyatakan apa yang benar dan menunjukkan faktanya dengan mengatakan, berdasarkan hal ini atau itu, ini benar, itu memang benar, hal itu ada pada kalian dan benar pada kalian.
Umat sering memandang, bahwa agama Buddha sangat terikat pada karma; dan didorong oleh ketakutannya akan Hukum Karma, ketakutan dalam menghadapi kenyataan dan tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga ia pindah ke agama lain. Apakah masalahnya akan selesai begitu saja? Apakah setelah pindah agama lantas ia tidak menderita lagi?
Sang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa suatu perbuatan akan menghasilkan karma apabila adanya cetana atau kehendak untuk melakukannya. Sabda Sang Buddha ini terdapat dalam Anguttara Nikaya III : 415 :
"O bhikkhu, kehendak berbuat (cetana) itulah yang Kunamakan karma. Ada agama lain yang tidak percaya pada Hukum Karma tetapi mereka percaya pada balasan dari Tuhan. Sebenarnya balasan dari Tuhan itulah sebenarnya Hukum Karma (Hukum perbuatan). Dari sinilah penulis berpendapat, bahwa secara tidak langsung agama lain pun meyakini Hukum Karma, disamping masih percaya dan berpegang teguh pada takdir, sehingga meskipun pindah agama, Hukum Karma masih tetap berlaku pada kita.
Jika seorang umat Buddha mengatakan bahwa ia tidak pernah bahagia dalam agama Buddha kemudian pindah ke agama lain, maka hal ini adalah wajar-wajar saja. Jika umat tersebut mengatakan demikian apakah ia mengenal ajaran Sang Buddha atau sekedar agama Buddha KTP atau Tradisi? Penulis yakin jika umat yang belajar Dharma dengan tekun dan rajin serta sering mengikuti kebhaktian maka dia tidak akan pernah dapat dipengaruhi untuk pindah agama. Hanya umat Buddha KTP dan tradisilah yang paling sering pindah ke agama lain karena janji yang muluk-muluk dari agama tersebut.
Ada agama yang menyebarkan ajarannya dengan bujuk rayu dengan janji-janji muluk. Bahkan penyebarannya dari rumah-ke rumah, demikianlah mereka mencari umat dengan cara mengobral ke sana-sini tanpa mengenal lelah. Jika ada umat Buddha yang tidak berpengetahuan tentang agama Buddha, akan mengikuti agama mereka.
Agama Buddha tidak pernah mengobral ajaran Sang Buddha ke sana-sini dengan tujuan mencari umat, karena agama Buddha meyakini Hukum Karma, jika orang tersebut mempunyai kaitan karma dengan agama Buddha maka ia akan datang dan tidak akan beralih lagi.
Penulis berpendapat bahwa umat Buddha yang mudah pindah agama disebabkan oleh :
1. Kurangnya pengetahuan tentang agama Buddha. (Umat Buddha KTP & Tradisi).
2. Tidak menggunakan logikanya atau akal sehat terhadap janji-janji muluk.
3. Terpaksa (misalnya umat Buddha sakit dan ingin berobat atau pinjam uang ke orang beda agama, orang tersebut akan meminjamkan uang bahkan akan membantunya jika si sakit pindah ke agamanya).
Seorang umat Buddha yang baik harus mempunyai prinsip dan tidak mudah tergoyahkan oleh isu-isu yang merusak. Jika ada informasi-informasi yang mencemarkan agama Buddha, buktikan dan selidikilah sesuai yang tercantum didalam Kalama Sutta. Sang Buddha juga menyatakan dalam Dhammapada tentang prinsip sesorang bijaksana; Dhammapada ; Bab VI : 81, Orang Bijaksana, "Laksana sebuah batu karang yang tak tergoyahkan angin, maka demikian pula para bijaksana tak tergoyahkan oleh celaan dan pujian
Saya harapkan kepada seluruh umat Buddha , pada zaman sekarang ini banyak sekali cara-cara yang digunakan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk mempromosikan ajarannya dengan janji yang muluk-muluk dan mencaci maki ajaran yang lain. Semua ajaran itu tidak akan mempengaruhi kita jika kita menerimanya dengan analisa yang lebih mendalam. Yakinlah saudara-saudari se-Dharma bahwa tidak ada ajaran yang dapat membuat kita suci tanpa usaha dari kita sendiri. Walaupun ajarannya bagus tetapi kita malas mempraktekkannya juga sia-sia. Suci atau tidaknya adalah tergantung pada diri kita sendiri. Seperti yang disabdakan Sang Buddha dalam Dhammapada Bab XII : 165 tentang Diri Sendiri ;
"Oleh diri sendiri Kejahatan dilakukan,
Oleh diri sendiri pula seseorang ternoda,
Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan,
Oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci,
Suci atau tidak suci itu tergantung pada diri sendiri,
Tak seorang pun dapat menyucikan orang lain.
Jika ada ajaran yang mengatakan dengan di-tisarana atau dibaptis bisa langsung suci, kaya dan sebagainya tanpa melalui usaha, ini adalah omong kosong.
Demikianlah naskah ini saya buat. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Semoga semua makhluk hidup dalam keadaan tenang, tentram, sejahtera dan berbahagia.
Sabbe satta averahontu, Sabbe satta bhavantu sukkhitatha...
Sadhu...Sadhu,....Sadhu,..
[Dikutip dari fb Artikel Buddhis; Majalah Manggala edisi 40 tahun 1993; oleh Pandita Aryananda.S.]
Antara Agama dan Tradisi
" Yo ca vassasatam jive apassam dhammam uttamam ekaham jivitam seyyo passato dhammam uttaman ", Arti: Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat Kebenaran Luhur, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat Kebenaran Luhur". (Dhammapada : 115)
Buddha memberikan nasihat kepada para siswa-Nya agar tidak mempercayai sesuatu hanya karena hal tersebut merupakan tradisi yang telah turun-temurun atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat itu. Namun demikian, kita tidak dianjurkan untuk membuang semua tradisi secara mendadak. Petunjuk Buddha sebagai berikut; "Engkau harus mencoba tradisi tersebut dan menguji sepenuhnya. Jika tradisi itu masuk akal dan mendatangkan kebahagiaan bagimu dan kesejahteraan bagi orang lain, hanya dengan demikian kamu seharusnya menerima dan mempraktikkan tradisi tersebut".(Kalama Sutta). Toleransi terhadap tradisi yang terdapat dalam Agama Buddha memang tidak didapati dalam agama-agama yang berkembang. Bagi agama-agama yang ada, biasanya memberikan nasihat kepada umatnya yang baru memahami ajaran tersebut dianjurkan untuk membuang semua tradisi dan budayanya tanpa dianjurkan untuk mengamati apakah tradisi itu baik atau kurang baik. Namun demikian, Buddha menganjurkan agar tradisi yang dikembankan tetap berada dalam kerangka keagamaan. Jika seseorang sangat taat terhadap tradisi yang tidak berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan, mereka dapat diperbolehkan asalkan tidak mengatasnamakan agama atau pun tidak membahayakan bagi dirinya sendiri maupun kehidupan orang lain.
Umat Buddha dalam tidak debenarkan apabila dalam menjalankan tradisi dan perayaan keagamaan dengan bersenang-senang dibawah pengaruh kepuasan nafsu atau dengan melaksanakan pesta dengan mengorbankan makhluk. Umat Buddha dalam melaksanakan tradisi hari raya dengan sikap yang berbeda, pada hari tersebut justru menyisihkan waktu untuk menjauhkan diri dari tindakan yang tidak baik dan memupuk perbuatan yang mulya seperti berdana, menolong orang atau makhluk lain agar terbebas dari penderitaan. Suatu tradisi yang dileburkan dalam konteks keagamaan dapat membuat kekeliruan dalam memahami suatu agama, namun sebaliknya, agama tanpa dibarengi dengan tradisi dan perayaan akan membosankan bagi umatnya. Kebiasaan yang sangat menonjol bagi kalangan anak-anak dan kaum muda justru penghargaan suatu agama karena adanya tradisi perayaan keagamaannya. Banyak dari kelompok umat beragama yang tertarik pada suatu agama kerana kemegahan upacara maupun perayaannya, sementara ada sebagian penganut agama yang lebih suka mempraktikan dan merenungkannya di dalam hati. Melihat perkembangan suatu agama dan jalan bagi para penganut agama yang berbeda-beda itu, maka tidak mengherankan apa bila dalam Agama Buddha terdapat bermacam-macam kelompok atau aliran.
Pendekatan paktik-praktik keagamaan tidak lepas dari tradisi, agama tidak serta merta lepas dari tradisi. Namun demikian, tradisi yang dikembangkan dalam konsep keagamaan Buddha seharusnya tradisi yang didasarkan pada nilai-nilai keimanan, rasa takut, rasionalitas, dan kelembutan. Keimanan akan menjadi dasar dalam praktek keagamaan yang dikembangkan untuk mengatasi rasa takut. Iman didasari oleh keinginan untuk memperoleh rasa percaya diri dalam menghadapi ketidakpastian hidup dan nasib manusia. Beberapa praktik keagamaan tumbuh sebagai hasil pengembangan pengetahuan, pengalaman intuisi, dan kebijaksanaan manusia. Pendekatan rasional dalam Agama Buddha merupakan penggabungan prinsip-prinsip dari nilai-nilai manusia dan hukum alam maupun hukum universal. Disebutkan dalam Sabda Buddha yang tercatat dalam Kitab Dhammapada " Harumnya bungga tak dapat melawan arah angin, begitu juga harumnya kayu cendana, bungga tagara dan melati. Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan arah angin; harumnya nama orang bajik menyebar ke segenap penjuru".(Dhammapada: 54)
Ajaran Buddha merupakan ajaran yang menuntun pada indivudu untuk memiliki rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri. Hukum sebab-akibat atau hukum karma yang diajarkan oleh Buddha dilandasi pada prinsip menolong diri sendiri, bertanggung jawab atau kebahagiaan, penderitaan, bahkan keselamatannya sendiri.
Agama dalam konsep kebijaksanaan didasarkan pada konsep penerapan akal-budi dan berusaha untuk memahami hidup dan kenyataan dalam kondisi kehidupan duniawi melalui pengetahuan analitis. Cetana atau niat baik adalah unsur umum yang diajarkan dalam konsep agama. Agama akan memberikan kedamaian bagi pengikutnya karena dilandasi pada prinsip tidak menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Dalam sabda Buddha dinyatakan sebagai berikut " Orang yang pikirannya tidak dikuasai nafsu dan kebencian, telah mengatasi keadaan baik dan buruk; maka orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan". (Dhammapada: 39)
Buddha memberikan nasihat kepada para siswa-Nya agar tidak mempercayai sesuatu hanya karena hal tersebut merupakan tradisi yang telah turun-temurun atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat itu. Namun demikian, kita tidak dianjurkan untuk membuang semua tradisi secara mendadak. Petunjuk Buddha sebagai berikut; "Engkau harus mencoba tradisi tersebut dan menguji sepenuhnya. Jika tradisi itu masuk akal dan mendatangkan kebahagiaan bagimu dan kesejahteraan bagi orang lain, hanya dengan demikian kamu seharusnya menerima dan mempraktikkan tradisi tersebut".(Kalama Sutta). Toleransi terhadap tradisi yang terdapat dalam Agama Buddha memang tidak didapati dalam agama-agama yang berkembang. Bagi agama-agama yang ada, biasanya memberikan nasihat kepada umatnya yang baru memahami ajaran tersebut dianjurkan untuk membuang semua tradisi dan budayanya tanpa dianjurkan untuk mengamati apakah tradisi itu baik atau kurang baik. Namun demikian, Buddha menganjurkan agar tradisi yang dikembankan tetap berada dalam kerangka keagamaan. Jika seseorang sangat taat terhadap tradisi yang tidak berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan, mereka dapat diperbolehkan asalkan tidak mengatasnamakan agama atau pun tidak membahayakan bagi dirinya sendiri maupun kehidupan orang lain.
