Wednesday, August 21, 2013

Padang Savana dan Lautan Pasir di Bromo, Tiada Tandingannya


Lautan pasir yang luas
Lautan pasir yang luas       

sabana di balik gunung Bromo
sabana di balik gunung Bromo       

memandang ke arah matahari terbit
memandang ke arah matahari terbit

pagar gunung
pagar gunung       


detikTravel Community -  
Gunung Bromo punya dua pesona yang bakal membuat Anda jatuh cinta, yaitu lautan pasir dan padang savana. Kedua tempat ini punya kecantikan yang tiada tandingannya. Lautan pasirnya sungguh luas dan padang savananya hijau nan cantik.

Jika Anda melakukan perjalanan menuju Gunung Bromo melalui Desa Tumpang, Malang, akan banyak keindahan panorama alam. Panorama alam tersebut berada di sebelah barat Gunung Bromo, yaitu padang sabana yang serba hijau.

Perbukitan dan rerumputan hijau di sana mampu meneduhkan pandangan mata. Bahkan, beberapa traveler menyebutnya sebagai 'bukit Teletubbies'. Berfotolah dengan latar perbukitan hijau yang cantik tersebut.

Setelah dari Desa Tumpang, Anda bisa menyewa mobil Jeep yang mampu mengantar ke mana saja. Disarankan, agar Anda berangkat dini hari atau pagi-pagi sekali untuk berkesempatan melihat sunrise. Musim panas adalah waktu terbaik untuk melihat sunrise di Gunung Bromo, karena langitnya biru dan matahari terlihat cerah.

Lalu dari arah Dusun Ngadas, Anda bisa menuju perjalanan ke lautan pasir. Dari lautan pasir, Anda bisa melihat Gunung Bromo dari puncak salahs atu bukit di sebelah selatan. Jangan lupa, bergayalah di lautan pasir. Rasanya seperti di luar negeri saja!


Sumber : http://travel.detik.com/readfoto/2013/07/13/124000/2084007/1026/4/padang-savana-dan-lautan-pasir-di-bromo-tiada-tandingannya

Wah, Vietnam Punya Padang Pasir!


white sand dunes
white sand dunes       

white sand dunes yang di pinggir danau
white sand dunes yang di pinggir danau       


detikTravel Community -  
Padang pasir yang biasanya ada di kawasan Timur Tengah yang terik ternyata ada juga di Asia Tenggara. Traveler bisa mengecap sedikit rasa Timur Tengah di Mui Ne, Vietnam.

Perjalanan saya kali ini dari Jakarta ke Ho Chi Minh, Vietnam. Saya mencoba jalan-jalan ke Kota Mui Ne, dari Ho Chi Minh menggunakan bus sekitar 5 jam perjalanan. Setibanya di Mue Ne, banyak sekali hotel-hotel persis di pinggir pantai.

Semua tersedia lengkap, dari hostel sampai hotel berbintang. Kebetulan kami menginap di hotel bintang tiga dengan pelayanan ramah dan fasilitas yang memadai. Saat kami tiba di hotel pukul 13.00 siang waktu setempat, di sana sudah ditawarkan sewa jeep sekaligus tur keliling Mui Ne.

Tur itu ternyata tidak terlalu mahal. 1 Jeep isi 5 orang hanya dihargai 400.000 Dong atau yang seharga Rp 200.000. Perjalanan kami awali dengan melancong ke Fishing Village. Kampung ini terdiri dari rumah-rumah sederhana dengan cat rumah warna pastel khas Vietnam selatan.

Ada yang unik dari perahu nelayan yang ada di sini. Perahu yang digunakan para nelayan berbentuk mangkok bundar berdiameter 1,5 meter dan hanya menggunakan 1 dayung saja. Wow!

Perahu ini terbuat dari anyaman bambu dengan kotoran kerbau yang dikeringkan. Setelah kering, kemudian perahu ini dioles dengan getah.

Setelah puas menengok desa ini, kami melanjutkan perjalanan ke Red Sand Dunes. Ini merupakan pasir merah yang letaknya di seberang pantai. Benar-benar sangat unik, bagaimana bisa di negara tropis terdapat gurun pasir.

Selain Red Sand Dunes, kami menuju White Sand Dunes yang pinggirannya ada telaga mirip oase di gurun. Oase ini persis seperti di Timur Tengah. Di sana terdapat penyewaan ATV.

Bagi yang tidak kuat jalan menuju puncak gurun, bisa menggunakan ATV dengan harga sewa USD 10 (Rp 100.000). Karena waktu menjelang malam, kami akhiri liburan hari ini dengan makan malam di pinggir pantai seafood. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan.



