Disekitar kita; begitu banyak orang hebat yang mengagumkan. Mereka
memiliki kemampuan diatas rata-rata. Sehingga terlihat unggul dari
manusia lainnya. Ketika dihadapkan pada suatu pekerjaan atau tugas
tertentu, mereka selalu bisa menyelesaikannya dengan lebih baik dari
orang lain. Ketika mereka dihadapkan pada situasi sulit tertentu,
mereka selalu bisa menangani kesulitan itu dengan lebih baik dari
orang lain. Ketika prestasi mereka dievaluasi, track record-nya lebih
cemerlang dari kebanyakan orang. Seolah-olah, mereka benar-benar
manusia paling ideal untuk pekerjaan yang ditanganinya. Itu membuat
kita bertanya; "Mengapa Tuhan memberikan talenta begitu hebatnya
kepada dia? Sedangkan kepada saya tidak. Jika saya diberkahi
kemampuan yang seperti itu, pasti saya akan berprestasi seperti orang
itu." Benarkah demikian?
Beberapa waktu lalu, saya merasakan bahwa kemampuan laptop saya
sudah menurun sangat jauh sekali dari sebelumnya. Padahal, dia
menggunakan processor yang pasti memadai untuk mendukung kinerja
seorang perofesional. Kinerjanya yang semakin memburuk membuat saya
tidak mampu menyembunyikan ketidaksabaran ini, sampai-sampai boss
saya memergoki dan bilang; "Be patience Dadang, it is still
processing…" katanya. "She has to perform faster if she still wants
to work with me," saya menyahut. Tapi, kecaman saya tidak membuatnya
bekerja lebih cepat. Padahal, saya sudah melakukan clean disk, dan
juga defrag. Akhirnya, minggu lalu saya mengirim memo kepada teman-
teman di BT, bahwa saya mau lap top yang bisa bekerja lebih cepat.
Tak lama kemudian, lap top itupun masuk ke dalam klinik untuk
diperiksa para dokter spesialis computer, sebelum kembali keruang
kerja saya beberapa jam berikutnya. Tahukah anda, bagaimana
kinerjanya sekarang? Wuish, she runs like a flash! Sampai-sampai saya
terkejut dibuatnya. Sehingga saya tidak sabar untuk bertanya;"Man,
elo apain tuch lap top gue?"
Teman BT saya berkata;"Ditambah RAM-nya jadi dua kali lipat, Pak."
"Cuma begitu doank?"
"Iya. Hanya itu." Jawabnya. Saya tahu dia bangga dengan hasil
kerjanya. Dan saya sangat menghargai usahanya.
"Nggak elo ganti processornya? "
"Nggak Pak," katanya. "Masih bagus, kok." Lanjutnya.
Saat itu saya menyadari, bahwa processor adalah potensi atau
kapasitas maksimal tentang apa yang bisa dilakukan oleh sebuah
computer. Dalam diri manusia, itulah yang biasa kita sebut sebagai
talenta atau bakat, alias kapasitas terpendam dalam diri seseorang.
Dalam computer, fungsi processor itu penting pada saat kompuetr
sedang diaktifkan untuk bekerja. Ini menentukan sampai sejauh mana
fungsi computer itu bisa dimaksimalkan. Bagi manusia, fungsi talenta
itu penting pada saat kita sedang bekerja atau melakukan suatu
aktivitas. Ini menentukan sampai setinggi apa kita bisa berprestasi.
Sekarang, RAM itu apa? Mengapa meningkatkan RAM dua kali lipat bisa
menaikkan kinerja processor computer itu sedemikan bermaknanya? RAM
adalah sebuah playing ground. Tempat dimana file-file ditarik dari
hard disk dan siap untuk diaktifkan. Dioperasikan. Diolah.
Dieksekusi. Ditambah gambar ini dan itu. Meskipun kemampuan
prosesornya tinggi, namun jika RAM-nya terlampau kecil untuk
menampung file-file yang sedang diaktifkan, maka kinerja computer itu
akan menjadi sangat buruk. Dia tidak bisa menjadi computer canggih.
