Thursday, September 29, 2011

Good Wan ! (Good One !)



 Caller: Hello, can I speak to Annie Wan ?
 Operator: Yes, you can speak to me.

 Caller : No, I want to speak to Annie Wan!
 Operator: Yes I understand you want to speak to anyone. You can speak to me. Who is this?

 Caller : I'm Sam Wan. And I need to talk to Annie Wan! It's urgent.
 Operator: I know you are someone and you want to talk to anyone! But what's this urgent matter about?

 Caller: Well... just tell my sister Annie Wan that our brother Noe Wan was involved in an accident. Noe Wan got injured and now Noe Wan is being sent to the hospital. Right now, Avery Wan is on his way to the hospital.
 Operator : Look, if no one was injured and no one was sent to the hospital, then the accident isn't an urgent matter! You may find this hilarious but I don't have time for this!

 Caller : You are so rude! Who are you?
 Operator: I'm Saw Ree.

 Caller: Yes! You should be sorry. Now give me your name!!
 Operator: That's what I said. I'm Saw Ree ..
 Caller: Oh ......God !!!

Saat Cinta berpaling Darimu


       Saat Cinta berpaling Darimu ( Pengalaman sejati seorang istri yang dikhianati ) sekaligus pengorbanan luar biasa dari seorang ibu yang begitu mulia.
      ( Asma Nadia )
      ***

       Apakah dia merasa putus asa ketika mengetahui bahwa gaji suaminya yang masih kuliah itu hanya 700 ribu sebulan?
      Apakah dia putus asa ketika mereka harus berpindah-pindah kontrakan dari satu rumah mungil ke rumah mungil yang lain?
      Apakah perempuan itu mengeluh, ketika berbulan-bulan hanya makan tempe dan sayur, yang masing-masing dibeli seribu rupiah di warung, ketika sang suami tak bekerja cukup lama?

      Jawabannya tidak.

      Perempuan berwajah manis, yang saya kenal itu sebaliknya selalu terlihat cerah, seolah permasalahan ekonomi yang menerpa keluarga kecil mereka, tak berarti apa-apa.

      Pun ketika kesulitan hidup terus berlanjut. Menjelang kelahiran anak pertama mereka, suami masih belum memiliki pekerjaan yang mapan. Tapi perempuan itu tidak putus asa. Sedikitpun dia tak menyesali telah menikah dengan lelaki pilihannya. Lelaki yang dia cintai karena kecerdasan dan kegigihannya. Lelaki yang amat dia hormati, yang dia tahu selalu berupaya sungguh-sungguh untuk membahagiakan, dan membuatnya merasa seperti seorang putri.

      Dan kenyataan bahwa mereka tinggal di rumah kontrakan yang nyaris mau runtuh, dengan kamar mandi jelek, dan serangga di mana-mana yang kerap membuat menimbulkan ruam merah pada kulitnya yang putih. Perempuan itu tidak pernah sedikitpun mengeluh.

      Lalu anak pertama lahir. Gagah, dengan alis tebal nyaris bertaut.
Dia dan suami menerima kehadiran pangeran kecil itu dengan hati berbunga.
Meski mereka harus berhutang ke sana ke mari agar biaya kelahiran yang melalui prosedur caesar itu, bisa dilunasi. Sekali lagi, perempuan itu tidak pernah mengeluh.

      Hidup baginya adalah rentetan ucapan syukur kepada yang kuasa, dari waktu ke waktu.

      Ketika anak kedua mereka lahir, roda ekonomi keluarga telah jauh lebih baik. Laki-laki yang dicintainya mendapatkan pekerjaan yang mapan.
Mereka tak lagi bingung memikirkan kebutuhan sehari-hari, makan, lalu susu buat anak-anak.

      Perempuan yang saya kenal sejak lama itu, membantu suaminya dengan bekerja paruh waktu bagi sebuah taman bermain anak-anak yang cukup prestise. Seiring kehidupan yang mulai membaik, perempuan itu tak lagi mengerjakan semua sendiri. Apalagi seorang buah hati lagi telah hadir.

      Sang suami memintanya lebih konsen kepada pekerjaan paruh waktu yang digeluti istrinya. Tahun keempat pernikahan mereka mulai menyewa baby sitter, ketika itu si bungsu belum lagi berusia sepuluh bulan.

      Lalu datanglah kesempatan bagi sang istri. Lembaga tempat dia bekerja paruh waktu, menawarkan program training ke luar negeri. Awalnya sang istri ragu, sebab dia khawatir meninggalkan anak-anak selama dua pekan.
Tetapi lelaki yang dicintainya memberikan support dan mendorongnya untuk pergi,

      "Ini pengalaman bagus buat Ibu," kata lelaki itu.
      Dan ketika dia ingin membantah, lelaki itu menggelengkan kepalanya, "Perempuan lain ingin mendapatkan pengalaman berharga seperti ini. Ibu harus pergi. Gak apa. Ada mbak yang menjaga anak-anak."

      Dengan setengah hati perempuan berwajah manis itu meninggalkan keluarganya. Selama dua pekan di sana dilaluinya dengan rindu yang menyiksa, dan perasaan berat karena selalu terbayang anak-anak.

      Naluri keibuannya rupanya tidak bisa dibohongi. Meskipun sang suami selalu berkata semua baik-baik saja, perempuan itu merasakan ada sesuatu yang terjadi. Dan perasaannya benar.

      Anak bungsu mereka dirawat di rumah sakit karena demam berdarah!
Suaminya yang takut membuatnya panik baru menjelaskan ketika istrinya pulang ke tanah air.

      "Maafkan ayah, ayah takut ibu bingung."
      Perempuan itu menangis. Syukurlah kondisi putri mereka membaik tapi ada hal lain yang terjadi. Hal yang tak pernah diduganya, hal yang membuat jantungnya luruh.

      Suaminya jatuh cinta.
      Perempuan itu sungguh tak percaya, ketika mendengarkan ibu mertuanya menangis tersedu-sedu menjelaskan apa yang terjadi.

      Dunia bahagia yang selama ini dibangunnya seakan runtuh. Apalagi ketika mengetahu gadis cantik yang membuat suaminya jatuh hati, adalah baby sitter yang mereka sewa.

      Mereka hanya berpegangan tangan. Tak lebih. Elak suaminya.
      Tapi hati perempuan itu terlanjur hancur. Harapan-harapan yang dibangunnya seakan menguap.
      Suaminya berpaling. Lelaki yang telah membuatnya merasa seperti seorang putri, jatuh cinta lagi.
      Tuhan. apa maksudmu dengan ini semua? Batin sang istri yang terkoyak.
Dengan hati hempas, dia memanggil baby sitter mereka. Baru kali ini si perempuan memandang lekat-lekat gadis berusia sembilan belas tahun itu.

      Meskipun dari desa, wajahnya memang cantik dan ayu. Kulitnya bersih, rambutnya yang panjang tampak begitu mengilat. Dulu tak dikiranya kecantikan lugu itu akan memporakporandakan rumah tangga mereka.

      Perempuan itu duduk berhadapan dengan baby sitter yang tertunduk salah tingkah.
      "Sudah sejauh apa?'
      Baby sitter itu mengelak. Tak mau berbicara lebih jauh.
      "Apakah kamu menyukai Bapak?"
      Baby sitter itu diam. Ragu. Lalu kepalanya pelan menggeleng, "Saya tak keberatan jika bapak menyukaimu, dan kamu menyukai bapak, kalian bisa menikah!"
      Saya kaget. Saya berada di sana, menemani perempuan yang telah lama menjadi sahabat saya. Tetap saja kalimat terakhirnya mengejutkan saya.

      Si baby sitter cantik menggeleng. Lagi-lagi salah tingkah. Saat itu suami si perempuan sedang berada di kantor, sehingga mereka leluasa berbicara. Tidak jauh dari mereka, mertua sahabat saya tampak menangis sesenggukan. Sebaliknya wajah sahabat saya tampak sangat tegar.

      Ketegaran itu baru runtuh ketika kami hanya berdua. Sahabat saya menangis. Belum pernah saya melihat air mata sebanyak itu tumpah di wajahnya.

      "Saya sedih," bisiknya, "Salahkah?"
      Saya menggeleng. Kesedihan adalah teman kemanusiaan. Tak apa.
"Ibu tadi cerita, bahkan ketika Andin sakit, Ayahnya memilih menemani perempuan itu berobat, meski hanya flu biasa, dan meninggalkan Andin diperiksa hanya dengan ibu,"

      Ah, lelaki begitu mudahkah larut dalam pesona?
      Saya kehilangan kata-kata. Percuma menghibur, apalagi berkata saya mengerti perasaannya. Saya tak ingin berbasa basi yang tidak perlu.