Sumber : http://travel.detik.com/read/2012/10/23/103844/2070113/1025/2/wah-vietnam-punya-padang-pasir

Halong Bay


Halong Bay

Bagian dalam gua
Bagian dalam gua       

Kolam harapan
Kolam harapan       


detikTravel Community -  
Halong Bay di Vietnam merupakan perairan dengan bebatuan karst yang mirip dengan Raja Ampat. Karena keindahan panoramanya, tak jarang dari wisatawan yang memasukkan Halong Bay dalam itinerary wajib mereka.

Saat backpacking ke Vietnam dan kebetulan Anda mampir ke Hanoi, jangan lewatkan untuk pergi ke Halong Bay. Lebih praktis kalau untuk menggunakan jasa one day tour. Ada berbagai varian harga tergantung fasilitas.

Waktu itu saya merogoh kocek sebesar 23 USD (Rp 222 ribu) sudah termasuk makan siang, transportasi mobil dan kapal, serta biaya masuk. Anda tinggal bawa diri saja. Halong Bay adalah obyek wisata paling terkenal yang letaknya berada di Provinsi Quang Ninh.

Anda tidak perlu khawatir dan memesan tur jauh-jauh hari. Waktu itu saya hanya menanyakan via email ke hotel mengenai biayanya, dan baru memesan paket begitu sampai di sana.

Jika ingin berangkat sendiri, sebenarnya Anda bisa menggunakan bus umum menuju Pelabuhan Halong. Namun berdasarkan informasi yang saya peroleh, waktu tempuh akan lebih lama 1-2 jam karena rute bus yang memutar.

Waktu menggunakan jasa tur, saya mulai berangkat pukul 09.00 dan sampai di pelabuhan pukul 13.00 siang waktu setempat. Itupun di tengah jalan, rombongan sempat mampir ke sebuah sentra kerajinan tangan di Provinsi Da Nang.

Sebagian besar pengrajin di sana adalah orang yang memiliki kemampuan terbatas atau orang cacat yang menjadi korban Perang Vietnam. Cinderamata yang mendominasi adalah berbagai rupa barang hasil tenunan.

Sesampainya di Pelabuhan Halong, saya melanjutkan perjalanan menggunakan kapal. Satu dek utama di dalam kapal berisi jejeran meja makan. Yap, sembari kapal melaju, saya akan menikmati makan siang ditemani pemandangan menakjubkan.

Ada sajian ikan, kerang, udang bakar, tempura, dan lumpia yang tidak saya sentuh karena tidak halal. Tak ketinggalan nasi hangat yang disajikan di dalam mangkuk dilengkapi sumpit.

Tentu perlu perjuangan ekstra untuk mengambil nasi menggunakan sumpit. Hasilnya tak banyak yang bisa saya masukkan ke dalam perut, padahal selama perjalanan hanya di dalam kapal inilah saya bisa makan nasi.

Komentar saya, Halong Bay sungguh kawasan yang penuh magis. Udaranya sejuk, cuaca berkabut, dan teluk itu dikelilingi pulau-pulau kecil. Persis seperti latar film-film silat zaman dahulu. Menurut sang pemandu, hanya beberapa hari di musim panas (sekitar Juni atau Juli) kita dapat menyaksikan Halong Bay tanpa kabut.

Kapal berhenti di sebuah perkampungan terapung. Mungkin kalau di Indonesia mirip perkampungan Suku Bajau di Jambi. Di antara rumah-rumah terapung itu juga terdapat sekolah dan kantor pemerintahan.

Banyak pula wanita penjaja buah-buahan dan mutiara yang menawarkan dagangannya menggunakan perahu kecil. Saya memanfaatkan waktu dengan naik perahu kecil yang dikendalikan oleh wanita penduduk lokal. Alternatif lain, Anda bisa mencoba keahlian berkeliling menggunakan kano.

Setengah jam berlalu, kapal membawa saya menuju pemberhentian selanjutnya. Sebuah gua yang paling indah di antara ratusan gua yang terdapat di Teluk Halong.

Guanya sangat besar, terdiri dari stalaktit dan stalagmit dengan bentuk berbagai rupa. Sembari menikmati pemandangan, telinga saya ditemani celoteh si pemandu mengenai sejarah dan mitos-mitos mengenai berbagai bentuk bebatuan di goa tersebut.

Ada juga kolam harapan dimana pengunjung bisa melemparkan koin sambil memohon permintaan. Konon permintaan tersebut akan terkabul.

Sayang, karena ikut tur, semua sudah terjadwal dan terkesan tergesa-gesa. Mata saya pun harus awas melihat bendera yang dipegangi si pemandu yang jalannya super cepat di antara ratusan turis yang berjejalan dan banyaknya bendera serupa dari tur lain yang ada.

Sore hari saya sudah tiba kembali di Pelabuhan Halong dan siap menuju Hanoi. Tepat pukul 20.00 malam, mobil yang saya tumpangi mengantarkan kembali ke hotel.