Umat Buddha dalam tidak debenarkan apabila dalam menjalankan tradisi dan perayaan keagamaan dengan bersenang-senang dibawah pengaruh kepuasan nafsu atau dengan melaksanakan pesta dengan mengorbankan makhluk. Umat Buddha dalam melaksanakan tradisi hari raya dengan sikap yang berbeda, pada hari tersebut justru menyisihkan waktu untuk menjauhkan diri dari tindakan yang tidak baik dan memupuk perbuatan yang mulya seperti berdana, menolong orang atau makhluk lain agar terbebas dari penderitaan. Suatu tradisi yang dileburkan dalam konteks keagamaan dapat membuat kekeliruan dalam memahami suatu agama, namun sebaliknya, agama tanpa dibarengi dengan tradisi dan perayaan akan membosankan bagi umatnya. Kebiasaan yang sangat menonjol bagi kalangan anak-anak dan kaum muda justru penghargaan suatu agama karena adanya tradisi perayaan keagamaannya. Banyak dari kelompok umat beragama yang tertarik pada suatu agama kerana kemegahan upacara maupun perayaannya, sementara ada sebagian penganut agama yang lebih suka mempraktikan dan merenungkannya di dalam hati. Melihat perkembangan suatu agama dan jalan bagi para penganut agama yang berbeda-beda itu, maka tidak mengherankan apa bila dalam Agama Buddha terdapat bermacam-macam kelompok atau aliran.
Pendekatan paktik-praktik keagamaan tidak lepas dari tradisi, agama tidak serta merta lepas dari tradisi. Namun demikian, tradisi yang dikembangkan dalam konsep keagamaan Buddha seharusnya tradisi yang didasarkan pada nilai-nilai keimanan, rasa takut, rasionalitas, dan kelembutan. Keimanan akan menjadi dasar dalam praktek keagamaan yang dikembangkan untuk mengatasi rasa takut. Iman didasari oleh keinginan untuk memperoleh rasa percaya diri dalam menghadapi ketidakpastian hidup dan nasib manusia. Beberapa praktik keagamaan tumbuh sebagai hasil pengembangan pengetahuan, pengalaman intuisi, dan kebijaksanaan manusia. Pendekatan rasional dalam Agama Buddha merupakan penggabungan prinsip-prinsip dari nilai-nilai manusia dan hukum alam maupun hukum universal. Disebutkan dalam Sabda Buddha yang tercatat dalam Kitab Dhammapada " Harumnya bungga tak dapat melawan arah angin, begitu juga harumnya kayu cendana, bungga tagara dan melati. Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan arah angin; harumnya nama orang bajik menyebar ke segenap penjuru".(Dhammapada: 54)
Ajaran Buddha merupakan ajaran yang menuntun pada indivudu untuk memiliki rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri. Hukum sebab-akibat atau hukum karma yang diajarkan oleh Buddha dilandasi pada prinsip menolong diri sendiri, bertanggung jawab atau kebahagiaan, penderitaan, bahkan keselamatannya sendiri.
Agama dalam konsep kebijaksanaan didasarkan pada konsep penerapan akal-budi dan berusaha untuk memahami hidup dan kenyataan dalam kondisi kehidupan duniawi melalui pengetahuan analitis. Cetana atau niat baik adalah unsur umum yang diajarkan dalam konsep agama. Agama akan memberikan kedamaian bagi pengikutnya karena dilandasi pada prinsip tidak menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Dalam sabda Buddha dinyatakan sebagai berikut " Orang yang pikirannya tidak dikuasai nafsu dan kebencian, telah mengatasi keadaan baik dan buruk; maka orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan". (Dhammapada: 39)
10 TYPE COWOK YANG DIHINDARI CEWEK
Tidak juga punya pacar atau selalu dijauhi wanita ? Mungkin anda mempunyai salah satu ciri-ciri pria yang selalu dihindari wanita. Apa saja itu ? Yuk kita simak satu per satu.
Apa rasanya berhasil mengajak wanita impian, tapi setelah kencan pertama si idaman hati terlihat seperti menghindar. di telepon susah, SMS tidak dibalas, diajak pergi selalu menolak……..hmm, jangan-jangan ada yang salah di kencan pertama. Jangan-jangan anda masuk dalam kategori pria yang harus dihindarinya.
1. Si Sombong
Pria semacam ini hobinya menyombongkan kelebihannya. Boleh sih promosi diri, tapi nggak perlu di kencan pertama sudah menyombongkan soal deretan mobil di garasi, tempat-tempat yang pernah dikunjungi di luar negeri, atau berapa cewek yang sudah dikencani minggu ini. Apalagi kalau sambil membandingkan si dia dengan orang lain, kemungkinan besar pasangan anda sudah menguap sebelum kencan berakhir.
2. Si Jorok
Kencan pertama tak ada salahnya berusaha lebih keras untuk membuat kean yang baik. Tampil lebih rapi, sisir rambut dulu dan jangan lupa gosok gigi. Kencan pertama adalah saat yang menentukan , jika Anda terlihattidak peduli dan tampil seadanya , baju lecek, rambut berantakan, bau matahri, ya jangan kaget kalau si dia akan menghindar ketika diajak kencan lagi.
3. Si Kasar
Ketika makan di resto tau mengunjungi tempat umum, pastikan anda bersikap ramah kepada petugas atau pelayan di restoran. Jika anda terlihat kasar bahkan emosional pada orang lain, si dia akn berpikir dua kali kepada anda. Dia pasti berpikir, pada orang lain saja anda bisa kasar , tak tertutup kemungkinan di masa depan Anda juga bisa berbuat sama kepadanya.
4. Si Pelit
Nggak ada salahnya mentraktir gebetan di kencan pertama . Wanita pun kadang tak keberatan membagi untuk membayar tagihan kepada anda. Tapi klau dari awal sudah terlihat perhitungan , poin Anda bisa jatuh. Wanita tidak bisa membayangkan menghabiskan hidupnya bersama pria yang menguntit tiap rupiah yang dia miliki.
5. Si Agresif
Jangan buru-buru menggandeng tangannya kalau belum ada sinyal positif. Lihat dulu tanda-tanda positif dari dirinya baru bertindak. Main gandeng sembarangan sebelum ada sinyal mengizinkan bisa bikin dia risih , karena merasa Anda pria yang agresif dan kurang menghormati wanita.
6. Si Penilai
Baru satu jam berkencan Anda lalu berkata, “..oh aku tahu kamu type wanita yang…….”. Hmmm sebaiknya tahan dulu penilaian anda setelah kencan kedua atau ketiga. Jika penilaian Anda salah, bisa jadi ia tersinggung.
7. Si Ribet
Kencan pertama adalah saatnya saling mengenal. Tapi apa jadinya kalau Anda sibuk menelepon dan SMS-an, memang anda tidak bisa memusatkan perhatian anda padanya, mungkin saja Anda sebenarnya tak tertarik padanya. Jika memang serius, tinggalkan telepon Anda sebentar saja ketika sedang bersama dengan si dia.
8. Si Bisnisman
Baru kenal sudah ngomongin bisnis terus. Mulai MLM sampai bisnis pulsa elektrik. Kencan yang romantis berubah menjadi ajang bisnis. Tak ada salahnya bersemangat dalam mengenalkan bisnis, tapi pilih waktu yang tepat untuk menceritakan semu itu. Yang jelas waktunya bukan di kencan pertama. Kenali dia lebih dulu sebelum menawarkan bisnis apa yang cocok untuknya.
9. Si Gugup
Nggak mau menatap teman kencannya, kalau bicara terbata-bata,nggak fokus ketika diajak bicara, itulah tanda-tanda si Gugup. Wanita senang pada pria yang percaya diri. Yakinkan pada diri sendiri kalau anda akan baik-baik saja.
10. Si Tukang Keluh
Sedikit-sedikit mengeluh. Pusing lah, pilek, bos marah, semuanya serba susah. Lama-lama, pasangan anda juga akan bosan jika obrolan selalu diisi dengan keluhan-keluhan melulu.
Apa rasanya berhasil mengajak wanita impian, tapi setelah kencan pertama si idaman hati terlihat seperti menghindar. di telepon susah, SMS tidak dibalas, diajak pergi selalu menolak……..hmm, jangan-jangan ada yang salah di kencan pertama. Jangan-jangan anda masuk dalam kategori pria yang harus dihindarinya.
1. Si Sombong
Pria semacam ini hobinya menyombongkan kelebihannya. Boleh sih promosi diri, tapi nggak perlu di kencan pertama sudah menyombongkan soal deretan mobil di garasi, tempat-tempat yang pernah dikunjungi di luar negeri, atau berapa cewek yang sudah dikencani minggu ini. Apalagi kalau sambil membandingkan si dia dengan orang lain, kemungkinan besar pasangan anda sudah menguap sebelum kencan berakhir.
2. Si Jorok
Kencan pertama tak ada salahnya berusaha lebih keras untuk membuat kean yang baik. Tampil lebih rapi, sisir rambut dulu dan jangan lupa gosok gigi. Kencan pertama adalah saat yang menentukan , jika Anda terlihattidak peduli dan tampil seadanya , baju lecek, rambut berantakan, bau matahri, ya jangan kaget kalau si dia akan menghindar ketika diajak kencan lagi.
3. Si Kasar
Ketika makan di resto tau mengunjungi tempat umum, pastikan anda bersikap ramah kepada petugas atau pelayan di restoran. Jika anda terlihat kasar bahkan emosional pada orang lain, si dia akn berpikir dua kali kepada anda. Dia pasti berpikir, pada orang lain saja anda bisa kasar , tak tertutup kemungkinan di masa depan Anda juga bisa berbuat sama kepadanya.
4. Si Pelit
Nggak ada salahnya mentraktir gebetan di kencan pertama . Wanita pun kadang tak keberatan membagi untuk membayar tagihan kepada anda. Tapi klau dari awal sudah terlihat perhitungan , poin Anda bisa jatuh. Wanita tidak bisa membayangkan menghabiskan hidupnya bersama pria yang menguntit tiap rupiah yang dia miliki.
5. Si Agresif
Jangan buru-buru menggandeng tangannya kalau belum ada sinyal positif. Lihat dulu tanda-tanda positif dari dirinya baru bertindak. Main gandeng sembarangan sebelum ada sinyal mengizinkan bisa bikin dia risih , karena merasa Anda pria yang agresif dan kurang menghormati wanita.
6. Si Penilai
Baru satu jam berkencan Anda lalu berkata, “..oh aku tahu kamu type wanita yang…….”. Hmmm sebaiknya tahan dulu penilaian anda setelah kencan kedua atau ketiga. Jika penilaian Anda salah, bisa jadi ia tersinggung.
7. Si Ribet
Kencan pertama adalah saatnya saling mengenal. Tapi apa jadinya kalau Anda sibuk menelepon dan SMS-an, memang anda tidak bisa memusatkan perhatian anda padanya, mungkin saja Anda sebenarnya tak tertarik padanya. Jika memang serius, tinggalkan telepon Anda sebentar saja ketika sedang bersama dengan si dia.
8. Si Bisnisman
Baru kenal sudah ngomongin bisnis terus. Mulai MLM sampai bisnis pulsa elektrik. Kencan yang romantis berubah menjadi ajang bisnis. Tak ada salahnya bersemangat dalam mengenalkan bisnis, tapi pilih waktu yang tepat untuk menceritakan semu itu. Yang jelas waktunya bukan di kencan pertama. Kenali dia lebih dulu sebelum menawarkan bisnis apa yang cocok untuknya.
9. Si Gugup
Nggak mau menatap teman kencannya, kalau bicara terbata-bata,nggak fokus ketika diajak bicara, itulah tanda-tanda si Gugup. Wanita senang pada pria yang percaya diri. Yakinkan pada diri sendiri kalau anda akan baik-baik saja.
10. Si Tukang Keluh
Sedikit-sedikit mengeluh. Pusing lah, pilek, bos marah, semuanya serba susah. Lama-lama, pasangan anda juga akan bosan jika obrolan selalu diisi dengan keluhan-keluhan melulu.
Jumat
Ini hari Jumat
hadapi dengan semangat
Ciptakan suasana hangat
Jangan lupa menyapa sahabat
Sediakan dunkin donat
Dengan secangkir kopi yg nikmat
Dapat Menghilangkan penat
Jadi haruslah semangat
hadapi dengan semangat
Ciptakan suasana hangat
Jangan lupa menyapa sahabat
Sediakan dunkin donat
Dengan secangkir kopi yg nikmat
Dapat Menghilangkan penat
Jadi haruslah semangat
Fakta Aneh
1. Kalo Circle-K & 7 Eleven itu buka 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan 12 bulan setahun, lalu kenapa di pintunya ada lobang kunci?