Manusia juga demikian. Meskipun talentanya besar. Potensi dirinya
tinggi. Namun, jika kapasitas playing ground-nya terlampau kecil
untuk menampung seluruh potensi diri itu, maka kinerjanya akan buruk
juga. Dia tidak akan bisa menjadi manusia unggul.
Ngomong-ngomong, bukankah kita seringkali berbangga hati dengan
menyebutkan bahwa; "manusia adalah super computer?" Jika klaim itu
benar adanya; bukankah seharusnya kita bisa lebih hebat dari computer
tercanggih sekalipun? Mungkin itu benar jika konteks yang kita maksud
adalah talenta atau potensi diri yang kita miliki. Sebab, kita
percaya bahwa kemampuan otak kita saja konon baru digunakan tidak
sampai 5% saja. Tetapi, jika kita berbicara tentang actualized
individual potential, maka kita harus bertanya ulang. Mengapa?
Karena, kita sudah bertemu dengan begitu banyak orang yang
sesungguhnya sangat berbakat, namun pencapaiannya tidak sampai kemana-
mana. Sebab, orang-orang ini telah membiarkan playing ground-nya
menjadi begitu kecil.
Pertanyaannya sekarang adalah; bagaimana caranya memperbesar playing
ground diri kita? Ada banyak cara. Satu, melatih diri untuk sesuatu
yang lebih tinggi. Berapa banyak dari kita yang bersedia menantang
diri sendiri untuk menguasai keterampilan- keterampilan baru?
Kenyataannya kita sudah cukup puas dengan kemampuan yang kita miliki
saat ini. Melatih diri untuk sesuatu yang baru itu menguras tenaga.
Membutuhkan waktu. Dan memerlukan komitment. Mengapa kita harus
bersusah payah begitu jika kita sudah puas dengan keadaan sekarang?
Dua, meninggalkan comfort zone. Ada banyak peluang baru dalam jarak
setengah sentimeter dari diri kita. Namun, untuk meraihnya kita harus
bersedia keluar dari zona kenyamanan kita. Mungkin kita harus
meninggalkan kestabilan menuju kepada hal yang tidak menentu untuk
sementara waktu. Kita perlu menyesuaikan diri kembali. Kita harus
merevisi asumsi-asumsi diri. Dan banyak hal lagi yang mesti kita
ubah. Tetapi, berapa banyak dari kita yang bersedia meninggalkan
comfort zone seperti itu? Jika kondisi sekarang sudah membuat kita
enak, mengapa kita harus meninggalkan kenyamanan ini untuk sesuatu
yang beresiko dan penuh teka-teki?
Tiga, bersedia membayar harganya. Ketika kita melihat orang lain
berprestasi tinggi, seringkali kita hanya melihat hasil akhirnya
saja. Yaitu, berupa pencapaian hebat orang itu. Lalu, kita
berkata; "Beruntungnya dia. Tuhan telah berbaik hati memberinya
talenta yang hebat." Kita tidak pernah tahu bahwa orang itu telah
selama bertahun-tahun mengurangi jam tidurnya. Membuang kesenangannya
bermain-main dengan game computer yang menyita begitu banyak waktu,
tenaga dan biaya itu. Memeras pikirannya. Memaksa diri untuk
berdisiplin tinggi. Dan hanya berfokus kepada hal-hal yang akan
membawanya kepada peningkatan kualitas diri secara progresif.
Kita tidak pernah mengetahui semua kerja keras yang dilakukan oleh
orang itu. Karena kita terlampau silau oleh hasil akhir yang
dicapainya, sambil sesekali menelan ludah. Yang sebenarnya terjadi
adalah; `Hanya setelah orang itu bersedia membayar semua harganya
sajalah, dia baru bisa sampai kepada pencapaian itu.' Lagi pula,
kalau pun kita tahu pahit dan sulit serta terjal berlikunya jalan
yang harus dia tempuh; belum tentu kita mau mengikuti jejak
langkahnya, bukan? Padahal, ketiga hal itulah yang sesungguhnya telah
berhasil menjadikan playing ground-nya menjadi semakin besar.
Sehingga kapasitas dirinya juga menjadi semakin besar. Semakin besar.
Dan semakin membesar. Sehingga tidak heran jika orang itu bisa
meninggalkan manusia-manusia kebanyakan jauh dibelakangnya.