Sumber : http://travel.detik.com/read/2012/04/02/060620/1882376/1025/halong-bay-raja-ampat-nya-vietnam

Kota Fenghuang di China, Berumur 700 Tahun Tapi Masih Utuh!



Fenghuang sudah ada sejak abad ke-14 (cultural-china.com)


Kota ini tidak mengalami modernisasi (cultural-china.com)


Seluruh arsitekturnya masih sama seperti abad ke-14 (Amusing Planet)

 
Datang ke sana, Anda bisa melihat China kuno (Amusing Planet)




Fenghuang - Tak sedikit kota yang menyimpan kesenian dan segala hal tentang perabadan kunonya. Di Fenghuang, Anda bisa merasakan kehidupan China di abad ke-14 lewat bangunannya yang tidak diubah sama sekali. Kota berumur 700 tahun ini bagaikan 'mesin waktu'.

Dilongok dari situs kebudayaan China, Senin (12/8/2013), kota ini berada di barat daya Provinsi Hunan. Fenghuang berada di kaki gunung di tepian Sungai Jiang Tuo.

Masuk ke sana, Anda akan terasa dibawa ke zaman China kuno. Bukan tanpa sebab, ini karena Fenghuang sama sekali tidak tersentuh modernisasi. Segala macam etnik hingga arsitektur China kuno masih tersimpan rapi di sini. Tak heran jika waktu terasa membeku di sana.

Setiap turis yang datang akan disambut dengan 200 lebih bangunan yang sudah ada sejak abad ke-14. Bukan cuma itu, berbagai peninggalan sejarah Dinasti Qing yang ada sejak abad ke-17 juga masih terjaga dengan rapi di sana.

Jika diamati, hampir seluruh rumah di kota ini terbuat dari kayu dan berbentuk rumah panggung. Berbagai lentera merah khas China juga menghiasi rumah di sana.

Berkeliling di Kota Fenghuang, ada 20 jalan besar dan 10 jalan kecil yang menawarkan suasana China kuno. Jangan lewatkan kesempatan untuk mengambil potret di sana. Bergayalah seolah Anda memang hidup di era China kuno.

Salah satu tempat yang wajib dikunjungi adalah jembatan kayu yang berada di atas Sungai Jiang Tuo. Jembatan kayu ini membantu wisatawan dan penduduk setempat untuk menjangkau dunia luar. Inilah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Fenghuang dengan kota modern di luar sana.


Sumber : http://travel.detik.com/read/2013/08/12/135601/2327531/1520/kota-fenghuang-di-china-berumur-700-tahun-tapi-masih-utuh

Kota Kabut yang Magis dan Mistis di Vietnam

 
Sapa Town
 
Sleeper train ticket.jpg 
Sleeper train ticket
 
 
Kota Sapa di utara Vietnam, selalu memikat wisatawan karena kabut abadinya. Begitu kabut menyelimuti kota, suasananya magis dan mistis!
 
Awal tahun ini aku beruntung bisa menginjakkan kaki di tanah orang Viet yang terkenal dengan sejarah perangnya. Berbekal satu backpack dan sepatu sport yang sudah usang, sendiri aku naik pesawat low budget.
 
Niatku memang menghabiskan liburan dengan dana serendah mungkin. Pesawat yang kutumpangi tiba di LCCT Kuala Lumpur tengah malam. Sementara pesawat selanjutnya menuju Hanoi akan berangkat pukul 07.00 pagi waktu setempat.
 
Tentu saja akan sangat sayang mengeluarkan uang untuk membayar hotel yang hanya akan aku pakai selama 6 jam. Jadilah, bersama dengan backpackers lain, aku menggelar pasmina sebagai alas tidur di lantai terminal keberangkatan di Kuala Lumpur.
 
Untung saja aku membekali diri dengan pakaian dan perlengkapan musim dingin. Daerah utara Vietnam memang sedang mengalami musim dingin. 
Kalau tidak, aku tidak akan mampu melewati waktu transitku di Kuala Lumpur. Pendingin udara di sini cukup membuatku bergetar hebat karena kedinginan di sela tidurku.
 
Waktu 6 jam terasa cukup lama, namun menambah nilai petualanganku. Aku tidak menyebut diriku sebagai petualang sejati, karena memang aku jauh dari sebutan itu.
Namun berhasil melewati semalam tidur di lantai keberangkatan airport dengan suhu yang sangat dingin, menambah rasa percaya diriku. Ternyata aku bisa melewatinya.
 
Ketika tiba di Hanoi International airport, aku naik taksi menuju stasiun kereta api. Aku akan memulai perjalananku menuju Kota Sapa yang terkenal dengan misteri kabut yang berkepanjangan.
Sebagai budget traveler, tentu saja aku tidak akan membeli tiket kereta atau paket tour dari agen perjalanan yang harganya sangat mahal. Meski dengan begitu aku harus bersaing dengan orang lokal dengan bahasa yang sama sekali tidak kumengerti.
 