      Kehidupan berlanjut. Suami perempuan itu mengakui kesalahannya, dan berjanji tidak akan mengulangi. Lelaki itu memohon-mohon agar sang istri mau memaafkannya.

      "Bisakah?" tanya saya suatu hari. Ketika itu tahun-tahun sudah berlalu begitu banyak.
      "Saya tidak tahu," jawab sahabat saya.
      Selalu dan selalu, matanya yang cerah meredup setiap teringat kisah itu. Barangkali memang ada beberapa luka yang tak bisa sembuh, bahkan oleh waktu.

      Enam bulan setelah kejadian itu, sahabat saya memang sempat bercerita perasaannya setiap kali suaminya mendekati,
      "Saya merasa jijik," ujarnya dengan wajah bersalah.
      "Tak apa, semua perlu waktu. Lagian yang terjadi tidak sejauh itu. Jangan menyiksa pikiran,"
      "Tapi siapa yang tahu apa yang sebenarnya terjadi?"
      Saya diam. Sahabat saya benar. Hanya suaminya dan si baby sitter yang tahu segala. Mereka terkadang pergi ke luar rumah berdua. Dulu terasa biasa saja mereka hanya ke warung, atau apotik. Entahlah.

      Ketika saya meminta izin menuliskan cerita ini, sahabat saya mengiyakan, meski dia masih belum lagi sembuh dari kesedihan. Memang tidak ada perceraian. Sang suami tampak bersungguh-sungguh menjaga keutuhan keluarga mereka. Apalagi ada anak-anak di antara keduanya.

      "Dia bapak yang baik!" papar sahabat saya suatu hari.

      Kehidupan memang terus berjalan. Satu peristiwa, satu hati yang berdarah. Satu hati yang belum juga sembuh.
      "Kami masih tidak bisa bersama," jelasnya.
      Saya mengerti. Peristiwa itu seolah membekukan semua kehangatan.
Dan keceriaannya sebagai seorang istri. Sang suami tak memaksa. Menjalani saja kehidupan apa adanya. Anak-anak lebih penting.

      Entah sampai kapan mereka bisa bertahan, saya tidak tahu. Tak juga mau menduga-duga.
      Saya cukup senang akhirnya sahabat saya bisa mendapatkan kepercayaan diri yang sempat hancur ketika menyadari sosok perempuan yang telah merebut hati suaminya, tak hanya lebih cantik tapi juga jauh lebih muda.
Perlahan sahabat saya mencoba melupakan apa yang terjadi. Padahal dunia sempat terasa berhenti baginya.

      "Sampai saya sadar, Asma. Di luar sana, banyak pengalaman yang jauh lebih buruk, menimpa istri-istri lain. Apa yang terjadi pada saya, barangkali tak seujung kuku yang dialami perempuan-perempuan lain."

      Hubungan normal layaknya suami istri memang sudah patah, akan sulit merekatkannya kembali. Tapi saya mengagumi semangatnya mempertahankan pernikahan, dan tetap menjalaninya penuh syukur. Perempuan itu bahkan pasrah jika karena ketidakmampuannya sekarang, dikarenakan ulah sang suami, mungkin justru mengakibatkan sang suami menikah dibelakangnya.

      "Dulu hal itu perkara besar buat saya, tapi sekarang tidak," sahabat
saya itu tertawa.
      Sebenarnya banyak yang ingin saya tanyakan padanya. Apakah dia bahagia? Apakah suaminya bahagia? Kenapa tidak bercerai dan sama-sama memulai yang baru? Sebagian orang mungkin akan berpikir begitu. Hidup terlalu singkat untuk larut dalam ketidakbahagiaan.

      Betapapun saya menghormati komitmen keduanya. Juga perkataan sahabat saya, yang akan selalu saya ingat,
      "Ada hati-hati kecil yang harus dijaga, Asma. Setiap mengingat mereka, maka luka-luka lain menjadi kalah penting. Kebahagiaan saya sempat runtuh, tapi kebahagiaan ketiga anak saya tidak. Dan saya harus bisa menjaganya. Sekuat saya."

      *****

A-Z Social Networking

This is how tomorrow's children may end up learning ABC.
A- Apple
B- Blackberry
C- Chatting
D- Download
E- Email
F- Facebook
G- Google
H- HP
I- Iphone
J- Java K- Kaspersky
L- Laptop
M- Microsoft
N- Nokia
O- Outlook
P- Printing
Q- QWERTY
R- Rapidshare
S- Skype
T- Twitter
U- USB
V- Vista W- Windows
X- XP
Y- You Tube
Z- Zukerberg

Nasib Buruh Kawah Ijen yang 'Nelangsa'



Kawah Ijen berada pada ketinggian 2.386 meter di atas permukaan laut, dan merupakan kawah danau terbesar di Pulau Jawa. Kawahnya berbentuk elips, berukuran sekitar 960 meter x 600 meter. Permukaan air danaunya berada pada ketinggian 2.140 meter di atas permukaan laut, dengan kedalaman sekitar 200 meter. Danau Kawah Ijen ialah danau paling asam di dunia, dengan PH 0,5. Beberapa sumber menyebutkan, keasaman danau ini cukup kuat untuk melarutkan pakaian atau jari.

Dari bibir kawah, beberapa area di tepi danau tampak berselimut kabut berbau belerang. Pada jalur mendaki sepanjang sekitar 3,2 kilometer yang membentang dari pos penginapan hingga bibir kawah, puluhan laki-laki yang memikul bongkahan-bongkahan padat belerang berwarna kuning dalam keranjang-keranjang bambu berlalu silih berganti.


Seadanya

Sekitar satu kilometer turun dari bibir kawah ke arah danau ialah tempat mereka bekerja. Pagi itu, sekitar 30-an orang tengah berada di sana. Mereka ialah penambang belerang tradisional. Konon, satu-satunya di dunia.

Para penambang seluruhnya laki-laki, penduduk setempat. Menambang belerang ialah mata pencaharian buat mereka. Suharto, salah satunya. Saat ditemui Ramdani, fotografer Media Indonesia, Rabu (8/6) pagi itu, ia tengah memanggul pikulan bambu berisi bongkahan belerang dalam dua keranjang, seperti semua penambang.

Suharto mengaku menambang belerang sejak berusia 27 tahun. "Sekarang berarti sudah 25 tahun," kata dia. Dari menambang pula, kata dia, warga dapat menafkahi keluarga, hingga memiliki sapi dan motor.

Para penambang biasa melengkapi diri dengan perlengkapan keselamatan kerja seadanya. Penutup kepala, baju berlengan panjang, sepatu bot, serta penutup hidung dan mulut berupa kain atau handuk basah yang digigit.

Satu kali panggul, penambang bisa memikul bongkahan belerang seberat 50 kilogram hingga 100 kilogram. Jalur mereka bermula di pos kaki gunung, menanjak ke kawah, dan turun ke pinggir danau.

Setelah mengambil bongkahan untuk dimuat dalam dua keranjang bambu, mereka memikulnya untuk kembali dalam jalur yang sama, mencapai pos penimbangan.

Di sana, hasil tambang ditimbang. Para penambang diberikan semacam nota. Pada pos kedua di kaki gunung, nota ditukarkan dengan uang. Satu kilogram belerang dihargai Rp625.

Jika Suharto, misalnya, pagi itu memikul 60 kilogram belerang, maka ia memperoleh Rp37.500 untuk satu kali panggul. Dalam sehari, rata-rata mereka mampu menambang dua kali. Inilah hasil jerih payah sebenar-benarnya. "Paling-paling batuk-batuk, pegal-pegal," begitu dituturkan Suharto tentang efek pekerjaannya.

Menurut beberapa penambang yang berlalu lalang pagi itu, ada sekitar 300 orang bekerja di Kawah Ijen sebagai penambang. Mereka bekerja bergantian selama 24 jam, dengan modal dua keranjang dan tongkat pemikulnya.
Pekerja tambang belerang secara tradisional ini juga telah banyak didengar dunia. Wisatawan, baik domestik maupun asing, terlihat berbaur dalam lalu lalang langkah para penambang.

Suara 'kereket' dari pikulan bambu yang tercipta seiring ayunan langkah para penambang belerang rupanya menjadi irama yang indah. Irama, yang bagiSuharto, membuat dirinya tidak merasa lelah.

Dalam suasana gunung yang senyap itu, suara pikulan bambu ini seakan musik yang berdendang, mengiringi pekerjaan para penambang.


Bromo

Selepas berbaur dalam rutinitas para penambang belerang, tim Ring of Fire Adventure melanjutkan perjalanan ke arah barat. Gunung Bromo ialah tujuan berikutnya.