2. Katanya wajan teflon itu anti lengket. Lalu kenapa stiker merk bisa lengket di permukaan anti lengket itu?
3. Jarum suntik di-sterilkan supaya tidak terjadi infeksi yang bisa bikin pasien mati.
Lalu ada orang dihukum mati dengan cara suntik.
Kenapa jarum untuk hukuman mati juga perlu di-steril dulu ?
4. Kalo kura-kura kehilangan tempurungnya, dia jadi gelandangan atau telanjang?
5. Kalo olive oil berasal dari buah olive, avocado oil dari alpukat, corn oil dari jagung, lalu baby oil dari mana ?
6. Apa yang terjadi kalo ada orang kaget setengah mati, lalu mengalaminya dua kali ?
7. Kalo “kotak Hitam (black box)” di pesawat itu tidak bisa hancur, kenapa mereka nggak bikin seluruh pesawat dari bahan yang sama ?
8. ada lagi yang aneh…
kalo sate ayam dari daging ayam, sate kambing dari daging kambing, sate kelinci dari daging kelinci, terus sate padang dari daging (orang) padang ??
mudah-mudahan enggak…
9. Kalo ada orang mengalami ketagihan (apapun), maka dianjurkan untuk konseling. Kalo ada orang ketagihan konseling, maka dianjurkan untuk..???
10. Kenapa Tulisan ini masih terus dibaca ? Perlu konseling ?? :-p
2. Katanya wajan teflon itu anti lengket. Lalu kenapa stiker merk bisa lengket di permukaan anti lengket itu?
3. Jarum suntik di-sterilkan supaya tidak terjadi infeksi yang bisa bikin pasien mati.
Lalu ada orang dihukum mati dengan cara suntik.
Kenapa jarum untuk hukuman mati juga perlu di-steril dulu ?
4. Kalo kura-kura kehilangan tempurungnya, dia jadi gelandangan atau telanjang?
5. Kalo olive oil berasal dari buah olive, avocado oil dari alpukat, corn oil dari jagung, lalu baby oil dari mana ?
6. Apa yang terjadi kalo ada orang kaget setengah mati, lalu mengalaminya dua kali ?
7. Kalo “kotak Hitam (black box)” di pesawat itu tidak bisa hancur, kenapa mereka nggak bikin seluruh pesawat dari bahan yang sama ?
8. ada lagi yang aneh…
kalo sate ayam dari daging ayam, sate kambing dari daging kambing, sate kelinci dari daging kelinci, terus sate padang dari daging (orang) padang ??
mudah-mudahan enggak…
9. Kalo ada orang mengalami ketagihan (apapun), maka dianjurkan untuk konseling. Kalo ada orang ketagihan konseling, maka dianjurkan untuk..???
10. Kenapa Tulisan ini masih terus dibaca ? Perlu konseling ?? :-p
Rambu di perumahan
Di gerbang sebuah kompleks perumahan di Ibu Kota ada rambu bertuliskan :
" AWAS PELAN-PELAN, BANYAK PENYEBERANG JALAN..!!!"
Tapi pengendara yg lewat tetap saja ngebut jalannya....
Karena rambu tersebut tdk dipatuhi pengendara, maka pak RT membuat rambu yg lain lagi " AWAS PELAN-PELAN BANYAK ANAK-ANAK..!!!"
Ternyata rambu itupun tak diindahkan juga.... bahkan besoknya ada tambahan dari tangan jahil " Program KB Gagal Disini "
Namun pak RT gak kurang akal, dipasangnya rambu baru dg tulisan :
" AWAS PELAN-PELAN, BANYAK CEWEK CANTIK DAN SEXY YG ABIS MANDI ..!!!"
( kebetulan di sisi jalan utama komplek tsb mmg ada sebuah sungai kecil yg cukup jernih airnya )
Dan ternyata..................
Sejak rambu itu dipasang, tidak ada lg yang berani ngebut di jalan... Bahkan mereka terlihat sangat sopan dan waspada, mereka selalu melihat kekiri dan kanan ketika berjalan... DGN BERHARAP-HARAP BISA MELIHAT CEWEK CANTIK TSB.
Hmmmmm... SUNGGUH, INILAH SATU-SATUNYA HIMBAUAN YG PALING DIPATUHI PEMAKAI JLN DI IBU KOTA INI !!
" AWAS PELAN-PELAN, BANYAK PENYEBERANG JALAN..!!!"
Tapi pengendara yg lewat tetap saja ngebut jalannya....
Karena rambu tersebut tdk dipatuhi pengendara, maka pak RT membuat rambu yg lain lagi " AWAS PELAN-PELAN BANYAK ANAK-ANAK..!!!"
Ternyata rambu itupun tak diindahkan juga.... bahkan besoknya ada tambahan dari tangan jahil " Program KB Gagal Disini "
Namun pak RT gak kurang akal, dipasangnya rambu baru dg tulisan :
" AWAS PELAN-PELAN, BANYAK CEWEK CANTIK DAN SEXY YG ABIS MANDI ..!!!"
( kebetulan di sisi jalan utama komplek tsb mmg ada sebuah sungai kecil yg cukup jernih airnya )
Dan ternyata..................
Sejak rambu itu dipasang, tidak ada lg yang berani ngebut di jalan... Bahkan mereka terlihat sangat sopan dan waspada, mereka selalu melihat kekiri dan kanan ketika berjalan... DGN BERHARAP-HARAP BISA MELIHAT CEWEK CANTIK TSB.
Hmmmmm... SUNGGUH, INILAH SATU-SATUNYA HIMBAUAN YG PALING DIPATUHI PEMAKAI JLN DI IBU KOTA INI !!
PEREMPUAN YANG DICINTAI SUAMIKU
Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku. Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic.
Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.
Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan berdua diluarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.
Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran di kamar, atau main dengan anak2 kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.
Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, di suatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit di rumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan di rumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama meisha, temannya Mario saat dulu kuliah.
Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.
Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Aku mulai mengingat2 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario, setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering termenung didepan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.
Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,
” Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini ? tidak mau makan juga? uhh… dasar anak nakal, sini piringnya, ” lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya.
Dan….aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun ! Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.
Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku. Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu2.
Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak di hatinya.
Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta, aku tidak pernah menyangka, hatikupun akan mendung, bahkan gerimis kemudian.
Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password e-mail Papa nya, dan memanggilku, ” Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha ?”
Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,
Dear Meisha,Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.
Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.
Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.
yours,
Mario
Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain.
Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan di amplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.
Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak2ku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman2ku sudah menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.
Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku.
Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus didalam hatinya. Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.
**********
Setahun kemudian…
Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.
” Mario, suamiku….Di surat yang lain,
Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku…..
Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario.
Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, ” kenapa, Rima ? Kenapa kamu mesti cemburu ? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku ?”
Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan.
Istrimu,
Rima”
“………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha……”Di surat yang kesekian,
“…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku.Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya… dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya.
Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, di rumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah…….
Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya……..”
Di surat terakhir, pagi ini…
“…………..Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya di rumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.Jelita menatap Meisha, dan bercerita,
Saat aku tiba di rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran di matamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.
Tahukah engkau suamiku,
Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2 cinta mulai bersemi di hatimu ?………”
” Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2 mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi…… aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante….. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……” Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.
Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan e-mail lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha,Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Di wajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.
Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku….
PERWUJUDAN CINTA KASIH
Dalam perjalanan kita bersama, saya telah menyajikan sejumlah latihan untuk membantu kita menjaga kesadaran terhadap apa yang terjadi di dalam diri kita dan di sekitar kita. Sekarang, karena kita berjalan melalui dunia yang lebih luas, beberapa pedoman tambahan bisa membantu dan melindungi kita. Beberapa anggota masyarakat kita telah mempraktikkan prinsip-prinsip berikut, dan saya pikir anda mungkin juga menganggap hal-hal ini berguna untuk memberikan pilihan mengenai bagaimana hidup di dunia kita sekarang ini. Kami menyebut mereka empat belas aturan dari “kumpulan bersama-sama ada”.
1. Jangan memuja atau terikat pada doktrin, teori, atau ideologi apapun. Semua sistem pemikiran adalah sarana penunjuk; mereka bukanlah kebenaran mutlak.
2. Jangan berpikir bahwa pengetahuan yang saat ini anda miliki tidak bisa berubah, atau sebagai kebenaran mutlak. Hindari berpikiran sempit dan terikat pada pandangan-pandangan saat ini. Belajar dan praktikkan ketidakmelekatan terhadap berbagai pandangan agar bisa terbuka menerima berbagai sudut pandangan orang lain. Kebenaran ditemukan di dalam kehidupan dan tidak hanya di dalam konsep ilmu pengetahuan. Bersiaplah untuk belajar di sepanjang hidup anda dan mengamati kenyataan dalam diri anda serta di dunia pada setiap saat.
3. Jangan memaksa orang lain, termasuk anak-anak, dengan cara apapun, untuk menyetujui pandangan-pandangan anda, apakah dengan kekuasaan, ancaman, uang propaganda, atau bahkan pendidikan. Bagaimanapun, melalui dialog yang menghibur, membantu orang lain untuk melepaskan kefanatikan dan kepicikan.
4. Jangan menghindari kontak dengan penderitaan atau menutup mata di hadapan penderitaan. jangan kehilangan kesadaran terhadap keberadaan penderitaan di dalam kehidupan dunia. Temukan cara untuk berada bersama mereka yang menderita, dengan segala cara termasuk pertemuan dan kunjungan pribadi, cerita-cerita dan suara. Dengan cara itu, bangkitkan diri anda dan yang lainnya pada kenyataan dari penderitaan di dunia.
5. Jangan menimbun kekayaan tatkala berjuta-juta orang lainnya kelaparan. Jangan jadikan ketenaran, keuntungan, kekayaan atau kesenangan indera sebagai tujuan hidup anda. Hiduplah sederhana dan berbagi waktu, tenaga dan sumber-sumber penghasilan materi anda dengan mereka yang membutuhkan.
6. Jangan memelihara kemarahan atau kebencian. Belajarlah untuk menembus dan mengubah mereka ketika mereka masih berbentuk benih-benih di dalam kesadaran anda. Begitu kemarahan dan kebencian muncul, belokkan perhatian anda pada pernapasan anda untuk melihat dan memahami sifat kemarahan atau kebencian anda serta sifat-sifat orang-orang yang telah menyebabkan kemarahan atau kebencian anda.
7. Jangan tersesat dalam keramaian dan dalam keadaan di sekeliling anda. Praktikkan pernapasan secara sadar agar kembali pada apa yang terjadi pada saat ini. Berhubunganlah dengan apa yang menakjubkan, menyegarkan dan menyembuhkan, baik di dalam maupun di sekitar diri anda. Tanamlah benih kegembiraan, kedamaian dan pengertian di dalam diri anda untuk memudahkan pekerjaan perubahan di dasar kesadaran anda.
8. Jangan mengucapkan kata-kata yang dapat menciptakan perselisihan dan menyebabkan perpecahan di dalam masyarakat. Berusahalah untuk mendamaikan dan memecahkan semua pertentangan, betapapun kecilnya ia.
9. Janganlah mengatakan hal-hal yang tidak benar demi kepentingan pribadi atau untuk mempengaruhi orang lain. Jangan mengucapkan kata-kata yang menyebabkan perpecahan dan kebencian. Jangan menyebarkan berita yang tidak anda ketahui kepastiannya. Jangan mengkritik atau menyalahkan hal-hal yang anda tidak yakini. Selalulah berbicara yang benar dan yang membangun. Miliki keberanian untuk membicarakan tentang ketidakadilan, meskipun ketika melakukannya bisa mengancam keselamatan anda sendiri.
10. Jangan manfaatkan komunitas agama untuk tujuan dan keuntungan pribadi, atau mengubah komunitas anda menjadi partai politik. Bagaimanapun, komunitas agama harus tegas menentang penindasan dan ketidak-adilan, serta harus berjuang untuk mengubah keadaan tanpa terlibat di dalam konflik-konflik pengikut.
