Kan
ceritanya masa berlaku paspor lama saya tinggal 9 bulan lagi (April
2015) sebenarnya masih bisa dipakai pelesiran ke luar negeri(LN), namun
karena Oktober dan November Insya Allah saya mau ke LN dan harus
mengurus visa di kedutaan masing-masing negara, saya pikir baiknya
mengurus paspor baru.
Biasanya
saya mengurus paspor di Imigrasi Bogor karena lebih sepi. Tahun 2005 dan
2010 saya mengurus di Bogor ketimbang di Depok yang katanya riweh.
Nah,
berbekal pengalaman itu bersiaplah saya ke Bogor pada Senin (14/7) lalu.
Mengingat pengalaman sebelumnya, saya pun santai. Habis Shubuh masih
bobok lagi dan bangun jam 7.30. Siap-siap, lalu berangkat pakai motor.
Dari Simpangan Depok mudah saja rutenya. Lurus saja Jl Raya Bogor hingga
masuk kawasan Bogor dan menemukan Plaza Jambu dua, belok kanan dan
carilah imigrasi.
Cuaca
panas namun berangin, jadi saya nggak keringatan. Namun beberapa kali
memang ada kejadian mengesalkan di sepanjang jalan… benar-benar menguji
orang puasa. Tiba di Imigrasi sudah jam 9 lewat. Ternyata… sistemnya
sudah beda. Ada no antrian dan saya nggak kebagian. Kan… lagi-lagi ujian
orang puasa.
waksss…. mending besok saya antri di Imigrasi Depok deh, kalau sistemnya sudah sama. Pulang dari Bogor saya putuskan survey lokasi Imigrasi Depok di kawasan Grand Depok City. Sekalian tanya-tanya biaya dan sebagainya. Ternyata mudah saja menemukannya dan di sana lagi-lagi ujian menerpa. Meski saya masih dapat no antrian, padahal sudah jam 11 lewat. Wah GR dulu awalnya nih. Namun… inilah ujian yang bikin kedut-kedut puasa saya…
Pertama:
mbak yang terima berkas saya menolak memproses karena masa berlaku
paspor saya masih 9 bulan. Saya jelaskan posisi saya tentang rencana
bulan Oktober dan November.
“Iya tapi ini ga bisa mba… masih 9 bulan. Saya paling cuma bisa kasih no antrian nanti sampai loket diperiksa lagi.” Katanya.
“Ga apa mba… nanti saya jelaskan di loket.” Saya jawab.
“Pasti
ditolak mba. Sayang kan waktunya.” Mbak itu merespon. Tak mau lanjut
argumen, saya langsung bertanya pada petugas loket yang lagi nganggur.
Saya jelaskan posisi saya dan dia bilang paspor bisa diganti baru.
Baliklah
saya ke mbak tadi. Si mbak menurut meski wajahnya kesal. Sementara saya
memaksa memasang senyum. Cuma… perlu bolak balik ke koperasi untuk beli
materai dan copy paspor dan KTP lagi yang nggak boleh dipotong kertas
copyannya. Harus ukuran A4. Sementara berkas yang saya siapkan copy KTP
dan paspor kan dipotong sesuai ukuran mereka.
Kedua:
begitu nomor saya dipanggil berkas diperiksa… petugas bilang nggak bisa
ganti paspor. Hiks… saya jelaskan lagi kondisi saya.
“Gini aja
mbak… minta surat keterangan dari negara yang mengundang mbak bahwa
untuk mengurus visa di kedutaan diperlukan masa berlalu paspor setahun
lebih. Ini buat keterangan di sistem kami aja. Jadi paspor mbak bisa
diganti baru.”
Hmm..
berarti saya harus mengimel dan meminta surat keterangan dari sana.
Baiklah… meski bete saya pun berusaha mengikuti proses. Dan petugas yang
menjelaskan juga amat bersahabat bahkan terkesan ingin membantu. Saat
saya mau berpaling, tiba-tiba saya dipanggil. “Eh mbak… gini aja ubah
skalian ke epaspor… tapi ga bisa di sini… cuma bisa di jakarta barat,
selatan, timur…”
“Selatannya di mana?” Tanya saya.
“Warung buncit. Cepet kok mba malah bisa langsung foto.”
“Ga perlu surat dari negara itu kan?” Saya memastikan.
“Ngga perlu mbak.”
“Makasih ya.”