Setelah meletus pada 26 November tahun lalu, yang merupakan erupsi terbesar sejak tahun 1980, berlanjut dengan letusan besar lain pada 22 Desember 2010, Bromo tengah berbenah diri.

Kala itu, erupsi Bromo mengakibatkan lahan pertanian dan sayur mayur seluas 12.484 hektare rusak. Tiga bulan didera hujan abu, kehidupan warga sekitar Gunung Bromo sempat lumpuh.

Lahan pertanian tertutup abu tebal. Kamis (9/6) lalu, ladang-ladang di kawasan tersebut terlihat telah mulai digarap. Penduduk bercocok tanam lagi meskipun bekas limpahan abu masih terlihat di sana sini.

Kegiatan wisata yang juga sempat berhenti pun hidup kembali. Puluhan wisatawan domestik dan asing sudah kembali ke sana dan terpukau pada gunung yang dianggap suci oleh masyarakat Tengger di sekitarnya itu.(M-1)


Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/webtorial/ringoffire/?ar_id=ODE2MA%3D%3D

<><><><><><><>

Melongok Nasib Buruh Kawah Ijen yang 'Nelangsa'


Karya foto yang dipajang bercerita kesedihan pekarja kawah Ijen


"NASIB BURUH MEMANG MENGENASKAN..!" ungkapan ini adalah realitas yang menyelubungi kehidupan kaum buruh. Bahkan, kalau boleh dibilang setiap pergantian penguasa di negeri ini, perubahan itu tak kunjung ada. Orang bilang, sejak zaman orde baru hingga saat ini kondisi buruh masih 'nelangsa.'

Upah minim dengan jam kerja panjang serta tidak terealisasinya tunjangan kesehatan, menjadikan persoalan buruh yang tak pernah terselesaikan. Nah, kondisi memprihatinkan itu rupanya 'terendus' dan dirasakan oleh lima fotografer muda alumni workshop Antara. Melalui mata kameranya, mereka pun 'berteriak' berusaha merekam kehidupan pekerja tambah belerang tradisional di daerah Kawah Ijen, Banyuwangi.

Sisi lain yang dilihat/ Foto: NovriSisi lain yang dilihat/ Foto: NovriLima fotografer tersebut adalah Andi Ari Setiadi, Barmen Simatupang, Budi Chandra, Mahatma Putra, dan Panji Wijaya. Mereka menamakan dirinya sebagai Tim Tanah Air.

"Pameran ini juga dipersembahkan untuk memperingati hari buruh," ujar Andi Ari Setiadi saat pembukaan pameran fotonya bertajuk The Kawah Ijen's Warriors di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Sabtu (1/5).

Berani mati takut lapar/ Foto: Budi Chandra/ dok AntaraBerani mati takut lapar/ Foto: Budi Chandra/ dok AntaraMenurut Ari, timnya berangkat ke lokasi pemotretan dua kali. Yang pertama bulan Mei 2009 dan yang kedua di bulan Maret 2010. Mengenai alasan dipilihnya buruh Kawah Ijen sebagai obyek pemotretan, karena kondisi buruh di tambang belerang tersebut sangat memprihatinkan baik dari segi kesejahteraan maupun kesehatannya.

"Buruh di sana, harus berhadapan dengan maut karena asap belerang sangat beracun," celoteh pria berkacamata ini kepada TNOL menanggapi karya foto yang dipajang.

Seperti diketahui, kawasan kawah Ijen memang selain dikenal sebagai tempat pariwisata, juga dikenal sebagai tempat penghasil belerang. Di gunung yang memiliki ketinggian 2799 meter dpl tersebut ada sekitar 300 pekerja angkut lepas belerang serta puluhan petugas sulfatara yang menggantungkan hidup dari industri belerang.

Pose pekerja, camp Pondok Bunder/ Foto: Andi Ari SetiadiPose pekerja, camp Pondok Bunder/ Foto: Andi Ari SetiadiKondisi para buruh di Kawah Ijen sendiri, sungguh sangat 'mengiris hati.' Bayangkan saja, seorang kuli angkut belerang harus membawa beban minimal seberat 70 kg di kiri kanan pundak mereka. Terlebih, para buruh ini harus berjalan sejauh 4 km dari tempat pengambilan belerang ketempat penimbangan.

Selain itu, mereka juga harus melewati rute yang sangat sulit seperti track yang menanjak dengan batua-batuan cadas yang menganga. "Mereka hanya dibayar Rp 600 perkilogramnya," ucap Budi Chandra salah satu fotografer menimpali.

Dalam pameran tersebut, pengunjung akan melihat 87 foto menarik terkait kegiatan-kegiatan keseharian para buruh sulfatara. Mulai dari perlengkapan angkut belerang, kepulan asap ketika para buruh mengambil belerang hingga foto keluarga para buruh belerang.

Uniknya, dalam pameran tersebut juga dipajang sebuah keranjang yang lengkap dengan 'perabotan' belerangnya. Ketika TNOL mencoba mengangkatnya... "wow ternyata berat sekali."

"Kalau saya mungkin tidak akan sanggup hidup seperti para pekerja di Kawah Ijen ini. Ternyata, mereka benar-benar pahlawan," gumam dalam hati.


Sumber :
http://www.tnol.co.id/id/book-arts/4161-melongok-nasib-buruh-kawah-ijen-yang-nelangsa.html

Los Felidas

Los Felidas adalah nama sebuah jalan di ibukota sebuah negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh di seluruh kota. Ada sebuah kisah Natal yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang, dan itu dimulai dari k...isah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli disitu, melainkan dibawa oleh bekas suaminya dari kampung halamannya.

Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, dan belum setahun mereka di kota itu, mereka kehabisan seluruh uangnya, dan pada suatu pagi mereka sadar bahwa mereka tidak tahu dimana mereka tidur malam nanti dan tidak sepeserpun uang ada di kantong. Padahal mereka sedang menggendong bayi mereka yang berumur 1 tahun. Dalam keadaan panik dan putus asa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya, dan akhirnya tiba di sebuah jalan sepi dimana puing-puing sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.

Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat dibawah atap toko itu, sang suami berkata: Saya harus meninggalkan kalian sekarang. Saya harus mendapatkan pekerjaan, apapun, kalau tidak malam nanti kita akan tidur disini.? Setelah mencium bayinya ia pergi. Dan ia tidak pernah kembali. Tak seorangpun yang tahu pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika.

Selama beberapa hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, dan bila malam tidur diemperan toko itu. Pada hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu, orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil, dan jadilah mereka pengemis disana selama 6 bulan berikutnya.

Pada suatu hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan memutuskan untuk bekerja. Masalahnya adalah dimana ia harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun, dan tampak amat cantik jelita. Tampaknya tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu disitu dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka. Suatu pagi ia berpesan pada anak gadisnya, agar ia tidak kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau menawarkan gula-gula.

Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak ditempat. Dalam beberapa hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, dan kita tidak lagi tidur dengan angin dirambut kita.? Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong, dan membaringkan anaknya dengan hati-hati, didalamnya, disebelahnya ia meletakkan sepotong roti, kemudian, dengan mata basah ibu menuju ke pabrik sepatu, dimana ia bekerja sebagai pemotong kulit.

Begitulah kehidupan mereka selama beberapa hari, hingga dikantong sang ibu kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu didaerah kumuh. Dengan suka cita ia menuju kepenginapan orang-orang miskin itu, dan membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota. Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir rambutnya dan membawanya kesebuah rumah mewah di pusat kota. Di situ gadis cilik itu dijual.

Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun. Mereka memberi nama anak gadis itu Serrafona, dan mereka memanjakannya dengan amat sangat. Ditengah-tengah kemewahan istana itulah gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, dan mengendarai Mercedes Benz kemanapun ia pergi.

Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya, dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat. Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, yang aktif di gereja, dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian tiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas asih,yang bernama Geraldo.

Setahun setelah perkawinan mereka, ayahnya wafat, dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga dan istana yang paling megah di kota itu. Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, dan dilaci meja kerja ayahnya ia melihat selembar foto seorang anak bayi yang digendong sepasang suami istri.

Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam. Sesuatu ditelinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian ia membuka lemarinya sendiri, dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Didalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara benda-benda mewah itu sesuatu terbungkus kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan dan bukan emas murni. Ibunya almarhum memberinya benda itu sambil berpesan untuk tidak kehilangan benda itu. Ia sempat bertanya, kalau itu anting-anting, dimana satunya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting-anting itu didekat foto. Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang. Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, yang tersenyum dibuat-buat, belum penah dilihatnya sama sekali.

Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanyaannya, misalnya: kenapa jenis wajahnya dan wajah kedua orang tuanya berbeda, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya. Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat dibenaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya dan mendekapnya didada.

Diruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dinginnya sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu.

Ia seolah merasakan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama. Matanya basah ketika ia keluar dari kamar dan menghampiri suaminya yang sedang membaca koran: Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkin ibu saya masih ada dijalan sekarang setelah 25 tahun.?

Itu adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar keseluruh jaringan kepolisian diseluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, kantor surat kabar dan kantor catatan sipil. Ia membentuk yayasan-yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial diseluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita. Bulan demi bulan lewat, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu dinegeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah. Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencaharian mereka. Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad.

Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang. Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian. Saat itu waktu sudah memasuki masa Natal. Seluruh negeri bersiap untuk menyambut hari kelahiran Kristus, dan bahkan untuk kasus Serrafona-pun orang tidak lagi menaruh perhatian utama. Melihat pohon-pohon terang mulai menyala disana-sini, mendengar lagu-lagu Natal mulai dimainkan ditempat-tempat umum, Serrafona menjadi amat sedih.

Pagi siang dan sore ia mengambil rosarionya dan berdoa: Tuhan, saya bukannya tidak berniat merayakan hari lahirmu, tapi ijinkan saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup saya: temukan saya dengan ibu saya.?

Tuhan mendengarkan doa itu. Suatu sore mereka menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ketempat itu, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka. Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil ditepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu. Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya.

Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang, dan malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana Serrafonna diculik.

Mereka tinggal disebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur. Untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa ibunya masih hidup sekarang, dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya. Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staff mereka.

”Tuhan maha kasih, Nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu Nyonya. Hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak banyak lagi.”

Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh dan banyak angin. Rumah-rumah disepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu dua anak kecil tanpa baju bermain-main ditepi jalan. Dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan berikutnya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk ke dalam, tubuh Serrrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu. Lekas, Serrafonna, mama menunggumu, sayang.

Ia mulai berdoa: Tuhan beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja.

Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: Tuhan beri saya sebulan saja. Mobil belok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka. Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan.

Ketika mereka masuk belokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas. Panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Ditengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak onggokan sampah dan kantong-kantong plastik, dan ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak-gerak.Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya dan 3 mobil polisi. Dibelakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis-pengemis yang segera memenuhi tempat itu.

”Belum bergerak dari tadi.” Lapor salah seorang.

Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun. Suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya.

”Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu.”

Serrafona memandang tembok dihadapannya, dan ingat saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kakinya dan ingat ketika ia belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkannya pada masa kecilnya. Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ketangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

Tuhan, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, beri kami sehari, Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberinya tahu bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Jadi mama tidak menyia-nyiakan saya. Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya. Wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, kearah mobil-mobil yang mengkilat dan kearah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri ketika ia masih muda.

”Mama….” ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang ditunggunya tiap malam – antara waras dan tidak – dan tiap hari – antara sadar dan tidak? kini menjadi kenyataan. Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas. Perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebentuk anting-anting yang sudah menghitam. Serrafona mengangguk, dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya.

”Mama. Saya tinggal di istana dan makan enak tiap hari. Mama jangan pergi dulu. Apapun yang mama mau bisa kita lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur, ingin bertamasya, apapun bisa kita bicarakan. Mama jangan pergi dulu… Mama…”

Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan : Tuhan maha pengasih dan pemberi, Tuhan….. satu jam saja….. satu jam saja…..

Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia.

5 Menit Saja

Seorang ibu duduk di samping seorang pria di bangku dekat Taman-Main di West Coast Park pada suatu minggu pagi yang indah cerah. “Tuh.., itu putraku yang di situ,” katanya, sambil menunjuk ke arah seorang anak kecil dalam T-shirt merah yang sedang meluncur turun di pelorotan/perosotan. Mata ibu itu berbinar, bangga.

“Wah, bagus sekali bocah itu,” kata bapak di sebelahnya. “Lihat anak yang sedang main ayunan di bandulan pakai T-shirt biru itu? Dia anakku,” sambungnya, memperkenalkan. Lalu, sambil melihat arloji, ia memanggil putranya. “Ayo Jack, gimana kalau kita sekarang pulang?” Jack, bocah kecil itu, setengah memelas, berkata, “Kalau lima menit lagi,boleh ya, Yahhh? Sebentar lagi Ayah, boleh kan? Cuma tambah lima menit kok, yaaa…?”

Pria itu mengangguk dan Jack meneruskan main ayunan untuk memuaskan hatinya. Menit-menit berlalu, sang ayah berdiri, memanggil anaknya lagi. “Ayo, ayo, sudah waktunya berangkat?” Lagi-lagi Jack memohon, “Ayah, lima menit lagilah. Cuma lima menit tok, ya? Boleh ya, Yah?” pintanya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Pria itu bersenyum dan berkata, “OK-lah, iyalah…”

“Wah, bapak pasti seorang ayah yang sabar,” ibu yang di sampingnya, dan melihat adegan itu, tersenyum senang dengan sikap lelaki itu. Pria itu membalas senyum, lalu berkata, “Putraku yang lebih tua, John, tahun lalu terbunuh selagi bersepeda didekat sini, oleh sopir yang mabuk.
Tahu tidak, aku tak pernah memberikan cukup waktu untuk bersama John. Sekarang apa pun ingin kuberikan demi Jack, asal saja saya bisa bersamanya biar pun hanya untuk lima menit lagi. Saya bernazar tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi terhadap Jack.

Ia pikir, ia dapat lima menit ekstra tambahan untuk berayun, untuk terus bermain. Padahal, sebenarnya, sayalah yang memperoleh tambahan lima menit memandangi dia bermain, menikmati kebersamaan bersama dia, menikmati tawa renyah-bahagianya….”



Pesan Cerita...

Hidup ini bukanlah suatu lomba. Hidup ialah masalah membuat prioritas. Berikanlah pada seseorang yang kaukasihi, lima menit saja dari waktumu, dan engkau pastilah tidak akan menyesal selamanya. Prioritas apa yang Anda miliki saat ini?

Waktu yang sudah terlewat tidak akan kembali lagi…

Pepatah mengatakan, “ Semakin bertambah usia, maka akan semakin sedikit waktu”.

Seiring berjalan nya waktu & Semakin bertambah usia orang yang kita kasihi, maka akan semakin sedikit waktu untuk dapat berkumpul bersama.

Seiring berjalan nya waktu & Semakin bertambah usia, maka kesempatan untuk memupuk kebajikan akan semakin sedikit, sedapat mungkin kita sama-sama berusaha dengan seiring berjalannya waktu. Karena waktu tidak dapat kita genggam. Kita harus memegang dan memanfaatkan setiap waktu… Yang sudah terjadi tidak dapat terulang kembali.

Moment indah yang terjadi, dapat menjadi kenangan terindah dalam hidup kita, dan belum tentu kita dapat mengulang moment indah tersebut dengan sama persis.

Moment yang kurang menyenangkan, juga dapat menjadi pelajaran berharga & pengalaman hidup kita.

Setiap moment apa pun yang kita alami mempunyai makna tersendiri dan bisa membuat kita semakin menyadari bahwa betapa berharga nya kita dapat mengalami moment tersebut.

Seiring berjalan nya waktu, kita berusaha merubah segala nya menjadi lebih baik. Seperti :
• Sifat dan kebiasaan buruk, dari waktu ke waktu bisa berubah menjadi lebih baik.
• Pandangan ini dari hari ke hari bisa semakin cemerlang
• Pikiran ini dari jam ke jam bisa semakin terbuka
• Hati ini dari menit ke menit bisa semakin luas seperti samudra
• Kearifan ini bisa semakin bijak seiring berjalan nya waktu.
• Dan lain-lain

ELANG & KALKUN

Konon di satu saat yang telah lama berlalu, Elang dan Kalkun adalah burung yang menjadi teman yang baik. Dimanapun mereka berada, kedua teman selalu pergi bersama-sama. Tidak aneh bagi manusia untuk melihat Elang dan Kalkun terbang bersebelahan melintasi udara bebas.

Satu hari ketika mereka terbang, Kalkun berbicara pada Elang, “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Perut saya sudah keroncongan nih!”. Elang membalas, “Kedengarannya ide yang bagus”.
Jadi kedua burung melayang turun ke bumi, melihat beberapa binatang lain sedang makan dan memutuskan bergabung dengan mereka. Mereka mendarat dekat dengan seekor Sapi. Sapi ini tengah sibuk makan jagung,namun sewaktu memperhatikan bahwa ada Elang dan Kalkun sedang berdiri dekat dengannya, Sapi berkata, “Selamat datang, silakan cicipi jagung manis ini”.