11. Jangan hidup dengan pekerjaan yang membahayakan manusia dan alam. Jangan berinvestasi di perusahaan- perusahaan yang dapat menghilangkan kemungkinan hidup orang lain. Pilihlah pekerjaan yang membantu anda mencapai kasih sayang yang ideal.
12. Janganlah membunuh. Jangan biarkan orang lain membunuh. Temukan cara apapun yang memungkinkan untuk melindungi kehidupan dan mencegah peperangan.
13. Jangan miliki apapun yang seharusnya menjadi milik orang lain. Hargai milik orang lain tetapi cegah mereka memperkaya diri mereka dari penderitaan manusia atau penderitaan makhluk lain.
14. Jangan menganiaya tubuh anda. Belajarlah untuk menanganinya dengan hormat. Jangan melihat tubuh anda hanya sebagai alat. Juga tenaga yang sangat penting, demi tercapainya sang jalan. Perwujudan seks tidak boleh terjadi tanpa cinta dan tanggung jawab. Dalam hubungan seksual, waspadalah terhadap penderitaan di kemudian hari yang mungkin ditimbulkan, jagalah kebahagiaan orang lain, hormati hak-hak dan tanggung jawab orang lain. Sadarlah sepenuhnya terhadap tanggung jawab yang membawa banyak kehidupan baru ke dunia. Bermeditasilah tentang dunia ke dalam mana anda membawa orang-orang baru lahir.
By : Thich Nhat Hanh, Damai di Setiap Langkah.
1. Jangan memuja atau terikat pada doktrin, teori, atau ideologi apapun. Semua sistem pemikiran adalah sarana penunjuk; mereka bukanlah kebenaran mutlak.
2. Jangan berpikir bahwa pengetahuan yang saat ini anda miliki tidak bisa berubah, atau sebagai kebenaran mutlak. Hindari berpikiran sempit dan terikat pada pandangan-pandangan saat ini. Belajar dan praktikkan ketidakmelekatan terhadap berbagai pandangan agar bisa terbuka menerima berbagai sudut pandangan orang lain. Kebenaran ditemukan di dalam kehidupan dan tidak hanya di dalam konsep ilmu pengetahuan. Bersiaplah untuk belajar di sepanjang hidup anda dan mengamati kenyataan dalam diri anda serta di dunia pada setiap saat.
3. Jangan memaksa orang lain, termasuk anak-anak, dengan cara apapun, untuk menyetujui pandangan-pandangan anda, apakah dengan kekuasaan, ancaman, uang propaganda, atau bahkan pendidikan. Bagaimanapun, melalui dialog yang menghibur, membantu orang lain untuk melepaskan kefanatikan dan kepicikan.
4. Jangan menghindari kontak dengan penderitaan atau menutup mata di hadapan penderitaan. jangan kehilangan kesadaran terhadap keberadaan penderitaan di dalam kehidupan dunia. Temukan cara untuk berada bersama mereka yang menderita, dengan segala cara termasuk pertemuan dan kunjungan pribadi, cerita-cerita dan suara. Dengan cara itu, bangkitkan diri anda dan yang lainnya pada kenyataan dari penderitaan di dunia.
5. Jangan menimbun kekayaan tatkala berjuta-juta orang lainnya kelaparan. Jangan jadikan ketenaran, keuntungan, kekayaan atau kesenangan indera sebagai tujuan hidup anda. Hiduplah sederhana dan berbagi waktu, tenaga dan sumber-sumber penghasilan materi anda dengan mereka yang membutuhkan.
6. Jangan memelihara kemarahan atau kebencian. Belajarlah untuk menembus dan mengubah mereka ketika mereka masih berbentuk benih-benih di dalam kesadaran anda. Begitu kemarahan dan kebencian muncul, belokkan perhatian anda pada pernapasan anda untuk melihat dan memahami sifat kemarahan atau kebencian anda serta sifat-sifat orang-orang yang telah menyebabkan kemarahan atau kebencian anda.
7. Jangan tersesat dalam keramaian dan dalam keadaan di sekeliling anda. Praktikkan pernapasan secara sadar agar kembali pada apa yang terjadi pada saat ini. Berhubunganlah dengan apa yang menakjubkan, menyegarkan dan menyembuhkan, baik di dalam maupun di sekitar diri anda. Tanamlah benih kegembiraan, kedamaian dan pengertian di dalam diri anda untuk memudahkan pekerjaan perubahan di dasar kesadaran anda.
8. Jangan mengucapkan kata-kata yang dapat menciptakan perselisihan dan menyebabkan perpecahan di dalam masyarakat. Berusahalah untuk mendamaikan dan memecahkan semua pertentangan, betapapun kecilnya ia.
9. Janganlah mengatakan hal-hal yang tidak benar demi kepentingan pribadi atau untuk mempengaruhi orang lain. Jangan mengucapkan kata-kata yang menyebabkan perpecahan dan kebencian. Jangan menyebarkan berita yang tidak anda ketahui kepastiannya. Jangan mengkritik atau menyalahkan hal-hal yang anda tidak yakini. Selalulah berbicara yang benar dan yang membangun. Miliki keberanian untuk membicarakan tentang ketidakadilan, meskipun ketika melakukannya bisa mengancam keselamatan anda sendiri.
10. Jangan manfaatkan komunitas agama untuk tujuan dan keuntungan pribadi, atau mengubah komunitas anda menjadi partai politik. Bagaimanapun, komunitas agama harus tegas menentang penindasan dan ketidak-adilan, serta harus berjuang untuk mengubah keadaan tanpa terlibat di dalam konflik-konflik pengikut.
11. Jangan hidup dengan pekerjaan yang membahayakan manusia dan alam. Jangan berinvestasi di perusahaan- perusahaan yang dapat menghilangkan kemungkinan hidup orang lain. Pilihlah pekerjaan yang membantu anda mencapai kasih sayang yang ideal.
12. Janganlah membunuh. Jangan biarkan orang lain membunuh. Temukan cara apapun yang memungkinkan untuk melindungi kehidupan dan mencegah peperangan.
13. Jangan miliki apapun yang seharusnya menjadi milik orang lain. Hargai milik orang lain tetapi cegah mereka memperkaya diri mereka dari penderitaan manusia atau penderitaan makhluk lain.
14. Jangan menganiaya tubuh anda. Belajarlah untuk menanganinya dengan hormat. Jangan melihat tubuh anda hanya sebagai alat. Juga tenaga yang sangat penting, demi tercapainya sang jalan. Perwujudan seks tidak boleh terjadi tanpa cinta dan tanggung jawab. Dalam hubungan seksual, waspadalah terhadap penderitaan di kemudian hari yang mungkin ditimbulkan, jagalah kebahagiaan orang lain, hormati hak-hak dan tanggung jawab orang lain. Sadarlah sepenuhnya terhadap tanggung jawab yang membawa banyak kehidupan baru ke dunia. Bermeditasilah tentang dunia ke dalam mana anda membawa orang-orang baru lahir.
By : Thich Nhat Hanh, Damai di Setiap Langkah.
An Introduction to Buddhism
To do no evil;
To cultivate good;
To purify one's mind:
This is the teaching of the Buddhas.
- The Dhammapada -
To cultivate good;
To purify one's mind:
This is the teaching of the Buddhas.
- The Dhammapada -
Pintar & Bodoh
Don’t be afraid to feel "stupid", we should be afraid to feel "smart".
Don’t be disappointed if they called us "stupid", we should be afraid of being hailed and considered as "smart".
Smart and stupid is just a "perception".
If it's observed both complement each other.
The wise man never thought he is smart or stupid, but he will always learn and keep searching.
-o0o-
Jangan takut merasa “bodoh”, harusnya kita takut merasa “pintar”.
jangan kecewa jika kita dikatakan “bodoh”, harusnya kita takut karena dielu-elukan dan dianggap “Pintar”.
pintar dan bodoh hanyalah sebuah “persepsi”.
Jika diamati keduanya saling melengkapi.
Orang bijaksana tidak pernah memikirkan dirinya pintar atau bodoh..., melainkan dia akan selalu belajar dan terus mencari.
~ from : Lagu Buddhist by Obhasati Foundation ~
Don’t be disappointed if they called us "stupid", we should be afraid of being hailed and considered as "smart".
Smart and stupid is just a "perception".
If it's observed both complement each other.
The wise man never thought he is smart or stupid, but he will always learn and keep searching.
-o0o-
Jangan takut merasa “bodoh”, harusnya kita takut merasa “pintar”.
jangan kecewa jika kita dikatakan “bodoh”, harusnya kita takut karena dielu-elukan dan dianggap “Pintar”.
pintar dan bodoh hanyalah sebuah “persepsi”.
Jika diamati keduanya saling melengkapi.
Orang bijaksana tidak pernah memikirkan dirinya pintar atau bodoh..., melainkan dia akan selalu belajar dan terus mencari.
~ from : Lagu Buddhist by Obhasati Foundation ~
Do not.....
Do not accept anything by mere tradition ...
Do not accept anything just because it accords with your scriptures ...
Do not accept anything merely because it agrees with your preconceived notions ...
But when you know for yourselves – these things are moral, these things are blameless, these things are praised by the wise, these things, when performed and undertaken, conduce to well-being and happiness – then do you live acting accordingly.
Do not simply believe what you hear just because you have heard it for a long time. Believe nothing on the faith of traditions, even though they have been held in honour for many generations and diverse places.
Do not believe a thing because many people speak of it.
Do not confirm anything just because it agrees with your scriptures.
Do not be fooled by outward appearances.
Do not believe what you yourself have imagined, persuading yourself that a God inspires you.
Do not accept as fact anything that you yourself find to be logical.
Believe nothing on the sole authority of your master and priests.
But whatever, after due examination and analysis, you find to be kind, conducive to the good, the benefit, the welfare of all beings-that doctrine believe and cling to, and take it as your guide.
"Jangan percaya begitu saja apa yang anda dengar hanya karena sudah anda dengar sejak lama.
Jangan percaya begitu saja pada sebuah keyakinan hanya karena tradisi, meskipun keyakinan itu telah dihormati dari generasi ke generasi dan di berbagai macam tempat.
Jangan percaya sesuatu hal hanya karena hal itu dibicarakan banyak orang.
Jangan menyakini apapun juga hanya karena tertulis di kitab suci.
Jangan mudah tertipu oleh penampilan luar.
Jangan percaya pada apapun yang anda bayangkan, meyakinkan diri sendiri bahwa para dewa telah memberi ilham.
Jangan menerima sesuatu itu sebagai fakta, meskipun menurutmu hal tersebut masuk akal.
Jangan percaya pada apapun juga hanya karena wibawa para guru dan pendeta.
Tetapi, setelah melakukan penelitian dan analisis yang mendalam, anda menemukan sebuah ajaran mendukung kebajikan, memberikan manfaat, membawa kesejahteraan bagi semua makhluk, jadikan ajaran itu sebagai penuntun hidup"
Do not accept anything just because it accords with your scriptures ...
Do not accept anything merely because it agrees with your preconceived notions ...
But when you know for yourselves – these things are moral, these things are blameless, these things are praised by the wise, these things, when performed and undertaken, conduce to well-being and happiness – then do you live acting accordingly.
Do not simply believe what you hear just because you have heard it for a long time. Believe nothing on the faith of traditions, even though they have been held in honour for many generations and diverse places.
Do not believe a thing because many people speak of it.
Do not confirm anything just because it agrees with your scriptures.
Do not be fooled by outward appearances.
Do not believe what you yourself have imagined, persuading yourself that a God inspires you.
Do not accept as fact anything that you yourself find to be logical.
Believe nothing on the sole authority of your master and priests.
But whatever, after due examination and analysis, you find to be kind, conducive to the good, the benefit, the welfare of all beings-that doctrine believe and cling to, and take it as your guide.
"Jangan percaya begitu saja apa yang anda dengar hanya karena sudah anda dengar sejak lama.
Jangan percaya begitu saja pada sebuah keyakinan hanya karena tradisi, meskipun keyakinan itu telah dihormati dari generasi ke generasi dan di berbagai macam tempat.
Jangan percaya sesuatu hal hanya karena hal itu dibicarakan banyak orang.
Jangan menyakini apapun juga hanya karena tertulis di kitab suci.
Jangan mudah tertipu oleh penampilan luar.
