Monday, June 1, 2015


Jebakan Hedonis - •Hedonic Treadmill•

Pertanyaan: Kenapa makin tinggi income seseorang, ternyata makin menurunkan peran uang dalam membentuk kebahagiaan?

Kajian-kajian dalam ilmu financial psychology menemukan jawabannya, Yg kemudian dikenal dengan nama : “hedonic treadmill”.

Gampangnya, hedonic treadmill ini adalah seperti ini : saat gajimu 5 juta, semuanya habis. Saat gajimu naik 30 juta per bulan, eh semua habis juga. Kenapa begitu? Karena ekspektasi & gaya hidupmu pasti ikut naik, sejalan dengan kenaikan penghasilanmu.

Dengan kata lain, nafsumu untuk membeli materi/barang mewah akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan income-mu. Itulah kenapa disebut hedonic treadmill : seperti berjalan diatas treadmill, kebahagiaanmu tidak maju-maju !

Nafsu materi tidak akan pernah terpuaskan. Saat income 10 juta/bulan, mau naik Avanza. Saat income 50 juta/bulan pengen berubah naik Alphard.
Itu salah satu contoh sempurna tentang jebakan hedonic treadmill. Hedonic treadmill membuat ekspektasi kita akan materi terus meningkat. Itulah kenapa kebahagiaanmu jadi stagnan, meski income kita semakin tinggi.

Ada eksperimen menarik: seorang pemenang undian berhadiah senilai Rp 5 milyar dilacak kebahagiaannya setelah 6 bulan ia mendapat hadiah. Apa yg terjadi? 6 bulan setelah menang hadiah 5 milyar, level kebahagaiaan orang itu jd SAMA lg dengan sebelum ia menang undian berhadiah. Itulah efek hedonic treadmill.

Jadi apa yg harus dilakukan agar kita terhindar dari jebakan hedonic treadmill? Bagaimana agar lolos dari jebakan nafsu materi yg tidak pernah berujung itu?
Terapkanlah gaya hidup yg tetap bersahaja ! gaya hidup yg tidak silau dengan gemerlap kemewahan materi. Milikilah sensitifitas yg dapat membedakan antara 'Need or Greed'!
Mengubah orientasi hidup ! Makin banyak berbagi, semakin banyak memberi kepada orang lain, justru semakin membahagiakan.
Bukan-lah dgn banyak2 mengumpulkan materi yg membuat kebahagiaan kita terpuaskan !
'When enough is enough'

Kebahagiaan2 itu kadang sederhana: misal masih bisa menikmati secangkir kopi bersama teman2, memiliki komunitas yg sehat, memiliki keluarga yg sehat, membagi perhatian dgn orang yg kesusahan, mengambil tanggung jawab pelayanan kecil di kelompok masyarakat kita dll.

SERIGALA

Buddha pernah melihat seekor serigala yang lari keluar dari hutan tempat beliau tinggal. Hewan itu berhenti sejenak, kemudian lari ke dalam semak belukar, dan kemudian keluar kembali. Selanjutnya, serigala itu masuk ke dalam lubang pohon, lalu keluar lagi. Setelah itu, masuk ke dalam gua, untuk selanjutnya keluar lagi. Sesaat hewan itu berdiri, setelah itu berlari, kemudian berbaring, lalu melompat. Serigala itu berkudis. Pada saat berdiri, kudisnya terasa menyakitkan sehingga ia berlari. Dengan berlari, ia juga tidak merasa nyaman, jadi ia berhenti. Berdiri, tidak nyaman, maka ia pun berbaring. Selanjutnya, ia melompat lagi, menerjang semak belukar, lubang pohon, tidak pernah diam.

Buddha berkata,"Wahai, bhikkhu sekalian, apakah Anda melihat serigala itu tadi siang? Berdiri, ia merasa tersiksa. Berlari, juga terasa sakit. Duduk, ia menderita. Berbaring, ia tidak merasa nyaman. Ia menyalahkan sikap berdiri atas ketidak-nyamanannya. Ia menyalahkan sikap duduk. Ia menyalahkan sikap berdiri dan berbaring. Ia menyalahkan pohon, semak belukar dan gua. Pada kenyataannya, kesalahan tidak terletak pada ini semua. Masalahnya adalah pada kudisnya."

Kita sama saja dengan serigala. Ketidak-puasan kita disebabkan oleh pandangan salah. Karena kita tidak melatih untuk mengendalikan indra, kita menyalahkan penderitaan kita pada hal-hal di sekitar kita. Walaupun kita tinggal di Thailand, Amerika, atau Inggris, kita tidak merasa puas. Mengapa? Karena kita masih saja memiliki pandangan salah. Hanya itu! Oleh karenanya, ke mana pun kita pergi, kita tidak akan merasa senang. Akan tetapi, seperti serigala itu yang akan merasa senang ke mana pun ia pergi setelah kudisnya itu diobati, kita akan merasa senang ke mana pun kita pergi apabila kita telah membebaskan diri dari pandangan salah.