Ajakan ini membuat kedua burung ini terkejut. Mereka tidak biasa jika ada binatang lain berbagi soal makanan mereka dengan mudahnya. Elang bertanya, “Mengapa kamu bersedia membagikan jagung milikmu bagi kami?”. Sapi menjawab, “Oh, kami punya banyak makanan disini. Tuan Petani memberikan bagi kami apapun yang kami inginkan”. Dengan undangan itu, Elang dan Kalkun menjadi terkejut dan menelan ludah. Sebelum selesai, Kalkun menanyakan lebih jauh tentang Tuan Petani.

Sapi menjawab, “Yah, dia menumbuhkan sendiri semua makanan kami. Kami sama sekali tidak perlu bekerja untuk makanan”. Kalkun tambah bingung, “Maksud kamu, Tuan Petani itu memberikan padamu semua yang ingin kamu makan?”. Sapi menjawab, “Tepat sekali!. Tidak hanya itu, dia juga memberikan pada kami tempat untuk tinggal.” Elang dan Kalkun menjadi syok berat!. Mereka belum pernah mendengar hal seperti ini. Mereka selalu harus mencari makanan dan bekerja untuk mencari naungan.

Ketika datang waktunya untuk meninggalkan tempat itu, Kalkun dan Elang mulai berdiskusi lagi tentang situasi ini. Kalkun berkata pada Elang, “Mungkin kita harus tinggal di sini. Kita bisa mendapatkan semua makanan yang kita inginkan tanpa perlu bekerja. Dan gudang yang disana cocok dijadikan sarang seperti yang telah pernah bangun. Disamping itu saya telah lelah bila harus selalu bekerja untuk dapat hidup.”

Elang tak goyah dengan pengalaman ini, “Saya tidak tahu tentang semua ini. Kedengarannya terlalu baik untuk diterima. Saya menemukan semua ini sulit untuk dipercaya bahwa ada pihak yang mendapat sesuatu tanpa mbalan. Disamping itu saya lebih suka terbang tinggi dan bebas mengarungi langit luas. Dan bekerja untuk menyediakan makanan dan tempat bernaung tidaklah terlalu buruk. Pada kenyataannya, saya menemukan hal itu sebagai tantangan menarik”.

Akhirnya, Kalkun memikirkan semuanya dan memutuskan untuk menetap dimana ada makanan gratis dan juga naungan. Namun Elang memutuskan bahwa ia amat mencintai kemerdekaannya dibanding menyerahkannya begitu saja. Ia menikmati tantangan rutin yang membuatnya hidup. Jadi setelah mengucapkan selamat berpisah untuk teman lamanya Si Kalkun, Elang menetapkan penerbangan untuk petualangan baru yang ia tidak ketahui bagaimana ke depannya.

Semuanya berjalan baik bagi Si Kalkun. Dia makan semua yang ia inginkan. Dia tidak pernah bekerja. Dia bertumbuh menjadi burung gemuk dan malas. Namun suatu hari dia mendengar istri Tuan Petani menyebutkan bahwa Hari raya Thanks giving akan datang beberapa hari lagi dan alangkah indahnya jika ada hidangan Kalkun panggang untuk makan malam. Mendengar hal itu, Si Kalkun memutuskan sudah waktunya untuk pergi dari pertanian itu dan bergabung kembali dengan teman baiknya, si Elang.

Namun ketika dia berusaha untuk terbang, dia menemukan bahwa ia telah tumbuh terlalu gemuk dan malas. Bukannya dapat terbang, dia justru hanya bisa mengepak-ngepakkan sayapnya. Akhirnya di Hari Thanks giving keluarga Tuan Petani duduk bersama menghadapi panggang daging Kalkun besar yang sedap



Pesan :

Ketika anda menyerah pada tantangan hidup dalam pencarian keamanan, anda mungkin sedang menyerahkan kemerdekaan anda…Dan Anda akan menyesalinya setelah segalanya berlalu dan tidak ada KESEMPATAN lagi…

Seperti pepatah kuno “selalu ada keju gratis dalam perangkap tikus”.

AKU ADALAH RAJAWALI (我是老鹰)

Cerita ini berawal saat terjadinya gempa bumi dasyat di sebuah tempat yang jauh dari keramaian. Pohon-pohon bertumbangan, angin berhembus kencang, suara gaduh terdengar di mana-mana, tanah pun retak-retak dan terbelah. Setelah bencana berlalu, seorang petani muda melintas di tempat itu. Tak sengaja ia melihat sebuah sarang burung yang terkoyak dan jatuh di tanah. Petani muda itu mengorek-ngorek sarang dan menemukan sebutir telur di dalamnya. Ia penasaran melihat ukuran telur yang jauh lebih besar dibandingkan telur ayam peliharaannya. Ia pun bergegas membawanya pulang dan kemudian meletakkannya di antara telur-telur ayam agar dierami si induk ayam.

Beberapa minggu kemudian, telur besar itu menetas mengikuti telur-telur kecil yang sudah menetas lebih dahulu. Dari tetesan telur besar itu muncul seekor unggas mirip ayam tetapi dengan bentuk dan ukuran yang berbeda sekali. Induk ayam mengira unggas itu sama saja dengan anak-anaknya yang lain. Maka sejak itu si unggas hidup bersama anak-anak ayam. Ia makan,berjalan, bersuara dan bermain-main layaknya anak-anak ayam.Dia pun merasa sebagai bagian dari keluarga ayam-ayam itu itu.

Suatu hari, tinggi di udara tampak seekor burung rajawali terbang dengan gagah perkasa. Sebentar-sebentar menukik, berputar-putar, melayang-layang, sambil memekikkan suaranya yang menakutkan. Dari ketinggian itu matanya yang tajam sedang mengawasi dan mencari sasaran-sasaran yang hendak dimangsanya. Sementara itu, di bawah tampak si unggas muda sedang mengintip kegagahan si rajawali.

"Wah, apa yang terbang di atas itu ? Hebat sekali ! begitu besar, gagah, dan kepak sayapnya indah sekali. Suaranya juga dasyat, terdengar sampai di bawah sini," gumamnya penuh bersemangat. Sejenak kemudian, ia berudah menjadi sedih. "Seandainya aku bisa terbang....Aku pasti bangga dan bahagia sekali...." bisik si unggas muda.

Hingga suatu hari, si rajawali terbang agak rendah dan berputar-putar mengelilingi si unggas muda. "Hai...kamu...!" teriak si rajawali. "Mengapa kamu hanya mendongak ke atas, berjalan kesana-kemari...? Ayo terbang...!

Si unggas muda terkaget-kaget. "Aaaa...aku ? Kau suruh aku terbang ? Bercanda kamu !Aku tidak mungkin bisa terbang. Aku di takdirkan berjalan dengan kedua kaki ini."jawab si unggas muda.

"Salah...!kamu ini seekor rajawali 你是老鹰。 Kamu bisa terbang sama seperti aku !" teriak si rajawali, mengingatkan.

"Tidak ! aku berbeda dengan kamu ! Aku memang memimpikan bisa terbang seperti kamu, tapi inilah nasibku. Selamanya aku tidak akan pernah bisa menjadi sepertimu."

Si rajawalipun kehilangan kesabarannya. Ia mengepakkan sayap, terbang ke atas, lalu secepat kilat ia menukik dan menyambar si unggas muda. Ia membawa unggas muda itu terbang tinggi sekali. Sambil terus mencengkramkan unggas muda, si rajawali berteriak :"Sekarang bersiaplah ! Aku akan melepaskanmu...kepakkan sayapmu sekuat tenaga !"

Dan hup..begitu dilepas, si unggas muda mengepakkan sayapnya sekuat tenaga sambil berteriak ketakutan. Sesaat kemudian, ia mulai bisa mengatur keseimbangan dan barulah ia sadar. Hah..aku tidak jatuh ! aku bisa terbang ! aku sungguh-sungguh terbang !" pekikan suaranya terdengar keras sekali.

Dengan takjub dan hati penuh kegembiraan yang luar biasa, si unggas muda mengawali hidup baru dengan kesadaran penuh."Aku adalah rajawali 我是老鹰 ! tempatku bukan hanya di daratan dan tidak perlu berjalan kaki mencari makan. Tempatku juga di udara, terbang bebas menjelajahi alam semesta !

Pembaca yang budiman.
Kisah rajawali muda tadi mengingatkan kita pada potensi-potensi diri yang terpendam. Sebagai manusia berakal budi, bukannya kita tidak memiliki kemampuan. Tetapi seringkali kemampuan itu tidak muncul di permukaan hanya karena kita tidak menyadari potensi dalam diri kita. Kemampuan itu tenggelam karena kita tidak memiliki keberaniaan untuk mencoba . Seperti bunyi kata-kata mutiara : Apa yang tidak mungkin seringkali karena tidak pernah dicoba.