Jangan percaya pada apapun yang anda bayangkan, meyakinkan diri sendiri bahwa para dewa telah memberi ilham.
Jangan menerima sesuatu itu sebagai fakta, meskipun menurutmu hal tersebut masuk akal.
Jangan percaya pada apapun juga hanya karena wibawa para guru dan pendeta.
Tetapi, setelah melakukan penelitian dan analisis yang mendalam, anda menemukan sebuah ajaran mendukung kebajikan, memberikan manfaat, membawa kesejahteraan bagi semua makhluk, jadikan ajaran itu sebagai penuntun hidup"
:) I believe Buddha :)
:) I believe Buddha :)
Buddha tidak pernah menjanjikan hal-hal indah kepadaku.
Dia tidak pernah menjanjikan aku pasti akan ke surga atau nirvana bila percaya kepadaNya.
Buddha juga tidak pernah berkata, ”kalau tidak percaya Dia pasti masuk neraka".
Dia juga tidak memberikan sebuah dongeng yang mengerikan ataupun yg menyenangkan supaya aku percaya dan takut terhadapNYa.
Kenapa Dia tidak pernah mengatakan, "Akulah yg menciptakan langit dan bumi ini, oh..putra yg berbudi".
Dia juga tidak pernah menjanjikan hal-hal yg indah untuk ke depan, bahkan Dia juga tidak bisa mensucikan org lain.
Bahkan untuk mensucikan diri sendiri pun mengandalkan kita sendiri, tapi kenapa aku masih mau mengikuti ajarannya ?
karena Dia, aku tahu kenapa aku menderita.
karena Dia, aku tahu kenapa aku cacat.
karena Dia, aku tahu kenapa aku bermuka buruk.
karena Dia, aku tahu kenapa aku pendek umur dan berpenyakit.
karena Dia, aku mengerti hukum karma dan tidak menyalahkan siapa pun atas penderitaanku serta bijaksana dan berusaha utk mengerti 4 kesunyataan mulia.
Oleh Buddhalah aku diajarkan cinta kasih terhadap semua makhluk hidup apapun juga.
Jika suatu saat berhasil dalam menjalani roda samsara ini sampai akhir hidup,
Surga dipersembahkan sampai jutaan kalpa pun saya tidak mau.
Yang diinginkan hanyalah bebas dari kelahiran,
Tidak ada kelahiran maka tidak ada penderitaan dan kematian.
Apa yg kita tanam itulah yang kita petik , apa yang kita lakukan itulah yang kita dapatkan.
Itulah ajaran yang diajarkan Sang Buddha.
INGAT suka cita dan duka cita di tangan kita, bukan di tangan siapa-siapa
Buddha tidak pernah menjanjikan hal-hal indah kepadaku.
Dia tidak pernah menjanjikan aku pasti akan ke surga atau nirvana bila percaya kepadaNya.
Buddha juga tidak pernah berkata, ”kalau tidak percaya Dia pasti masuk neraka".
Dia juga tidak memberikan sebuah dongeng yang mengerikan ataupun yg menyenangkan supaya aku percaya dan takut terhadapNYa.
Kenapa Dia tidak pernah mengatakan, "Akulah yg menciptakan langit dan bumi ini, oh..putra yg berbudi".
Dia juga tidak pernah menjanjikan hal-hal yg indah untuk ke depan, bahkan Dia juga tidak bisa mensucikan org lain.
Bahkan untuk mensucikan diri sendiri pun mengandalkan kita sendiri, tapi kenapa aku masih mau mengikuti ajarannya ?
karena Dia, aku tahu kenapa aku menderita.
karena Dia, aku tahu kenapa aku cacat.
karena Dia, aku tahu kenapa aku bermuka buruk.
karena Dia, aku tahu kenapa aku pendek umur dan berpenyakit.
karena Dia, aku mengerti hukum karma dan tidak menyalahkan siapa pun atas penderitaanku serta bijaksana dan berusaha utk mengerti 4 kesunyataan mulia.
Oleh Buddhalah aku diajarkan cinta kasih terhadap semua makhluk hidup apapun juga.
Jika suatu saat berhasil dalam menjalani roda samsara ini sampai akhir hidup,
Surga dipersembahkan sampai jutaan kalpa pun saya tidak mau.
Yang diinginkan hanyalah bebas dari kelahiran,
Tidak ada kelahiran maka tidak ada penderitaan dan kematian.
Apa yg kita tanam itulah yang kita petik , apa yang kita lakukan itulah yang kita dapatkan.
Itulah ajaran yang diajarkan Sang Buddha.
INGAT suka cita dan duka cita di tangan kita, bukan di tangan siapa-siapa
ATHEIS PIETIS
Tahun ini adalah tahun yang membingungkan buatku. Baru di tahun ini rasanya aku merasa musim kemarau datang hanya sesaat. Bahkan bulan Agustus yang biasanya terik menyengat, malah menjadi dingin menusuk. Apalagi kami tinggal di kota dimana hujan turun dengan melimpah.
Setiap kali hujan, biasanya manusia cenderung ogah, mengkerut dan moody. Begitu pula dengan saya saat ini. Malam menjelang, namun hujan gerimis yang mengguyur bumi dari tadi sore masih tampak jumawa, enggan berhenti. Dan tiap kali hujan gerimis turun, aku merasakan kesenduan, keheningan dan kehilangan. Kehilangan akan seseorang yang begitu bermakna. Kehilangan yang tidak akan mampu ditebus lagi. Kehilangan akan seseorang yang begitu dirindukan. Ia bukan pacar. Ia bukan saudara atau kerabat. Ia hanya seorang yang datang sesaat dalam kehidupanku, dan menyapaku dalam caranya yang lugu, khas dan sederhana, namun dampaknya bagaikan hantaman puting beliung dalam kepalaku. Ia hanya seorang laki-laki tua sederhana.
Beginilah ceritanya:
Sekitar dua puluhan tahun lalu, ketika aku masih muda, aku senang bepergian sendiri sebagai backpacker ke kota-kota sebelah timur, seperti Jogja, Magelang, Semarang, Kediri, Malang, Surabaya, Bali, bahkan sampai Papua. Berbekal uang seadanya dan saxophone untuk mengamen aku terbiasa pergi dari rumah sampai 2 bulan lebih. Karena cara mengamenku yang agak elite, mudah bagiku untuk mendapatkan uang ala kadarnya untuk melanjutkan perjalanan atau balik ke Jakarta. Itu aku lakukan sebelum kuliah dan selama liburan semester.
Suatu waktu kakiku menyeret tubuh dan sukmaku di jalanan kota kecil magelang. Saat itu malam hari dan hujan gerimis turun. Losmen yang aku tuju masih sekitar 500 meter lagi. Dan perut sudah keroncongan. Di jajaran sebelah kiri aku lihat hanya ada sebuah warung angkringan. Sepi pula. Sop Buntut dan Kaki Sapi Si Mbah. Demikian nama warung itu. Siapa nama Si mbah itu, tidak dituliskan. Namun aku berasumsi Si Mbah ini pasti sudah terkenal, jadi tidak perlu menuliskan lagi namanya.
Sesuai dengan nama warungnya, si pemilik memang sudah tua, kira-kira pertengahan awal 60an. Dengan sigap ia melayani pesananku. Tangannya yang ringkih dan keriput menciduk kuah sop di kuali. Sekalipun sendok sayur yang ia gunakan tidaklah panjang, tidak proporsional di bandingkan besarnya kuali kuah itu, tangannya tidak perlu merogoh sampai ke dasar. Terlihat jelas dari cara ia menciduk air kuah bahwa barang dagangannya masih banyak. Padahal ini sudah pukul 10 malam. Hujan gerimis dari tadi sore memang nampaknya tidak memberi ampun buat para pedagang angkringan ini.
Wajah pa tua ini kelihatan tegar. Ia tampak santai tapi serius dengan sesuatu yang ada di kepalanya. Aku perhatikan sesekali bibirnya bergumam dan mengucapkan sesuatu yang tidak aku pahami.
“Silahkan mas dimakan,” sambil menyodorkan pesananku di meja.
“Trima kasih, pak,” aku jawab. Tanpa banyak menunggu langsung aku lahap sop kaki sapi ini.
Ia kembali ke tempat duduknya dan bibirnya terus mengucapkan sesuatu.
Aku jadi tertarik ingin berbincang2 dengannya.
“Pak. Kalau boleh, kenapa bapak tidak duduk di sini saja? Khan gak ada orang lagi, cuma berdua. Dari pada anteng sendiri-sendiri mendingan kita ngobrol,” undangku.
“Wah, nanti Si mbah merepotkan, mas.”
“Apa yang direpotkan tokh pa?” tanyaku sampai meninggikan alis mataku, mengundangnya sekali lagi.
Ia pun akhirnya duduk di depanku.
“Mas bukan dari orang kota ini,ya? Si mbah rasanya baru lihat.”
“Saya dari Jakarta, Mbah,” sekarang aku memberanikan diri menyebutnya mbah, sebagaimana ia menyebut dirinya.
“Sedang liburan mas?”
“Tidak Mbah, saya tukang ngamen. Cari duit dan pengalaman di sela-sela kuliah. Saya bawa alat tiup. Cuman malam ini saya lagi malas karena hujan,” sambil aku menunjukan hard case saxophoneku.
“Bagus sekali, mas. Jarang sekali si Mbah lihat pengamen pake saxophone.”
Lha kapan aku bilang saxophone, koq dia sudah tahu itu saxophone? Mungkin si mbah itu bukan orang udik. Mungkin di masa mudanya dia sering berdansa waltz atau cha-cha.
“Mbah sendirian berdagangnya?”
“Enggak mas, si mbah ditemani istri, dan seorang laden, tapi sekarang istri saya suruh pulang dan laden sedang ada perlu dulu. Nanti sebentar lagi dia datang.”
“Malam ini hujan terus ya Mbah. Orang pada males keluar rumah.”
“Ya begitulah, mas. Daganganpun belum banyak laku. Tapi hidupkan harus tetap tabah dijalani. Sabar lan mantep aja mas.” Suaranya agak mendesah, namun tidak terkesan memelas.
“Mbah, dari tadi saya perhatikan mbah seperti sedang wiridan. Membaca asma Allah yah?” tanyaku penuh selidik.
“hahahhaha enggak mas. Mmm maksud si mbah itu bukan wiridan seperti yang mas pikirkan. Koq si mas perhatian banget sih?”
“Apaan dong mbah? Kalau boleh saya tahu. Saya pikir tadi si mbah wiridan supaya minta Allah hentikan hujan atau supaya orang banyak beli hehhe.”
“Si mbah menjapa Nammo Amitabha, mas,” jawabnya agak malu.
Ternyata si Mbah ini bukan muslim, tapi seorang buddhis. Oh bodohnya aku. Ini kan jawa tengah bukan Kampung Makassar di Jakarta. Dan aku berada di Magelang. Tentu saja ada banyak pemeluk Buddha di kota ini.
“Oh jadi si Mbah agamanya Buddha yah? Saya kira tadi si Mbah memanggil azma Allah.”
“Ah mas, kalo masalah agama, si Mbah ini orang bodoh, jadi gak tahu apa-apa. Maklum orang kampung. Apakah si mbah ini orang Buddha? si mbah sendiri jarang ke vihara. Nanti kalau si mbah ini ngaku-ngaku orang Buddha malah mempermalukan orang-orang vihara.”
Nampaknya si pak tua ini menyembunyikan sesuatu dalam jawaban yang terkesan ditutup-tutupinya itu.
“Jadi kalau mbah memanggil-manggil Amitabha, itu gunanya untuk apa Mbah? Bukannya meminta hujan berhenti atau pembeli banyak berdatangan?” godaku. Ada sedikit rasa merendahkan dalam pertanyaanku.
Dari kecil sampai pradewasa aku dididik dalam islam militan. Guru-guru mengajiku mengajarkanku bahwa hanya islam agama yang diridhoi oleh Allah ta’ala. Agama lain sudah sesat dan palsu. Kitabnya dirubah-rubah sekehendak udel sendiri. Orang Kristen menuhankan manusia, tuhanya ada tiga, tuhan bapa, tuhan ibu dan tuhan anak. Orang Buddha dan Hindu memuja-muja patung yang mereka pahat sendiri. Pokoknya hanya ajaran islam yang luhur, murni, terakhir dan sempurna.
