Tuesday, June 10, 2014

Masih Manusia Biasa


Pada kenyataannya kita memang tak selalu mampu memahami dan dipahami. Seperti saya yang selalu gagal paham, mengapa terkadang kita justru sulit dipahami oleh orang-orang yang pernah mengatakan bahwa mereka sangat mengenal kita, yang mentasbihkan diri sebagai orang terdekat dengan kita. Entah itu sebagai sahabat, guru, adik, kakak, saudara atau pun sebagai kekasih.

Saya pribadi, dalam usaha saya untuk menjaga, biasanya saya akan memilih untuk menelan sendiri, duri yang terkadang tumbuh disetapak perjalanan. Dan yang namanya duri pastilah sesuatu yang tidak enak untuk ditelan. Karena itu saya butuh waktu untuk merasakan perihnya lalu membebat luka dijemari dan kaki saya atau meneteskan obat pada tenggorokan saya yang hancur saat tadi tengah menelannya.

Yaaa.., saya butuh waktu untuk diam seorang diri. Biarkan saya berkonsentrasi untuk meredakan sakit ini. Sekali lagi. Saya butuh waktu untuk diam seorang diri.

Karena saya masih berstatus manusia biasa. Belum ada sedikit pun tanda-tanda bahwa akan tumbuh sayap dari balik punggung ini. Belum, saya belum dan tidak akan pernah berubah menjadi malaikat. Saya masih manusia biasa dan bukan malaikat yang cukup hanya dengan seulas senyum, sudah dapat menanggalkan segala sesak didalam dada.

Tolong.., pahami keterbatasan saya.

Namun seberapa pun saya berteriak, tampaknya saya yang harus kembali menelan suara saya sendiri. Saya yang harus lebih giat memupuk pemahaman diladang hati saya sendiri. Bahwa mereka juga masih sama dengan saya, bahwa dibalik punggung mereka pun belum tumbuh sayap seperti malaikat. Jadi wajar bila mereka tak mendengar, jadi wajar bila mereka tak mengerti, jadi wajar jika mereka lebih suka mengenakan toga, berjubah hakim lalu mengetukkan palu dengan serentetan tunduhan dan dakwaan (buruk) yang hanya terlihat dari kaca mata mereka sendiri. Dan saya pun harus memahami, bahwa yang namanya manusia sangat wajar jika selalu berburuk sangka, apalagi hanya kepada seorang manusia seperti saya. Lha wong Tuhan, yang katanya Maha Segala Maha saja masih sering dicaci maki, apalagi hanya manusia sekelas Yustina.? Sangat wajar kaleeeee... #glek!

Saya hanya sering berfikir, bagaimana jika mereka yang berdiri di posisi saya. Bagaimana jika mereka yang mengenakan sepatu saya, dengan segala keterbatasan ruang dan waktu namun tidak terbatas hal-hal yang harus saya rengkuh seorang diri. Ada benang ruwet yang harus saya urai. Ada lubang yang harus saya tambal. Ada bengkok yang harus saya luruskan. Ada yang harus saya elus dan ada pula yang harus saya hapus.

Ada begitu banyak hal yang berebut untuk menjadi urutan pertama yang harus saya pentingkan dalam kehidupan saya. Lalu ketika satu dua diluar sana ikut berdesakan untuk menambah panjang daftar urutannya, tidak bolehkah saya mengabaikannya untuk sementara waktu..? Heiii.., bukankah saya bukan ibu Semesta, yang memiliki hati begitu luas untuk memeluk semuanya dalam waktu yang bersamaan. Saya punya keterbatasan dan saya punya kejenuhan, kelelahan dan juga kebodohan.

Lalu dalam kondisi yang seperti itu, dalam kondisi pikiran yang penuh sesak dan berjejal, apakah jika mereka menjadi saya, mereka masih mampu untuk sekedar berhaha-hihi, bergosip ria, keluh mengeluh dsb? Sementara diri kita sendiri dalam kondisi lelah yang lumayan parah.

Saya yang terlahir sebagai orang ARIAN, memang tak pandai berdrama dan berpura-pura. Saya tak suka dan saya sangat enggan untuk melakukannya jika hanya untuk basa-basi dan mengambil hati. Saya tidak akan memuji jika memang tidak ada hal yang bisa saya puji. Karena saya tau, bahwa pada akhirnya hal itu akan sangat menyakitkan. Namun karena hal ini, saya seringkali menerima kritik dan cerca yang melebihi pedasnya cabe yang paling pedas. Tak mengapa, mungkin orang lain yang diluar diri saya memang membutuhkannya. Dan ketika saya tidak dapat memberikannya kepada mereka, maka kita secara otomatis berubah menjadi orang yang begitu jahat dan egois dimatanya. Tak mengapa. Namun sekali lagi, bagaimana jika mereka yang menjadi saya? Bisa ?

Achhh.., ternyata saya memang basi.     Seperti kata seseorang didalam sebuah koment nya, bahwa ada pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Yaa, seperti pertanyaan saya diatas tadi. Lagi pula siapa orang yang mau berandai menjadi saya? Sekedar membayangkannya pun mungkin ogah pakek banget. Ogah banget githu lohhh.. :v 

Jadi..???

Jadi ya sudah. Biarkan begitu saja, sudah.
Kelak dengan caranya, semesta akan menjelaskan kepada semua.
Lanjutkan saja pembenahan diri (kembali)
Lalu lanjutkan perjalanan lagi.
Dengan atau tanpa mereka
Dengan atau tanpa siapa-siapa
Hingga hidup menceraikan kita
Hingga kematian mempersunting kita.

Yaaaa..,
Pada akhirnya, semua akan kembali kepada awal.
Sadari itu dengan penuh kesadaran.
Jangan berhenti pada satu titik yang membunuh, bahkan ketika tubuh kita masih berdiri utuh.


Sumber : https://www.facebook.com/notes/yoest-tina/masih-manusia-biasa/685260778183802

No comments:

Post a Comment