Kutipan buku : 16 Wisdom & Success
Penulis:Andrie Wongso
 

Kita yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak

Suatu ketika istri John Maxwell, pembicara motivator top, Margaret, sedang menjadi pembicara di salah satu sesi seminar tentang kebahagiaan. Maxwell sang suami duduk di bangku paling depan dan mendengarkan. Di akhir sesi, semua pengunjung bertepuk tangan dan tiba sesi tanya jawab.

Setelah beberapa pertanyaan, seorang ibu mengacungkan tangannya untuk bertanya, "Miss Margaret, apakah suami Anda membuat Anda bahagia?"
Seluruh ruangan langsung terdiam. Satu pertanyaan yang bagus. Margaret tampak berpikir beberapa saat dan kemudian menjawab, "Tidak."

Seluruh ruangan terkejut. "Tidak," katanya sekali lagi,

"John Maxwell tidak bisa membuatku bahagia", Seisi ruangan langsung menoleh ke arah Maxwell. Maxwell juga menoleh-noleh mencari pintu keluar. Rasanya ingin cepat-cepat keluar.

Kemudian, lanjut Margaret, "John Maxwell adalah seorang suami yg sangat baik. Ia tdk pernah berjudi, mabuk-mabukan, main serong. Ia setia, selalu memenuhi kebutuhan saya, baik jasmani maupun rohani. Tapi, tetap dia tidak bisa membuatku bahagia.."

Tiba-tiba ada suara bertanya, "Mengapa?"

"Karena," Jawabnya, "tidak ada seorang pun di dunia ini yang bertanggung jawab atas kebahagiaanku selain diriku sendiri."

Margaret mengatakan, tidak ada orang lain yang bisa membuatmu bahagia. Baik itu pasangan hidupmu, sahabatmu, uangmu, hobimu. Semua itu tidak bisa membuatmu bahagia.

Karena yang bisa membuat dirimu bahagia adalah dirimu sendiri.

Kamu bertanggung jawab atas dirimu sendiri.

Kalau kamu sering merasa berkecukupan, tidak pernah punya perasaan minder, selalu percaya diri, kamu tidak akan merasa sedih.

Sesungguhnya pola pikir kita yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak, bukan faktor luar.

Bahagia atau tidaknya hidupmu bukan ditentukan oleh seberapa kaya dirimu, cantik istrimu, atau sesukses apa hidupmu.

Bahagia adalah pilihanmu sendiri.. :-)

Endless Love (Ost. The Myth) - JACKIE CHAN feat. Kim Hee-Seon

Endless Love
(JACKIE CHAN feat. Kim Hee-Seon)


[Jackie]
Jie kai wo zui shen mi de deng dai
Xing xing zhui luo feng zai chui dong
Zhong yu zai jiang ni yong ru huai zhong
Liang ke xin chan dou

Xiang xin wo bu bian de zhen xin
Quan nian deng dai you wo cheng nuo
Wu lun jing guo duo shao de han dong
Wo jue bu fang shuo

[Hee-Seon]
iye nae sonul japgo nunulkamayo
uri saranghetton nalto sengkaghepayo
uri nomu sarangheso
apossonneyo
soro saranghandan malto mottansondayo

[Jackie]
Mei yi ye bei xing tong chuan yue
Si nian yong mei you zhong dian
Zao xi guang le gu du xiang sui
Wo wei xiao mian dui

Xiang xin wo ni xuan ze deng dai
Zai duo ku tong ye bu shan duo
Zhi you ni de wen rou neng jie jiu
Wu bian de leng mo


[Hee-Seon]
Hisae nayeso nechago nunei kamayou
Nuri saram haeto nago same kaemayao
Nuri normu saram haeso happa saneyou
Sorou saram hadam mago moteso neyou

[Jackie & Hee-Seon]
Rang ai cheng wei ni wo xin zhong
Nei yong yuan sheng kai de hua

Chuan yue shi kong jue bu di tou yong bu fang qi de meng

[Hee-Seon]
Nuri normu saram haeso happa saneyou
Sorou saram hadam mago moteso neyou

Rang ai cheng wei ni wo xin zhong
Nei yong yuan sheng kai de hua

[Hee-Seon]
Nuri sojoh haeto yaso yijito manayou

[Jackie & Hee-Seon]
Wei you zhen ai zhui sui ni wo
Chuan yue wu jin shi kong

[Hee-Seon]
Sorou saram hadam mago moteso neyou

[Jackie]
Ai shi xin zhong wei yi bu bian mei li de shen hua



 
 
Jie kai wo zui shen mi de deng dai
Release me from this mysterious waiting

Xing xing zhui lo feng zai chui dong
The stars are falling, the wind is blowing

Zhong yu zai jiang ni yong ru hai zhong
Finally I can hold you in my arms

Liang ke xin chan dou
Two hearts beating together

Xiang xin wo bu bian de zhen xin
Believe me that my heart is never-changing

Qian nian deng dai you wo cheng nuo
Waiting a thousand years, you have my promise

Wu lun jing guo duo shao de han dong
Despite many bitter winters

Wo jue bu fang shuo
I never let you go

*:
Iye nae sonul japgo nunulkamayo
Close your eyes and tightly grab my hands

Uri saranghetton nalto sengkaghepayo
Please recall the past - the days we were in love

Uri nomu sarangheso
We loved each other too much

Apossonneyo
It is sorrowful

Soro saranghandan malto mottansondayo
That we can't even say "I love you"
---

Mei yi ye bei xin tong chuan ye
Every night my heart aches

Si nian yong mei you zhong dian
I never stop thinking of you

Zao xi guan le gu du xiang sui
I am used to being alone for such a long time

Wo wei xia mian dui
And I face it with a smile

Xiang xin wo ni xuan ze deng dai
Believe me, I choose to wait

Zai duo ku tong ye bu shan duo
Even though it's painful, I won't leave

Zhi you ni de wen rou neng jie jiu wu bian de leng mo
Only your tenderness can save me from the endless cold

(Back to *)

**:
Rang ai cheng wei ni wo xin zhong
Let love be a blossoming flower in our hearts

Nei yong yuan sheng kai de hua
We can pass through time,
---

Chuan yue shi kong jue bu di tou yong bu fang qi de meng
Never bowing our heads, and never giving up our dream

(Back to *)

(Back to **)

Ulisocho hepanyason kimchidenamayo
We never forget our promise

Wei you zhen ai zhui sui ni wo
Only true love follow us

Chuan yue wu jin shi kong
As we pass through time

Soro saranghandan malto mottansondayo
We can't even say "I love you"

Ai shi xin zhong wei yi bu bian mei li de shen hua
The love we had in our hearts is the only never-changing myth

LESSONS ON LIFE (SEASONS)

There was a man who had four sons. He wanted his sons to learn not to judge things too quickly. So he sent them each on a quest, in turn, to go and look at a pear tree that was a great distance away.
(Ada seorang pria yang memiliki empat anak. Dia ingin anak-anaknya belajar untuk tidak menghakimi/menilai segala hal yang terlalu cepat. Maka ia mengutus mereka masing-masing pada suatu pencarian, pada gilirannya, untuk pergi dan melihat sebuah pohon pir yang besar jarak jauh.)


The first son went in the winter, the second in the spring, the third in summer, and the youngest son in the fall.
(Anak yang pertama pergi di musim dingin, yang kedua pada musim semi, yang ketiga di musim panas, dan anak bungsu di musim gugur.)


When they had all gone and come back, he called them together to describe what they had seen.
(Ketika mereka semua pergi dan kembali, dia memanggil mereka bersama-sama untuk menggambarkan apa yang telah mereka lihat.)


The first son said that the tree was ugly, bent, and twisted. The second son said no it was covered with green buds and full of promise.
(Anak pertama mengatakan bahwa pohon itu jelek, membungkuk, dan terpelintir. Putra kedua mengatakan tidak, pohon itu ditutupi dengan kuncup hijau dan penuh janji.)


The third son disagreed, he said it was laden with blossoms that smelled so sweet and looked so beautiful, it was the most graceful thing he had ever seen.
(Anak ketiga tidak setuju, dia bilang itu sarat dengan bunga yang wanginya begitu manis dan terlihat sangat indah, itu adalah hal yang paling anggun yang pernah dilihatnya.)


The last son disagreed with all of them; he said it was ripe and drooping with fruit, full of life and fulfillment.
(Anak terakhirnya tidak setuju dengan semua dari mereka , ia mengatakan bahwa pohon itu sudah matang dan buahnya berjatuhan, penuh kehidupan dan pemenuhan.)