Waktu aku SMP aku dibawa saudara ke tanggerang melihat-lihat vihara dekat rumahnya. Banyak orang keturunan cina yang membawa buah-buahan ke depan patung. Wah bodoh sekali mereka patung koq dikasih makan buah-buahan. Tapi saudaraku yang lebih tua segera menukas, “Setidaknya tuhan mereka tidak meminta persembahan mahluk bernyawa,” katanya. Aku terlalu kecil untuk memahami makna kalimatnya. Orang-orang cina itu cuman pemuja Buddha dan Kong hucu yang tung-tung cep, alias orang2 yang muja-muji dewa dewi tunggak-tunggik kemudian nancepin hio cuman untuk minta diberkati secara material. Itulah apriori yang ada dibenakku selama ini.
“Mas, si mbah ini orang bodo, udik, dan tua, gak ngerti ajaran-ajaran Buddha dan agama. Jadi kalau si mas mau tanya ini itu, si mbah ga bisa jawab. Berapa kilo meter dari sini ada vihara mendut, mas bisa tanya tentang ajaran Buddha sama wiku-wiku di sana (orang tua ini masih menyebut biksu dengan panggilan wiku).
Tapi mas, buat si Mbah, agama bukan masalah ajaran, tapi masalah laku hidup, masalah roso dan eling.
Kalau si mbah menjapa ‘nammo Amitabha’, yang artinya terpujilah Amitabha, bukan berarti memanggil-manggil dewa dari alam lain buat membantu si Mbah, tapi membuat si mbah ini selalu eling, sadar akan setiap laku, dan roso dalam sukma si mbah.
Apakah dengan si Mbah memanggil Namo Amitabha, Amitabha akan datang menghentikan hujan dan mendorong para pembeli berbondong-bondong ke warung sini? tentu tidak. Sama sekali tidak terpikir demikian dalam benak si mbah. Berdagang itu ada kalanya laku, ada kalanya tidak. Itu sudah biasa mas. Hari itu ada kalanya terik ada kalanya mendung, itu sudah fitrah alam mas. Buat apa membawa-bawa nama yang suci hanya untuk kepentingan pribadi kita yang dangkal dan sempit? Hujan ini datang karena suatu sebab, dan akan berakhir karena suatu sebab. Biarkan saja terjadi atas dasar siklus alam.
Menurut umat Buddha, Buddha Amitabha itu tinggal di sebuah alam surga penuh sukacita yang bernama Sukhowati. Mereka yang memanggil-manggil namanya ketika meninggal akan dibawa ke alam itu untuk belajar menjadi seorang Buddha. Itu kata umat Buddha, tapi buat si Mbah gak percaya.”
“Lha kalau si Mbah gak percaya kenapa masih memanggil-manggilnya?” sergahku keheranan.
“Semua itu cuman cerita mas. Amitabha itu sebenarnya kita sendiri. Surga Sukhowati itu adalah tubuh kita sendiri. Ketika si mbah menjapa Nammo Amitabha, bukan berarti si mbah memanggil suatu dewa atau mahluk ilahi untuk datang mewujud di hadapan saya, sama seperti kita yang duduk berhadap-hadapan seperti ini.
Memanggil Amitabha berarti membangunkan roso, eling dan laku lampah yang mulia dalam diri kita, sehingga tubuh ini bukan untuk diri sendiri tapi untuk menjadi alat kebaikan bagi sesama, mas.
Menjapa namo Amitabha berarti menghadirkan ingatan dan kesadaran akan berartinya hidup ini dan menggugah pikiran ini untuk menjadikan kehidupan nyata kita sebagai surga sukhowati, suatu tempat agar semua mahluk mendapatkan kesempatan hidup yang layak dan jauh dari permusuhan dan kebencian.
Apa benar surga sukhowati itu ada dan kita masuki ketika si mbah nanti mati? Si mbah juga ga tau. Yang si mbah tahu itu cuma cerita. Agama itu cuman metoda, mas, bukan tujuan. Gusti Allah itu bukan seseorang yang duduk di suatu surga atau suatu zat tertentu, tapi suatu idea mulia. Menyembah gusti Allah itu artinya membangunkan diri ini agar tetap eling dan menerima hidup apa adanya dan mengusahakan yang terbaik darinya. Bukan memuja-muji suatu pribadi lain di luar diri.
Dulu waktu muda, si mbah orang yang suka memberontak dan berpikir bebas. Si mbah mempelajari ajaran-ajaran Tan Malaka, Karl Marx dan Lenin. Dan semua ini membikin si mbah analitis, gak mudah percaya dengan cerita-cerita tentang surga dan neraka. Tapi justru dengan itu si Mbah bisa dengan mudah melihat arti rohani di balik kisah2 indah dan menawan itu.
Diri inilah amitabha itu. Diri inilah Avalokitesvara yang sedang berkarya di bumi. Diri inilah Buddha. Siapa yang memahami diri yang sesungguhnya ialah yang telah sadar, yang eling, yang roso nya melimpah dengan ketenangan dan kelembutan. Entah itu para wiku, ulama, pedande ataupun umat awam semua adalah sama, calon-calon sang Buddha, sang eling dalam diri ini.
Begitulah Mas, apa yang bisa si Mbah ceritakan.”
Aku tergagap-gagap mencoba memahami apa yang diulasnya. Aku tak pernah mendengar hal serupa dari guru ngaji, ulama dan da’i. Ironis sekali, justru dari seorang penjual angkringan seperti si mbah ini aku mendapatkan pelajaran berharga, sekalipun apa yang ia ajarkan harus memakan waktu bertahun-tahun agar tembok kekeraskepalaan ini bisa ditumbangkan. Namun apa yang ia ajarkan bagaikan api kecil yang membakar sumbu dalam otakku. Kelak sumbu ini akan mengantarkan si api kepada bensin yang siap dibakar.
Melihat aku yang tertegun kebingungan, si mbah berkata:
“Para agamawan, mas, seperti para penjaja yang berjualan air segar di pinggiran sungai yang jernih. Banyak dari mereka tidak rela para pembelinya menyadari bahwa air jualan itu di ambil dari sungai jernih di belakang kios mereka. Untuk itu mereka membangun kios bederet-deret panjang dan tinggi menjulang, agar para pembeli tidak menyadari kehadiran air sungai segar dan jernih di belakangnya.”
Gila. Gila. Orang tua ini seakan-akan mampu membaca isi kepalaku dan memotong jalur kebingungan dalam otakku. Aku terdiam membatu. Mau didebat gimana, dia memang benar, mau di amini gimana, aku masih terlalu kukuh dengan kecetekan cara berpikir islamku ini.
“Mas, hujannya sudah berhenti “ sapa si Mbah membangunkan lamunanku.
Waduh. Aku baru ingat. Penjaga losmen tadi pagi bilang kalau losmen akan ditutup jam 11 malam demi keamanan. Segera aku membayar jajananku dan mengucapkan beribu-ribu trimakasih kepada si Mbah telah meluangkan waktu mengobrol dan mengajariku. Aku katakan bahwa aku akan kembali ke Jakarta besok siang, tapi kalau ada waktu, aku akan kembali ke Magelang dan bersua lagi dengan si Mbah. Pak tua ini hanya tertawa renyah dan menepuk-nepuk pundakku.
“Hati-hati di jalan, Mas.”
Pemahamanku Saat Ini
Perlu bertahun-tahun bagiku untuk mengendapkan perkataan si Mbah itu ke dalam relung hatiku. Memang begitu sukar tembok fanatisme dan neurosis agama lahiriah ini untuk ditembus. Namun pengalaman itu menjadi poin pemicu dalam diriku untuk mempelajari agama dan kebatinan lewat beragam penelaahan filsafat, psikologi, budaya, dan kebatinan.
Dan pencarian ini mengantarkanku pada statement bahwa apa yang si Mbah itu cocok bagiku. Menurut telaah studi yang kulakukan secara otodidak tentang kebathinan dalam agama Buddha, aku temui bahwa Buddha Amitabha tertulis dalam kitab Amitayus Sutra. Sangat memungkinkan bahwa kitab ini ditulis oleh seorang filsuf dan Yogi Nagarjuna, kira-kira 500 tahun setelah Gautama wafat.
Dalam Samadhi yang mendalam Nagarjuna “melihat” (tolong perhatikan makna tanda petik itu) Gautama sedang mengajar murid-muridnya. Gautama menceritakan tentang adanya seorang Buddha yang bernama Amita / Amida Buddha. Buddha ini tadinya adalah seorang raja yang dipuncak kejayaannya ia malah memutuskan untuk menempuh jalan kesucian. Ketika ia mencapai kesadaran tertinggi atau manunggal dengan semesta ia digelari Amida Buddha. Amida berarti cahaya tanpa batas. Buddha berarti kesadaran, atau yang sadar. Buddha Amitabha berarti cahaya kesadaran tanpa batas. Yang berarti personifikasi dari sang ilahi itu sendiri, samudra kesadaran tanpa batas.
Dalam misinya mencerahkan umat manusia, Buddha Amitabha dibantu oleh dua orang boddhisatwa yaitu Boddhisatva Avalokitesvara, yang bagi orang cina di sebut Dewi Kuan Im, dan Boddhisatva Maha Stamaprapta. Avalokitesvara adalah personifikasi dari sifat kelembutan, cinta kasih, kemaharahiman, dan pengayoman alam semesta, sedangkan Maha Stamaprapta adalah personifikasi dari Kebijaksanaan.
Bagi orang yang mata bathinnya tajam, tentu saja semua ini sudah jelas, bahwa sebenarnya Amitabha Buddha itu adalah alegori perjalanan spiritual Buddha Gautama itu sendiri, yang mendesak dan mengundang si pembaca untuk menyikapi hidup ini dengan tujuan-tujuan mulia, bukan sekedar hidup dan akhirnya mati dan berharap masuk surga.
Baik itu Amitabha, Avalokitesvara dan Maha Stamaprapta adalah aspek2 mulia dalam diri kita sendiri. Amitabha mencerminkan aspek kerinduan akan kesempurnaan, Avalokitesvara mencerminkan cinta kasih, dan Maha Stamaprapta mencerminkan kebijaksanaan. Bukankah ketiga sifat ini; kerinduan akan kesempurnaan (summum bonum), Cinta Kasih (agape) dan Kebijasanaan (sofia) adalah sifat mendasar yang mewarnai mereka penempuh jalan mistik atau kebathinan?
Nagarjuna menuliskan Amitayus sutra sebagai upaya revolusioner, karena pada saat itu para biksu dari Aliran Selatan menjadikan jalan kebikuan sebagai pelarian kekanak-kanakan, childish escapism, dari kesumpekan hidup. Ajaran Buddha menjadi begitu dogmatis dan hanya bertumpu pada tafsir-tafsir elitis biksu saja. Sementara umat awam hanya memahami ajaran Gautama dari luarnya saja, para biksu malah disibukan dengan perbantahan dogma abstrak, winaya dan perselisihan antar sekte. Mereka sibuk dengan “nirwananya” sendiri. Adalah Nagarjuna, seorang yogi dan filsuf besar, bersama biksu dan yogi dari utara yang membidani Aliran Utara yg nantinya disebut Mahayana, kendaraan besar. Kenapa disebut kendaraan besar? karena kesucian dan kebuddhaan bukan hanya dicapai oleh sekelompok petapa berkepala pelontos saja (calon arahat), namun oleh semua orang, pria dan wanita umat awam yang membaktikan hidupnya dalam praksis kehidupan sehari-hari (jalan kebodhisatwaan).
Diri inilah Amitabha, diri inilah Avalokitesvara, dan diri inilah Buddha, yang telah eling dalam roso yang mendalam. Itulah kata si Mbah.
Dua tahun setelah kejadian itu, ketika aku mulai memahami lebih dalam perkataan si Mbah, aku kembali menapaki jalanan kota Magelang. Aku mencari kedai angkringannya. Namun sia-sia. Tempat angkringan itu telah berganti penghuni. Si penjual baru mengatakan bahwa si Mbah telah meninggal setahun sebelumnya. Dia sendiri tidak begitu kenal dengannya dan tidak tahu dimana pusara beliau. Mengalir air mata ini. Bersama dengan menangisnya langit malam Magelang saat itu.