Aku tersenyum lebar ketika tiket sleeper coach seharga 546.000 VD (Rp 250 ribu) ada di tanganku. Perjalanan 9 jam dari Hanoi hingga Lao Cai, stasiun terakhir menuju Kota Sapa, tidak terasa karena aku menghabiskan waktu dengan tidur. 
 
Tepat pukul 6 keesokan paginya, kereta berhenti. Dengan tergesa aku mengepak perlengkapan tidur dan melangkahkan kaki menuju shuttle bus yang akan membawaku ke Kota Sapa.
 
Sesaat setelah meninggalkan Kota Lao Cai, aku disuguhi pemandangan yang magis dan mistis. Aku merasakan getaran kecil di hati ketika melewati pegunungan yang berkabut dan lembab. Aku merasa berada di dunia lain.
 
Dengan pemandangan indah di depanku, dinginnya udara pagi  masuk melalui jendela bus yang sengaja kubiarkan terbuka. Mendengarkan orang-orang berbicara bahasa Viet, aku benar-benar merasa tersesat. Aku tersesat di antara pikiran dan kekagumanku.
 
Aku melihat Kota Sapa di kejauhan, di balik kabut tipis yang selalu menemani kota ini. Aku mencari hostel yang sudah kupesan sebelumnya.
Tidak mahal, cukup $ 10 dolar (Rp 97 ribu) saja. Yang penting aku bisa meregangkan otot dan meletakkan backpack sebelum menelusuri jalan di Kota Sapa.
 
Aku berjalan di pasar tradisional yang dipenuhi wanita dari etnik Black H’Mong. Sungguh aku kagum melihat bagaimana mereka memelihara budaya, tidak terpengaruh dengan gaya berpakaian masa kini. Seperti tidak peduli dengan hantaman udara dingin, mereka tetap sibuk menawarkan barang barang suvenir yang mereka buat sendiri.
 
Beberapa jam kemudian, dalam perjalanan pulang menuju hostel, aku terpaku memandang bangunan gereja kuno dibalik kabut yang semakin menebal. Tanpa bisa menahan langkah kaki, aku memasuki Gereja Holy Rosary yang merupakan peninggalan zaman jajahan Prancis. 
 
Hanya ada beberapa turis yang mengagumi ornamen dan desain di dalamnya. Aku hanya duduk dan tidak tahu berapa lama terdiam di sana tanpa sadar apa yang aku pikirkan. Namun rencana trekking di lembah keesokan hari, sup sayur panas dan secangkir teh hijau yang menungguku, membuatku tersenyum dalam perjalananku pulang ke hotel.
 
 
 
 

SEDERHANA YG TIDAK SEDERHANA


Seorang Sarjana bertanya kepada Master Zen: "Apa kunci kebahagiaan itu?"

Master Menjawab:
"Saat tersenyum, tersenyumlah.
Saat tertawa, tertawalah.
Saat tidur, tidurlah.
Saat makan, makanlah.
Saat sedih, menagislah....
Saat bersama dengan yg dicinta, sayangilah.
Saat bertemu musuhmu, maafkan dan maklumilah.
Saat berpisah, lepaskan dan relakanlah.
Saat emosi datang, menjauhlah dari siapapun.
 Inilah kunci kebahagiaan."

Sarjana itu kembali bertanya: "semudah itu?"

Master: "Siapa bilang mudah?
Banyak yg senyum, tetapi penuh kepedihan.
Banyak yg tertawa, tetapi tertawa penuh keangkuhan.
Banyak yg makan, tetapi tidak merasakan apa yg dimakan, penuh kesibukan, sibuk bicara, dan lainnya.
Banyak yg bersama dengan yg disayang, tetapi tidak pernah mengutarakan rasa sayangnya.

Sebaliknya banyak intrik dan permaianan kata-kata yg menyebabkan pertikaian. Baik antar sesama suami isteri, orang tua dan anak, bahkan sesama saudara.

Saat bertemu musuh, semakin penuh rasa benci, dan ada keinginan untuk menghabiskannya, emosi yg tidak terkendali.

Saat berpisah, melekati dan memikirkan setiap saat, tak bisa melihat dunia lain yg penuh harapan untuknya. Matanya tertutup oleh kemelekatan yg hanya menghancurkan diri dan orang sekitarnya.

Saat emosi, hancurlah semua peluang utk mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan dan rejeki yg ada pun segera menjauh."


 Sarjana: "hmmmmmm..... Sederhana yg tidak sederhana, asal berlatih pasti bisa."

U Can Do iT ,,, !!!