The man then explained to his sons that they were all right, because they had each seen but only one season in the tree's life.
(Pria itu kemudian menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa mereka benar semua, karena mereka telah saling melihat tapi hanya satu musim dalam kehidupan pohon itu.)



He told them that you cannot judge a tree, or a person, by only one season, and that the essence of who they are and the pleasure, joy, and love that come from that life can only be measured at the end, when all the seasons are up.
(Dia mengatakan kepada mereka bahwa kita tidak bisa menilai suatu pohon, atau seseorang, dengan hanya satu musim, dan bahwa inti dari siapa mereka dan kesenangan, suka cita, dan cinta yang datang dari hidup hanya dapat diukur di akhir, ketika semua musim sudah habis.)


If you give up when it's winter, you will miss the promise of your spring, the beauty of your summer, fulfillment of your fall.
(Jika Anda menyerah ketika itu musim dingin, anda akan melewatkan janji musim semi Anda, keindahan musim panas Anda, penunaian musim gugur Anda.)



Moral of this story :
(Moral dari Cerita ini :)

Don't let the pain of one season destroy the joy of all the rest.
Don't judge life by one difficult season.
Persevere through the difficult patches and
Better times are sure to come some time or later
(Jangan biarkan rasa sakit satu musim menghancurkan suka cita dari semua sisa yang ada.
Jangan menilai hidup dengan satu musim sulit.
Bertahan melalui potongan kesulitan dan
Saat yang lebih baik pasti akan datang beberapa waktu atau nanti).

-o0o-
LESSONS IN LIFE :

LOVE -- but not to much...
GIVE -- but leave something for yourself..
FIGHT -- but learn to let go....
CRY -- but try to move on..

and most of all DON'T overuse your

HEART -- in lovin' someone

sometimes we need to use are....

BRAIN - to stop the pain.

PERBEDAAN PERSEPSI (Pesan Ayah)

Ada seorang ayah yang menjelang ajalnya di hadapan sang Istri berpesan DUA hal kepada 2 anak laki-lakinya :

- Pertama : Jangan pernah menagih hutang kepada orang yg berhutang kepadamu.
- Kedua : Jika pergi ke toko jangan sampai mukanya terkena sinar matahari.


Waktu berjalan terus. Dan kenyataan terjadi, bahwa beberapa tahun setelah ayahnya meninggal anak yang sulung bertambah kaya sedang yang bungsu menjadi semakin miskin.

Pada suatu hari sang Ibu menanyakan hal itu kepada mereka.

Jawab anak yang bungsu : "Ini karena saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, akibatnya modalku susut karena orang yang berhutang kepadaku tidak membayar sementara aku tidak boleh menagih".

"Juga Ayah berpesan supaya kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya saya harus naik becak atau andong, padahal sebetulnya saya bisa berjalan kaki saja, tetapi karena pesan ayah itu, akibatnya pengeluaranku bertambah banyak".

Kepada anak yang sulung yang bertambah kaya, sang Ibu pun bertanya hal yang sama.
Jawab anak sulung : "Ini semua adalah karena saya mentaati pesan ayah. Karena Ayah berpesan supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka saya tidak pernah menghutangkan sehingga dengan demikian modal tidak susut".

"Juga Ayah berpesan agar supaya jika saya berangkat ke toko atau pulang dari toko tidak boleh terkena sinar matahari, maka saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Karenanya toko saya buka sebelum toko lain buka, dan tutup jauh sesudah toko yang lain tutup."
"Sehingga karena kebiasaan itu, orang menjadi tahu dan tokoku menjadi laris, karena mempunyai jam kerja lebih lama".



MORAL CERITA :

Kisah diatas menunjukkan bagaimana sebuah kalimat di tanggapi dengan presepsi yang berbeda. Jika kita melihat dengan positive attitude maka segala kesulitan sebenarnya adalah sebuah perjalanan membuat kita sukses tetapi kita bisa juga terhanyut dengan adanya kesulitan karena rutinitas kita... pilihan ada di tangan anda.

'Berusahalah melakukan hal biasa dengan cara yang luar biasa'

Jangan Lepaskan Cinta

Cerita saya ini hanyalah sebuah cerita biasa dari kehidupan seorang wanita. Saya membagi cerita karena ingin membagi kebahagian yang telah saya dapatkan dalam kehidupan. Saya dilahirkan dari sebuah keluarga pekerja keras.

Papa adalah seorang pengusaha yang berhasil. Sejak kecil, saya lebih dekat dengan Papa, hal itu membuat saya menjadi seperti seorang laki-laki.
Bukan dalam penampilan, tapi dari cara berpikir dan cara mengambil keputusan dan cara saya berbuat. Dan saya pun seorang pekerja keras seperti Papa. Dengan bekerja keras dan adanya emansipasi, saya berhasil memiliki semua yang saya inginkan dalam hidup.

Dalam kehidupan sehari-hari, saya agak nakal, keras kepala dan suka berganti pacar dan mencoba sesuatu yang baru. Saya mempunyai jiwa petualang layaknya seorang laki-laki mungkin karena dekat dengan Papa saya.

Pada suatu kegiatan, saya bertemu dengan seorang pria, yang kemudian menjadi suami saya. Calon suami saya itu sebenarnya bukan type ideal saya. Saya melihat banyak kekurangan dari nya karena dia tidak seperti layaknya laki-laki yang saya idamkan sebagai laki-laki ideal. Tapi ada hal yang menarik darinya dan saya pun tidak tahu itu apa, yang membuat saya senang bersama dengan dia. Dan anehnya kami pun berpacaran.

Pacaran kami tidak seindah seperti layaknya cerita cinta Cinderella. Kami sering bertengkar, kami sering saling menyakiti satu sama lain. Mungkin calon suami saya tersebut malu karena dia tidak memiliki banyak hal seperti yang saya miliki. Dia sangat angkuh dan sombong seakan-akan dialah orang yang paling pintar di antara kami berdua. Kami pun seperti kucing dengan tikus, selalu bertengkar sehingga kami pun berpisah, walaupun kami kembali pacaran lagi. Yang terjadi kemudian adalah kami menjadi putus dan sambung berulang kali. Saya pun lelah dan menjadi sangat membenci dia lalu memutuskan untuk meninggalkannya. Lagipula keluarga Saya tidak menyukainya karena dianggap hanya akan mengambil keuntungan materi yang keluarga kami miliki.

Saya pun mencoba menjalin hubungan dengan pria lain. Ketika gagal, saya Mencoba pria lain lagi dan begitulah seterusnya. Satu hal yang saya tidak mengerti kenapa saya selalu ingat pada calon suami saya tsb.

Begitulah saya melewati hari-hari dalam tahun-tahun yang berlalu dalam kehidupan saya. Waktu berjalan dan secara kebetulan saya pun bertemu dengannya lagi di suatu kota. Dia mengajak saya untuk meluangkan waktu luang bersama. Saya pun setuju walaupun sebenarnya saya sangat enggan karena mengingat rasa benci saya kepadanya dan sikapnya yang angkuh dan sombong. Kami pun bertukar cerita tentang kehidupan kami masing-masing. Saya melihat bagaimana keangkuhan dan kesombongan seorang pria ketika bercerita tentang keinginannya dan bagaimana menjalani hidup dengan kesendiriannya.

Sampai pada akhirnya kami pun bernostalgia tentang hubungan kami. Saya melihat perubahan wajah padanya, matanya seakan-akan menerawang dengan kosong. Tiba-tiba saya melihat wajahnya seperti seorang yang tak berdaya. Saya tidak melihat lagi keangkuhan dan kesombongan dari seorang pria dalam dirinya, yang saya rasakan kelembutan hati seorang pria.

Saya melihat dia hanyalah seorang manusia biasa yang mencoba bertahan tegar dalam masalah-masalah yang dihadapinya. Saat itu juga saya menyadari, bahwa dia tidaklah seangkuh dan sesombong yang selama ini saya rasakan. Saya bisa merasakan sedih yang dia rasakan ketika saya memutuskan untuk berpisah dengan dia. Saya baru menyadari bahwa dia sudah merasa tidak mampu membuktikan betapa dia sangat mencintai saya.

Ketika saya kembali ke hotel, saya pun menangis dan menyesali semua kebodohan yang telah terjadi. Saya kehilangan calon suami saya karena saya menginginkan dia sesuai dengan apa yang saya inginkan, dan ketika dia tidak mampu seperti yang saya inginkan, saya pun marah dan membenci dia tanpa melihat diri saya sendiri apakah saya juga mau berubah seperti apa yang diinginkan olehnya.