Satu sesal yang tak kunjung berakhir dalam diri ini, kenapa aku tak sempat bertanya nama si Mbah. Nama apakah yang cocok buat aku sematkan padanya? Mbah Buddha? Mbah Amitabha? Rasanya tidak cocok. Mungkin yang cocok si Mbah sang Atheis Pietis. Atheis yang Suci.
……………………………
“Sopnya sudah siap, pah. Cepet dimakan mumpung lagi panas. Dari tadi koq papah cuman menatapi jendela melihat hujan saja”
Aku terbangunkan dari lamunanku oleh suara merdu istriku. Sambil menyodorkan sop buntut. Loh koq seperti kebetulan. Hujan deras, malam yang dingin dan semangkuk sop buntut panas plus nasinya.
Tanpa sadar aku bergumam, “Amitabha. Amitabha”
“Ihhhh papah bicara apa sihhhhh?” seru istriku yang keheranan.
“Oh tidak…tidak…… itu artinya mensyukuri hidup kesempatan hidup yang indah ini yang memperkenalkan saya pada hidup yang mulia bersama seorang istri cantik yang setia.” Kataku mencari-cari alasan. Habis mau jelasin panjang lebar gimana?
“Ahhhh papah ini ada-ada saja.” Katanya.
“Ayo kita makan bersama di meja makan saja Mah, jangan di ruang kantor.”
Istriku tersenyum, mencoba menebak-nebak apa yang dari tadi ada dalam benakku ini.
By : Aajin Sangmusafir
Setiap kali hujan, biasanya manusia cenderung ogah, mengkerut dan moody. Begitu pula dengan saya saat ini. Malam menjelang, namun hujan gerimis yang mengguyur bumi dari tadi sore masih tampak jumawa, enggan berhenti. Dan tiap kali hujan gerimis turun, aku merasakan kesenduan, keheningan dan kehilangan. Kehilangan akan seseorang yang begitu bermakna. Kehilangan yang tidak akan mampu ditebus lagi. Kehilangan akan seseorang yang begitu dirindukan. Ia bukan pacar. Ia bukan saudara atau kerabat. Ia hanya seorang yang datang sesaat dalam kehidupanku, dan menyapaku dalam caranya yang lugu, khas dan sederhana, namun dampaknya bagaikan hantaman puting beliung dalam kepalaku. Ia hanya seorang laki-laki tua sederhana.
Beginilah ceritanya:
Sekitar dua puluhan tahun lalu, ketika aku masih muda, aku senang bepergian sendiri sebagai backpacker ke kota-kota sebelah timur, seperti Jogja, Magelang, Semarang, Kediri, Malang, Surabaya, Bali, bahkan sampai Papua. Berbekal uang seadanya dan saxophone untuk mengamen aku terbiasa pergi dari rumah sampai 2 bulan lebih. Karena cara mengamenku yang agak elite, mudah bagiku untuk mendapatkan uang ala kadarnya untuk melanjutkan perjalanan atau balik ke Jakarta. Itu aku lakukan sebelum kuliah dan selama liburan semester.
Suatu waktu kakiku menyeret tubuh dan sukmaku di jalanan kota kecil magelang. Saat itu malam hari dan hujan gerimis turun. Losmen yang aku tuju masih sekitar 500 meter lagi. Dan perut sudah keroncongan. Di jajaran sebelah kiri aku lihat hanya ada sebuah warung angkringan. Sepi pula. Sop Buntut dan Kaki Sapi Si Mbah. Demikian nama warung itu. Siapa nama Si mbah itu, tidak dituliskan. Namun aku berasumsi Si Mbah ini pasti sudah terkenal, jadi tidak perlu menuliskan lagi namanya.
Sesuai dengan nama warungnya, si pemilik memang sudah tua, kira-kira pertengahan awal 60an. Dengan sigap ia melayani pesananku. Tangannya yang ringkih dan keriput menciduk kuah sop di kuali. Sekalipun sendok sayur yang ia gunakan tidaklah panjang, tidak proporsional di bandingkan besarnya kuali kuah itu, tangannya tidak perlu merogoh sampai ke dasar. Terlihat jelas dari cara ia menciduk air kuah bahwa barang dagangannya masih banyak. Padahal ini sudah pukul 10 malam. Hujan gerimis dari tadi sore memang nampaknya tidak memberi ampun buat para pedagang angkringan ini.
Wajah pa tua ini kelihatan tegar. Ia tampak santai tapi serius dengan sesuatu yang ada di kepalanya. Aku perhatikan sesekali bibirnya bergumam dan mengucapkan sesuatu yang tidak aku pahami.
“Silahkan mas dimakan,” sambil menyodorkan pesananku di meja.
“Trima kasih, pak,” aku jawab. Tanpa banyak menunggu langsung aku lahap sop kaki sapi ini.
Ia kembali ke tempat duduknya dan bibirnya terus mengucapkan sesuatu.
Aku jadi tertarik ingin berbincang2 dengannya.
“Pak. Kalau boleh, kenapa bapak tidak duduk di sini saja? Khan gak ada orang lagi, cuma berdua. Dari pada anteng sendiri-sendiri mendingan kita ngobrol,” undangku.
“Wah, nanti Si mbah merepotkan, mas.”
“Apa yang direpotkan tokh pa?” tanyaku sampai meninggikan alis mataku, mengundangnya sekali lagi.
Ia pun akhirnya duduk di depanku.
“Mas bukan dari orang kota ini,ya? Si mbah rasanya baru lihat.”
“Saya dari Jakarta, Mbah,” sekarang aku memberanikan diri menyebutnya mbah, sebagaimana ia menyebut dirinya.
“Sedang liburan mas?”
“Tidak Mbah, saya tukang ngamen. Cari duit dan pengalaman di sela-sela kuliah. Saya bawa alat tiup. Cuman malam ini saya lagi malas karena hujan,” sambil aku menunjukan hard case saxophoneku.
“Bagus sekali, mas. Jarang sekali si Mbah lihat pengamen pake saxophone.”
Lha kapan aku bilang saxophone, koq dia sudah tahu itu saxophone? Mungkin si mbah itu bukan orang udik. Mungkin di masa mudanya dia sering berdansa waltz atau cha-cha.
“Mbah sendirian berdagangnya?”
“Enggak mas, si mbah ditemani istri, dan seorang laden, tapi sekarang istri saya suruh pulang dan laden sedang ada perlu dulu. Nanti sebentar lagi dia datang.”
“Malam ini hujan terus ya Mbah. Orang pada males keluar rumah.”
“Ya begitulah, mas. Daganganpun belum banyak laku. Tapi hidupkan harus tetap tabah dijalani. Sabar lan mantep aja mas.” Suaranya agak mendesah, namun tidak terkesan memelas.
“Mbah, dari tadi saya perhatikan mbah seperti sedang wiridan. Membaca asma Allah yah?” tanyaku penuh selidik.
“hahahhaha enggak mas. Mmm maksud si mbah itu bukan wiridan seperti yang mas pikirkan. Koq si mas perhatian banget sih?”
“Apaan dong mbah? Kalau boleh saya tahu. Saya pikir tadi si mbah wiridan supaya minta Allah hentikan hujan atau supaya orang banyak beli hehhe.”
“Si mbah menjapa Nammo Amitabha, mas,” jawabnya agak malu.
Ternyata si Mbah ini bukan muslim, tapi seorang buddhis. Oh bodohnya aku. Ini kan jawa tengah bukan Kampung Makassar di Jakarta. Dan aku berada di Magelang. Tentu saja ada banyak pemeluk Buddha di kota ini.
“Oh jadi si Mbah agamanya Buddha yah? Saya kira tadi si Mbah memanggil azma Allah.”
“Ah mas, kalo masalah agama, si Mbah ini orang bodoh, jadi gak tahu apa-apa. Maklum orang kampung. Apakah si mbah ini orang Buddha? si mbah sendiri jarang ke vihara. Nanti kalau si mbah ini ngaku-ngaku orang Buddha malah mempermalukan orang-orang vihara.”
Nampaknya si pak tua ini menyembunyikan sesuatu dalam jawaban yang terkesan ditutup-tutupinya itu.
“Jadi kalau mbah memanggil-manggil Amitabha, itu gunanya untuk apa Mbah? Bukannya meminta hujan berhenti atau pembeli banyak berdatangan?” godaku. Ada sedikit rasa merendahkan dalam pertanyaanku.
Dari kecil sampai pradewasa aku dididik dalam islam militan. Guru-guru mengajiku mengajarkanku bahwa hanya islam agama yang diridhoi oleh Allah ta’ala. Agama lain sudah sesat dan palsu. Kitabnya dirubah-rubah sekehendak udel sendiri. Orang Kristen menuhankan manusia, tuhanya ada tiga, tuhan bapa, tuhan ibu dan tuhan anak. Orang Buddha dan Hindu memuja-muja patung yang mereka pahat sendiri. Pokoknya hanya ajaran islam yang luhur, murni, terakhir dan sempurna.
Waktu aku SMP aku dibawa saudara ke tanggerang melihat-lihat vihara dekat rumahnya. Banyak orang keturunan cina yang membawa buah-buahan ke depan patung. Wah bodoh sekali mereka patung koq dikasih makan buah-buahan. Tapi saudaraku yang lebih tua segera menukas, “Setidaknya tuhan mereka tidak meminta persembahan mahluk bernyawa,” katanya. Aku terlalu kecil untuk memahami makna kalimatnya. Orang-orang cina itu cuman pemuja Buddha dan Kong hucu yang tung-tung cep, alias orang2 yang muja-muji dewa dewi tunggak-tunggik kemudian nancepin hio cuman untuk minta diberkati secara material. Itulah apriori yang ada dibenakku selama ini.
“Mas, si mbah ini orang bodo, udik, dan tua, gak ngerti ajaran-ajaran Buddha dan agama. Jadi kalau si mas mau tanya ini itu, si mbah ga bisa jawab. Berapa kilo meter dari sini ada vihara mendut, mas bisa tanya tentang ajaran Buddha sama wiku-wiku di sana (orang tua ini masih menyebut biksu dengan panggilan wiku).
Tapi mas, buat si Mbah, agama bukan masalah ajaran, tapi masalah laku hidup, masalah roso dan eling.
Kalau si mbah menjapa ‘nammo Amitabha’, yang artinya terpujilah Amitabha, bukan berarti memanggil-manggil dewa dari alam lain buat membantu si Mbah, tapi membuat si mbah ini selalu eling, sadar akan setiap laku, dan roso dalam sukma si mbah.
Apakah dengan si Mbah memanggil Namo Amitabha, Amitabha akan datang menghentikan hujan dan mendorong para pembeli berbondong-bondong ke warung sini? tentu tidak. Sama sekali tidak terpikir demikian dalam benak si mbah. Berdagang itu ada kalanya laku, ada kalanya tidak. Itu sudah biasa mas. Hari itu ada kalanya terik ada kalanya mendung, itu sudah fitrah alam mas. Buat apa membawa-bawa nama yang suci hanya untuk kepentingan pribadi kita yang dangkal dan sempit? Hujan ini datang karena suatu sebab, dan akan berakhir karena suatu sebab. Biarkan saja terjadi atas dasar siklus alam.
Menurut umat Buddha, Buddha Amitabha itu tinggal di sebuah alam surga penuh sukacita yang bernama Sukhowati. Mereka yang memanggil-manggil namanya ketika meninggal akan dibawa ke alam itu untuk belajar menjadi seorang Buddha. Itu kata umat Buddha, tapi buat si Mbah gak percaya.”
“Lha kalau si Mbah gak percaya kenapa masih memanggil-manggilnya?” sergahku keheranan.
“Semua itu cuman cerita mas. Amitabha itu sebenarnya kita sendiri. Surga Sukhowati itu adalah tubuh kita sendiri. Ketika si mbah menjapa Nammo Amitabha, bukan berarti si mbah memanggil suatu dewa atau mahluk ilahi untuk datang mewujud di hadapan saya, sama seperti kita yang duduk berhadap-hadapan seperti ini.
Memanggil Amitabha berarti membangunkan roso, eling dan laku lampah yang mulia dalam diri kita, sehingga tubuh ini bukan untuk diri sendiri tapi untuk menjadi alat kebaikan bagi sesama, mas.
