Wednesday, September 28, 2011

Perlu Kesabaran

Umumnya orang di negeri china mengetahui bahwa pada zaman dinasti tang ada seorang penyair ternama bernama Libai. Libai menulis banyak puisi dan syair dan sangat disukai oleh masyarakat dan juga penyair-penyair hingga kini.

Banyak orang berangan-angan bisa seperti Libai dalam menulis syair dan puisi yang indah.
mereka pun berpendapat andai bisa sepintar Libai, pasti sungguh sangat baik dan menyenangkan.

Sesungguhnya pada waktu kecil Libai malas sekali membaca buku dan malas untuk sekolah.
sewaktu Libai masih kecil, ayah dan ibunya mengirimkan ke sekolah.
tujuannya supaya Libai menjadi orang yang mempunyai banyak telenta dan berguna di kemudian hari.
pada waktu awal-awal masuk sekolah, ia tertarik untuk belajar karena tiap hari dapat belajar hal yang baru.
karena itu, setiap bangun pagi dengan segera ia bersiap dan memimta orangtuanya mengantarkannya sekolah.
ayah dan ibunya sangat senang mempunyai anak yang senang ke sekolah.
mereka yakin jika Libai memiliki semangat begini terus, pasti dengan cepat akan menyerap banyak sekali ilmu.

Namum sayang, setelah beberapa waktu Libai merasa tidak tertarik lagi belajar.
karena itu, ia mulai bermalas-malasan jika hendak pergi kesekolah.
ia juga malas mengerjakan pekerjaan rumah ( PR ) dan membaca buku pelajaran.
Libai berpikir, ” Tiap hari belajar seperti ini, sampai kapan aku bisa tahu banyak hal.
aku tidak tahu sampai kapan harus belajar sampai aku bisa disebut orang berpendiikan.
belajar sungguh membosankan ! ”
semangat belajarnya pun menurun drastis dan tampak tidak ada gairah lagi.

Suatu hari, ketika duduk didalam kelas, ia menyaksikan teman-temannya sangat perhatikan pada apa yang di ucapkan guru dan rajin membaca buku serta mengerjakan tugas.
memikirkan kegiatan belajar hanya seperti itu, ia merasa tidak ada artinya sehingga ia berkata dalam dirinya,
“Aku tidak ingin kesekolah lagi, sungguh tidak ada artinya. akan tetapi, kalau aku tidak belajar, apa yang bisa aku lakukan? ”
lalu Libai melihat keluar jendela dan menerawang jauh.
tidak jauh dari situ ada sungai kecil yang menarik hatinya.
ia lalu berpikir dalam hati, ” kenapa aku tidak pergi bermain saja karena bermain itu menyenangkan? ”
lalu ia melarikan diri dari kelas dan pergi ke sungai untuk bermain.

Di sepanjang tepi sungai rumput-rumput hijau dan banyak bunga yang indah. ” ini baru menyenangkan. kalau belajar butuh waktu yang sangat panjang baru bisa menguasainya,
aku bukanlah orang yang tepat belajar, ” demikian gumamnya.
maka ia pun berlari di sepanjang pinggir sungai tersebut sambil bergembira ria.

Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya karena ada seorang nenek tua sedang jongkok sambil meraba sesuatu.
ia lalu mendekati nenek tua itu.
ternyata nenek tua itu sedang memegang tongkat besi.
dalam hatinya ia mulai menebak-nebak sebenarnya apa yang dilakukan oleh nenek tersebut.
karena ia tidak bisa menduga, ia pun bertanya, ” nenek, anda seorang diri di pinggir sungai dan terus memegangi tongkat besi itu untuk apa? ”

Nenek itu pun melihat Libai dan secara perlahan berkata, ” nenek ingin punya jarum yang tipis untuk menjahit baju, karena itu nenek terus mengosok dan mengetuk-ngetukan tongkat besi ini “.

Dengan heran Libai bertanya lagi, ” Tapi besi sebesar ini bagaimana bisa menghasilkan sebuah jarum kecil jika hanya digosok dan diketuk seperti begitu. memang butuh berapa lama supaya bisa ada hasilnya ?.

Nenek tua itu lalu berdiri dan berkata dengan kepastian,
“Benar katamu, memang besi ini tebal dan besar, tetapi saya tidak takut jika memang butuh waktu lama baru bisa mendapatkan sebuah jarum.
yang penting saya sabar dan terus mengosok serta mengetuknya, pasti satu waktu saya bisa mendapat jarum.
dalam hidup ini, untuk mendapatkan apa yang tampaknya sukar sering kali hanya di butuhkan kesabaran. apakah ucapan saya benar ?.”

Ucapan nenek itu seperti pedang bermata dua yang sangat tajam bagi Libai.
ucapan nenek itu sungguh menyadarkannya dari sikapnya yang malas belajar.
maka, dengan perasaan bersalah ia mengoreksi dirinya sendiri, ” nenek itu sangat tua, tetapi menpunyai kesabaran untuk mengatasi kesukaran yang di hadapinya.
tetapi aku ? aku kenapa mudah menyerah hanya karena berpikir bahwa belajar itu butuh waktu yang panjang pasti membosankan.
ayah dan ibu menyekolahkanku sebenarnya demi kebaikanku sendiri.
aku harus belajar untuk masa depanku yang baik dan untuk menyenangkan orang tuaku serta berguna di kemudian hari ! ”

Setelah merasa tertegur dan ingin mengubah cara pandangnya, Libai pun berkata kepada nenek tua itu.
” Nenek yang bijak, terima kasih ya buat kata-kata yang indah tersebut! ”
setelah mengucapkan terima kasih ia pun segera berlari ke sekolah.

sejak itu, Libai terus mengingat perkataan nenek tua itu sehingga ia rajin belajar walaupun belajar baginya merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan membosankan.
tidak perduli ada kesulitan dalam belajar, ia pantang menyerah.
bahkan, ia sering menuliskan kata-kata yang indah untuk menguatkan dirinya sendiri dan ternyata juga berguna bagi orang lain.

perkataan nenek tua itu bukan hanya melecutnya untuk rajin belajar dan sabar terhadap semua kesukaran, tetapi juga menginspirasinya untuk menulis puisi dan syair yang indah setiap harinya.
karena itu, ia pun di kenang sebagai salah satu penyair terbesar sepanjang perjalanan bangsa china.

kunci kesuksesan adalah dengan terus mengigat perkataan indah nenek tua tersebut.
karena itu, ketika ada orang yang mengeluh kepadanya tentang kesulitan yang mereka hadapi,
maka Libai bisa berkata,” MO CHU CHENG ZHEN “.
gosoklah besi dengan penuh kesabaran maka engkau akan mendapati jarum.
sabarlah dan tetaplah bertekun maka engkau akan mendapatkan apa yang engkau ingini !


Mutiara Hikmat :
salah satu keindahan hidup adalah kesulitan yang terkadang menyelingi kesuksesan,
kesukaran yang terkadang menyelingi kebahagian.
butuh kesabaran untuk menghadapi semua kesulitan dan kesukaran hidup.

No comments:

Post a Comment