Saya tidak bisa melihat dia sebagai seorang yang sempurna dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliknya dan saya tidak menyadari bahwa dia telah berubah seperti kemauan saya dengan semua kemampuan dia. Saya pun jadi membenci diri saya karena tidak mampu melihat begitu banyak hal baik yang diberikan olehnya untuk membahagiakan saya. Saya tidak mampu melihat kebahagian dan tawa yang diberikan olehnya dalam hidup saya.

Kemudian saya akhirnya menyadari, apa yang saya suka darinya yang tidak mampu diberikan oleh pria lain adalah dia telah membuat hidup saya seperti alunan nada yang indah. Terkadang, nada itu sangat tinggi sehingga menyayat hati, terkadang sangat rendah sampai tidak bisa didengar kemudian mengalun dengan cepat dan penuh dentaman tetapi penuh keriangan.

Calon suami saya bukan seperti pria lainnya. Dia mengajar saya melihat dengan cara yang berbeda. Kejujuran dia kadang menyakitkan hati saya, tapi itulah yang membuat saya mencintai dia, karena dia mau mencintai saya dengan cara yang berbeda dengan pria lain.

Dia ingin agar saya menjadi lebih baik. Dan saya pun melihat bahwa dia sama seperti Papa saya, seorang laki-laki yang tahu apa yang diinginkan dalam hidupnya dan mau berjuang untuk cita-citanya. Saya memutuskan mengajaknya bertemu dan saya pun melamar dia. Suami saya kaget tapi dia menerima lamaran saya. Saya menangis bahagia dan untuk pertama kali saya melihatnya menangis. Saya bahagia karena saya telah menyia-nyiakan cinta saya selama ini dan ketika saya memutuskan untuk merengkuh cinta itu kembali, cinta masih berpihak pada saya. Dan itulah keputusan paling gila yang saya lakukan dalam hidup saya.


Saya mendapat banyak cobaan untuk cinta yang saya inginkan terutama dari keluarga saya, tetapi saya tetap percaya pada cinta. Memang saya tidak mendapatkan semua yang saya inginkan dalam hidup, tetapi saya mendapatkan satu hal yang paling indah dan berharga yang dapat diberikan oleh kehidupan yang tidak mungkin saya tukar dengan apapun. Saya mempunyai keluarga dan anak-anak yang membuat saya bisa ketawa dan bisa menangis, bisa membuat saya senang dan marah, tapi itulah kehidupan. Dan seperti itulah kehidupan semestinya dijalani.

Saat ini sebagai wanita, saya pun menyadari bahwa saya memang diambil dari tulang rusuk laki-laki. Dan saya sadar bahwa Pria adalah mahluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan. Pria adalah mahluk yang paling tegar tapi juga paling sensitif setelah saya menyadari bahwa sebagian besar perancang busana, juru masak, ahli seni, arsitek, akuntan, dll adalah pria. Mereka, kaum pria mampu kelihatan tegar dan keras di depan orang banyak bahkan mungkin di depan wanita yang dicintainya tapi hatinya tetap sensitif melebihi wanita.

Saya selalu mengutamakan kepentingan suami dan anak-anak saya. Saya mau mengorbankan karir dan keinginan saya pribadi. Ketika saya mengorbankan kepentingan pribadi demi cinta, saya memperoleh lebih dari yang saya inginkan, karena saya mendapatkan seorang suami yang selalu mempunyai waktu untuk selalu berbagi. Suami yang mau mengajak saya jalan berdua di malam hari, mencuci piring bersama dan memberi kejutan-kejutan yang menyenangkan hati saya di kala gundah.

Hampir tiap hari saya bertengkar dengan suami saya. Dari hal kecil masalah pakaian dan belok kiri atau kanan ketika jalan, sampai masalah besar seperti suami saya yang memilih jalan dengan teman-temannya daripada ke rumah orang tua yang membuat saya membenci dia lalu kami diam bermusuhan selama beberapa hari.

Terkadang kami bertengkar karena suami saya melakukan sesuatu yang saya tidak suka tanpa mau menyadari bahwa apa yang dibuat oleh suami saya adalah untuk kebaikan saya. Tapi itulah cinta ketika saya merasa saya tidak malu menunjukkan diri saya apa adanya ke suami saya. Dan semua pertengkaran itu tidak ada artinya dibanding kebahagiaan dan kedamaian yang mampu suami saya berikan. Saya dapat tidur dengan tenang karena suami saya akan memeriksa anak- anak kami dan semua pintu dan jendela pada malam hari.

Ketika saya berpura-pura tidur dengan sembarangan maka suami saya akan merapikan selimut saya dan menyingkir agar saya tidur tenang. Suami saya akan membereskan berkas-berkas di meja saya agar saya bisa langsung berangkat ke kantor dan jika ada yang ketinggalan suami mau memutar balik kendaraan kami walaupun dia tetap marah. Tapi apapun yang terjadi kami tetap bersama bukan karena kami diikat dalam sebuah pernikahan tetapi kami mengikatkan diri dalam cinta kami.

Saya dapat bertengkar dengan hebatnya tanpa takut karena saya yakin cinta kami lebih besar dari keegoisan kami masing-masing. Apa yang ingin saya sampaikan kepada anda semua kaum wanita adalah hal yang sederhana.

Pertama adalah salah ketika anda berpikiran anda akan berhasil meraih karir atau cita-cita pribadi anda dengan hidup sendiri dengan alasan apapun, karena sudah tertulis bahwa manusia hidup berpasangan. Karena setiap pria dan wanita akan saling memberi dan saling berbagi.

Kedua, kehidupan berkeluarga itu sangat rumit dan kompleks, jauh melebihi mengurus perusahaan-perusahaan, karena tidak ada struktur organisasi, SOP, manajemen tertulis, dll. Bisa anda bayangkan anak anda yang tidak mau menurut perintah anda, tetapi anda tidak bisa memecat dia atau pun ketika anda sedang capek dan tiba-tiba suami anda bertanya dimana kaos dalam ditaruh dan anda tidak bisa menggantung di pintu anda tulisan "Jangan Diganggu, Lagi Sibuk" karena anda satu kamar dengan dia atau anda harus mengeluarkan dana non budget hanya karena tembok anda dicoret-coret oleh anak anda tanpa bisa mengeluarkan Surat Peringatan. Tetapi kalau anda bisa mengatasi dan menikmati kehidupan keluarga anda dan mampu belajar dari kehidupan berkeluarga, maka percayalah anda akan menjadi wanita yang berhasil.

Tidak ada wanita yang berhasil dan terkenal dalam dunia ini yang hidup sendirian. Semua wanita yang berhasil selalu mempunyai keluarga yang baik, karena wanita lah yang mengatur sebuah keluarga. Dan saat itulah anda akan menyadari kenapa wanita diambil dari tulang rusuk pria. Bahkan saya berbagi cerita ini untuk wanita-wanita yang menginginkan semua hal yang terbaik dalam dirinya. Saya tetap seorang isteri yang menyiapkan pakaian suami saya, menyiapkan makan di rumah saya dan segala sesuatu dalam rumah tangga saya. Dan jika saya harus memilih, maka saya memilih keluarga saya dibanding dengan karir saya yang terkenal. Akhir kata, jika anda percaya sudah menemukan cinta anda dan pasangan hidup anda, berjuanglah mendapatkannya dan jangan lepaskan cinta anda.

Mungkin jalan cerita cinta anda tidak semulus cerita teman anda atau orang tua anda, tetapi ketika anda mau berjuang demi cinta anda, anda akan melihat dalam cinta, segala sesuatu akan tampak lebih indah.Jangan
terpaku pada hal-hal kecil, nasehat saya, jika anda mampu menghitung semua kesalahan dan sikap dia yang membuat anda benci pada pasangan anda, percayalah anda tidak akan pernah sanggup menghitung kebaikan, tawa dan kebahagiaan yang dia berikan pada anda, dan itulah cinta.

Hidup itu indah bukan karena jalan yang harus kita lalui itu mudah tetapi karena jalan kehidupan itu berat dan berliku kadang menanjak dan menukik turun dengan tajam dan bergelombang dan akhirnya anda akan
merasa bahagia tanpa mengingat apa yang telah anda lalui jika anda mau tetap teguh dengan cinta anda.

Saya tidak mau anda mengalami hidup seperti saya yang telah menyia-nyiakan cinta saya karena ke egoisan saya. Terkadang kita baru menyadari sesuatu itu begitu berharga ketika kita kehilangan. Di antara semua yang ada di dunia, maka cintalah yang paling terbesar. Saya adalah seorang CEO di salah satu perusahaan terbesar di Amerika bahkan di dunia. Dan saya lebih bangga menyebut diri saya sebagai seorang isteri dan ibu yang bahagia karena untuk itulah Tuhan menciptakan saya di dunia ini.

-Wanita Biasa-