Saya pun
pulang dan ketawa sendirian di motor. Emang saya nih perlu dipaksa ya
wkwkwk. Ingat-ingat memang pernah ada keinginan ganti epaspor namun
males kalau harus ke Imigrasi Jakbar. Ternyata dengan kendala-kendala
ini malah mengembalikan ke niat awal: buat epaspor! Dan Alhamdulillah
sudah bisa di Warung Buncit.
Mengingat
macetnya daerah sana di pagi hari. Jam 6 pagi saya sudah berangkat. Niat
awal sih jam 5.30 mau berangkat namun gegara mules ketunda wkwkwk.
Macet?
Jangan ditanya. Dari Lenteng Agung sudah tersendat. Saya terus berdoa
agar paling nggak tiba di imigrasi jam 7.30 dan masih kebagian no
antrian. Alhamdulillah… sekitar jam itu saya tiba dan nggak begitu
ramai. Mungkin karena bulan puasa. Entahlah. Konon dalam sehari hanya
dibagi hingga 200 no antrian.
Barisan
antrian digiring ke lantai 2 untuk antri no. Sebelumnya ada petugas yang
memeriksa berkas asli (KTP, KK, akta kelahiran, ijazah terakhir dan
paspor lama) kemudian ditanya, “online atau manual mba?” Maksudnya apa
saya sudah daftar online atau belum (manual) karena ini membedakan jenis
nomor antrian/formulir. Saya sebelumnya ingin coba online. Namun karena
belum scan berkas-berkas yang harus diunggah pas daftar, saya putuskan
manual.
Setelah
dapat no antrian dan formulir, saya mengisinya (harus pakai bolpen warna
hitam) dan menunggu dipanggil. Jam 8 pagi mulai proses pemanggilan no
antrian. Saya no 2.0-15 di konter 4. Deg-deg an takut ditolak lagi.
Ternyata cuma ditanya mau ke mana. Kemudian saya menegaskan mau epaspor.
Lalu saya pun menunggu panggilan foto. Saat foto sekaligus scan cap
jempol kanan doang, sementara data-data paspor lama nongol di komputer,
jadi mereka tinggal sesuaikan.
“Mau bayar pakai apa?” Tanya petugas.
“Cash?” Tanya saya.
Dia mengangguk, “berarti via BNI ya. E paspor ya…”
“BNI di mana Pak?”
“Sebrang,”
“Abis bayar gimana? Tanya saya lagi.
“Bisa langsung pulang. Nanti pas mau ambil paspor baru kasih bukti bayar.”
Ohya biaya epaspor Rp. 655.000, via BNI ada biaya admin Rp. 5.000 jadi total Rp. 660.000. Kalau paspor biasa sepertinya beda-beda tiap imigrasi. Di Depok Rp. 360.000 di Warung Buncit kalau nggak salah Rp. 355.000
Berhubung
BNI lokasinya di sebrang jalan, pas sama jalur kepulangan saya. Maka
saya pun mengambil motor dan kemudian memutar arah, mampir BNI sebentar
untuk bayar. Nggak antri pula karena BNInya kecil. Habis bayar… beres.
Cepet ya… paling jam 10 pagi tuh kelar tadi. Selanjutnya saya bisa urus
yang lain seperti servis rutin motor dan sebagainya. Jam 13.30an saya
sudah sampai rumah.
Sekali
lagi pas mengingat perjalanan panjang saya untuk membuat epaspor alias
elektronik paspor emang bikin ketawa. Mau bikin e-paspor saja sampai
menyambangi 3 kantor imigrasi wkwkwk. Tapi pelajarannya ialah
kendala-kendala di dua kantor imigrasi sebelumnya sekali lagi malah
mengembalikan ke niat awal untuk punya epaspor. Jadi saya nggak
menyesali ngapaiin yak jauh-jauh gue udah ke Bogor lagi wkwkw.
Apa sih
keuntungan epaspor? Pertama: ke Jepang bebas visa bow… kedua: di bandara
pemegang epaspor bisa melalui autogate saat pemeriksaan, jadi menghemat
waktu ketimbang antri lama di imigrasi. Data akan langsung tersinkron.
Semoga
informasi ini bermanfaat bagi yang mau buat epaspor juga. Simpel kok,
asal mau berkorban berangkat pagi-pagi saja mengingat kemacetan Jakarta.
Oh ya belum semua kantor imigrasi ya bisa melayani ini. Seingat saya
imigrasi yang sudah bisa tuh:
Jakarta
Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Soekarno-Hatta,
Imigrasi Surabaya, Imigrasi Batam… dan… silahkan cek di www.imigrasi.go.id selengkapnya.
Ah… akhirnya punya e-paspor juga. Horeee…
No comments:
Post a Comment