Menjapa namo Amitabha berarti menghadirkan ingatan dan kesadaran akan berartinya hidup ini dan menggugah pikiran ini untuk menjadikan kehidupan nyata kita sebagai surga sukhowati, suatu tempat agar semua mahluk mendapatkan kesempatan hidup yang layak dan jauh dari permusuhan dan kebencian.
Apa benar surga sukhowati itu ada dan kita masuki ketika si mbah nanti mati? Si mbah juga ga tau. Yang si mbah tahu itu cuma cerita. Agama itu cuman metoda, mas, bukan tujuan. Gusti Allah itu bukan seseorang yang duduk di suatu surga atau suatu zat tertentu, tapi suatu idea mulia. Menyembah gusti Allah itu artinya membangunkan diri ini agar tetap eling dan menerima hidup apa adanya dan mengusahakan yang terbaik darinya. Bukan memuja-muji suatu pribadi lain di luar diri.
Dulu waktu muda, si mbah orang yang suka memberontak dan berpikir bebas. Si mbah mempelajari ajaran-ajaran Tan Malaka, Karl Marx dan Lenin. Dan semua ini membikin si mbah analitis, gak mudah percaya dengan cerita-cerita tentang surga dan neraka. Tapi justru dengan itu si Mbah bisa dengan mudah melihat arti rohani di balik kisah2 indah dan menawan itu.
Diri inilah amitabha itu. Diri inilah Avalokitesvara yang sedang berkarya di bumi. Diri inilah Buddha. Siapa yang memahami diri yang sesungguhnya ialah yang telah sadar, yang eling, yang roso nya melimpah dengan ketenangan dan kelembutan. Entah itu para wiku, ulama, pedande ataupun umat awam semua adalah sama, calon-calon sang Buddha, sang eling dalam diri ini.
Begitulah Mas, apa yang bisa si Mbah ceritakan.”
Aku tergagap-gagap mencoba memahami apa yang diulasnya. Aku tak pernah mendengar hal serupa dari guru ngaji, ulama dan da’i. Ironis sekali, justru dari seorang penjual angkringan seperti si mbah ini aku mendapatkan pelajaran berharga, sekalipun apa yang ia ajarkan harus memakan waktu bertahun-tahun agar tembok kekeraskepalaan ini bisa ditumbangkan. Namun apa yang ia ajarkan bagaikan api kecil yang membakar sumbu dalam otakku. Kelak sumbu ini akan mengantarkan si api kepada bensin yang siap dibakar.
Melihat aku yang tertegun kebingungan, si mbah berkata:
“Para agamawan, mas, seperti para penjaja yang berjualan air segar di pinggiran sungai yang jernih. Banyak dari mereka tidak rela para pembelinya menyadari bahwa air jualan itu di ambil dari sungai jernih di belakang kios mereka. Untuk itu mereka membangun kios bederet-deret panjang dan tinggi menjulang, agar para pembeli tidak menyadari kehadiran air sungai segar dan jernih di belakangnya.”
Gila. Gila. Orang tua ini seakan-akan mampu membaca isi kepalaku dan memotong jalur kebingungan dalam otakku. Aku terdiam membatu. Mau didebat gimana, dia memang benar, mau di amini gimana, aku masih terlalu kukuh dengan kecetekan cara berpikir islamku ini.
“Mas, hujannya sudah berhenti “ sapa si Mbah membangunkan lamunanku.
Waduh. Aku baru ingat. Penjaga losmen tadi pagi bilang kalau losmen akan ditutup jam 11 malam demi keamanan. Segera aku membayar jajananku dan mengucapkan beribu-ribu trimakasih kepada si Mbah telah meluangkan waktu mengobrol dan mengajariku. Aku katakan bahwa aku akan kembali ke Jakarta besok siang, tapi kalau ada waktu, aku akan kembali ke Magelang dan bersua lagi dengan si Mbah. Pak tua ini hanya tertawa renyah dan menepuk-nepuk pundakku.
“Hati-hati di jalan, Mas.”
Pemahamanku Saat Ini
Perlu bertahun-tahun bagiku untuk mengendapkan perkataan si Mbah itu ke dalam relung hatiku. Memang begitu sukar tembok fanatisme dan neurosis agama lahiriah ini untuk ditembus. Namun pengalaman itu menjadi poin pemicu dalam diriku untuk mempelajari agama dan kebatinan lewat beragam penelaahan filsafat, psikologi, budaya, dan kebatinan.
Dan pencarian ini mengantarkanku pada statement bahwa apa yang si Mbah itu cocok bagiku. Menurut telaah studi yang kulakukan secara otodidak tentang kebathinan dalam agama Buddha, aku temui bahwa Buddha Amitabha tertulis dalam kitab Amitayus Sutra. Sangat memungkinkan bahwa kitab ini ditulis oleh seorang filsuf dan Yogi Nagarjuna, kira-kira 500 tahun setelah Gautama wafat.
Dalam Samadhi yang mendalam Nagarjuna “melihat” (tolong perhatikan makna tanda petik itu) Gautama sedang mengajar murid-muridnya. Gautama menceritakan tentang adanya seorang Buddha yang bernama Amita / Amida Buddha. Buddha ini tadinya adalah seorang raja yang dipuncak kejayaannya ia malah memutuskan untuk menempuh jalan kesucian. Ketika ia mencapai kesadaran tertinggi atau manunggal dengan semesta ia digelari Amida Buddha. Amida berarti cahaya tanpa batas. Buddha berarti kesadaran, atau yang sadar. Buddha Amitabha berarti cahaya kesadaran tanpa batas. Yang berarti personifikasi dari sang ilahi itu sendiri, samudra kesadaran tanpa batas.
Dalam misinya mencerahkan umat manusia, Buddha Amitabha dibantu oleh dua orang boddhisatwa yaitu Boddhisatva Avalokitesvara, yang bagi orang cina di sebut Dewi Kuan Im, dan Boddhisatva Maha Stamaprapta. Avalokitesvara adalah personifikasi dari sifat kelembutan, cinta kasih, kemaharahiman, dan pengayoman alam semesta, sedangkan Maha Stamaprapta adalah personifikasi dari Kebijaksanaan.
Bagi orang yang mata bathinnya tajam, tentu saja semua ini sudah jelas, bahwa sebenarnya Amitabha Buddha itu adalah alegori perjalanan spiritual Buddha Gautama itu sendiri, yang mendesak dan mengundang si pembaca untuk menyikapi hidup ini dengan tujuan-tujuan mulia, bukan sekedar hidup dan akhirnya mati dan berharap masuk surga.
Baik itu Amitabha, Avalokitesvara dan Maha Stamaprapta adalah aspek2 mulia dalam diri kita sendiri. Amitabha mencerminkan aspek kerinduan akan kesempurnaan, Avalokitesvara mencerminkan cinta kasih, dan Maha Stamaprapta mencerminkan kebijaksanaan. Bukankah ketiga sifat ini; kerinduan akan kesempurnaan (summum bonum), Cinta Kasih (agape) dan Kebijasanaan (sofia) adalah sifat mendasar yang mewarnai mereka penempuh jalan mistik atau kebathinan?
Nagarjuna menuliskan Amitayus sutra sebagai upaya revolusioner, karena pada saat itu para biksu dari Aliran Selatan menjadikan jalan kebikuan sebagai pelarian kekanak-kanakan, childish escapism, dari kesumpekan hidup. Ajaran Buddha menjadi begitu dogmatis dan hanya bertumpu pada tafsir-tafsir elitis biksu saja. Sementara umat awam hanya memahami ajaran Gautama dari luarnya saja, para biksu malah disibukan dengan perbantahan dogma abstrak, winaya dan perselisihan antar sekte. Mereka sibuk dengan “nirwananya” sendiri. Adalah Nagarjuna, seorang yogi dan filsuf besar, bersama biksu dan yogi dari utara yang membidani Aliran Utara yg nantinya disebut Mahayana, kendaraan besar. Kenapa disebut kendaraan besar? karena kesucian dan kebuddhaan bukan hanya dicapai oleh sekelompok petapa berkepala pelontos saja (calon arahat), namun oleh semua orang, pria dan wanita umat awam yang membaktikan hidupnya dalam praksis kehidupan sehari-hari (jalan kebodhisatwaan).
Diri inilah Amitabha, diri inilah Avalokitesvara, dan diri inilah Buddha, yang telah eling dalam roso yang mendalam. Itulah kata si Mbah.
Dua tahun setelah kejadian itu, ketika aku mulai memahami lebih dalam perkataan si Mbah, aku kembali menapaki jalanan kota Magelang. Aku mencari kedai angkringannya. Namun sia-sia. Tempat angkringan itu telah berganti penghuni. Si penjual baru mengatakan bahwa si Mbah telah meninggal setahun sebelumnya. Dia sendiri tidak begitu kenal dengannya dan tidak tahu dimana pusara beliau. Mengalir air mata ini. Bersama dengan menangisnya langit malam Magelang saat itu.
Satu sesal yang tak kunjung berakhir dalam diri ini, kenapa aku tak sempat bertanya nama si Mbah. Nama apakah yang cocok buat aku sematkan padanya? Mbah Buddha? Mbah Amitabha? Rasanya tidak cocok. Mungkin yang cocok si Mbah sang Atheis Pietis. Atheis yang Suci.
……………………………
“Sopnya sudah siap, pah. Cepet dimakan mumpung lagi panas. Dari tadi koq papah cuman menatapi jendela melihat hujan saja”
Aku terbangunkan dari lamunanku oleh suara merdu istriku. Sambil menyodorkan sop buntut. Loh koq seperti kebetulan. Hujan deras, malam yang dingin dan semangkuk sop buntut panas plus nasinya.
Tanpa sadar aku bergumam, “Amitabha. Amitabha”
“Ihhhh papah bicara apa sihhhhh?” seru istriku yang keheranan.
“Oh tidak…tidak…… itu artinya mensyukuri hidup kesempatan hidup yang indah ini yang memperkenalkan saya pada hidup yang mulia bersama seorang istri cantik yang setia.” Kataku mencari-cari alasan. Habis mau jelasin panjang lebar gimana?
“Ahhhh papah ini ada-ada saja.” Katanya.
“Ayo kita makan bersama di meja makan saja Mah, jangan di ruang kantor.”
Istriku tersenyum, mencoba menebak-nebak apa yang dari tadi ada dalam benakku ini.
By : Aajin Sangmusafir
Kumpulan Motivasi Andrie Wongso
Kesalahan orang kepada kita, apapun bentuknya, jika terus kita simpan dan pikirkan, maka hati ini akan terasa panas adanya alias bad mood.
Konsentrasi kita di pekerjaan atau sekolah pun pasti akan terganggu.
Tiba-tiba, kita menjadi mudah jengkel dan marah-marah terhadap hal lain yang mungkin tidak terkait sama sekali.
Mari berlatih untuk memaafkan, mengampuni.
Bukan sekadar lip service, tetapi ikhlas dari lubuk hati.
-o0o-
Sebenarnya hidup ini lentur. Kalau kita terlalu "serius", maka hidup kita menjadi seperti "robot", kaku & keras.
Sebaliknya kalau kita terlalu "santai", maka hidup kita akan kurang bernilai.
Maka, kita harus pandai mengaturnya sehingga kehidupan bisa berjalan dengan seimbang. Juga, bisa menikmati hidup penuh kesuksesan & kebahagiaan.
Konsentrasi kita di pekerjaan atau sekolah pun pasti akan terganggu.
Tiba-tiba, kita menjadi mudah jengkel dan marah-marah terhadap hal lain yang mungkin tidak terkait sama sekali.
Mari berlatih untuk memaafkan, mengampuni.
Bukan sekadar lip service, tetapi ikhlas dari lubuk hati.
-o0o-
Sebenarnya hidup ini lentur. Kalau kita terlalu "serius", maka hidup kita menjadi seperti "robot", kaku & keras.
Sebaliknya kalau kita terlalu "santai", maka hidup kita akan kurang bernilai.
Maka, kita harus pandai mengaturnya sehingga kehidupan bisa berjalan dengan seimbang. Juga, bisa menikmati hidup penuh kesuksesan & kebahagiaan.
Subscribe to:
Posts (Atom)