Jika dalam computer kita menyebutnya RAM, bagaimana dengan manusia?
Bolehkah saya menyebutnya HAM? Ya. HAM. Human Activated Memory.
Yaitu, memory yang tersimpan dalam diri kita, yang bisa kita gunakan
untuk berurusan dengan hal-hal yang kita hadapi secara spontan.
Memori itu berbahan dasar talenta. Yaitu, potensi yang tersimpan
didalam diri kita. Betul-betul dilatih dan diolah sampai menjadi
kemampuan actual. Sehingga, kapan saja kemampuan itu dibutuhkan, kita
bisa memanggil dan mendayagunakannya secara spontan.
Anda boleh saja mengklaim diri berbakat bermain piano, misalnya.
Tapi, jika bakat itu tidak diasah dengan sungguh-sungguh. Maka klaim
anda hanya akan menjadi bualan belaka. Permainan piano anda tetap
saja jelek. Anda boleh saja mengklaim bahwa diri andalah yang paling
layak mendapatkan promosi itu, bukan pesaing anda. Karena anda
mengira bahwa anda lebih senior. Lebih pintar. Lebih rajin. Tapi,
jika klaim anda itu tidak didukung oleh kapasitas actual yang bisa
anda tunjukkan; maka anda tetap saja akan menjadi karyawan jelek. Dan
hati anda juga jelek, karena dipenuhi rasa iri.
Anda juga boleh menganggap diri sendiri kurang berbakat. Jadi, wajar
saja jika pencapaian anda biasa-biasa saja. Anda tidak dilahirkan
untuk menjadi pemenang. Karena Tuhan memberi anda begitu banyak
keterbatasan. Hey, wake up! Bangun, bung! Tidak ada manusia yang
dilahirkan tanpa keterbatasan. Dan tidak ada manusia yang dilahirkan
tanpa membawa pesan dan seoles kemampuan. Wake up and realize that
YOU; don't need to be a perfect person to succeed. YOU, just need to
accept yourself just the way you are. And start to enlarge your own
playing ground. Your Human Actualized Memory. Your HAM. Would you?
Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://dkadarusman. blogspot. com/
http://www.dadangka darusman. com/
Catatan Kaki:
Bukan ketiadaan bakat yang menimbulkan masalah bagi kita. Melainkan,
kelalaian kita sendiri pada bakat-bakat yang telah kita warisi.
memiliki kemampuan diatas rata-rata. Sehingga terlihat unggul dari
manusia lainnya. Ketika dihadapkan pada suatu pekerjaan atau tugas
tertentu, mereka selalu bisa menyelesaikannya dengan lebih baik dari
orang lain. Ketika mereka dihadapkan pada situasi sulit tertentu,
mereka selalu bisa menangani kesulitan itu dengan lebih baik dari
orang lain. Ketika prestasi mereka dievaluasi, track record-nya lebih
cemerlang dari kebanyakan orang. Seolah-olah, mereka benar-benar
manusia paling ideal untuk pekerjaan yang ditanganinya. Itu membuat
kita bertanya; "Mengapa Tuhan memberikan talenta begitu hebatnya
kepada dia? Sedangkan kepada saya tidak. Jika saya diberkahi
kemampuan yang seperti itu, pasti saya akan berprestasi seperti orang
itu." Benarkah demikian?
Beberapa waktu lalu, saya merasakan bahwa kemampuan laptop saya
sudah menurun sangat jauh sekali dari sebelumnya. Padahal, dia
menggunakan processor yang pasti memadai untuk mendukung kinerja
seorang perofesional. Kinerjanya yang semakin memburuk membuat saya
tidak mampu menyembunyikan ketidaksabaran ini, sampai-sampai boss
saya memergoki dan bilang; "Be patience Dadang, it is still
processing…" katanya. "She has to perform faster if she still wants
to work with me," saya menyahut. Tapi, kecaman saya tidak membuatnya
bekerja lebih cepat. Padahal, saya sudah melakukan clean disk, dan
juga defrag. Akhirnya, minggu lalu saya mengirim memo kepada teman-
teman di BT, bahwa saya mau lap top yang bisa bekerja lebih cepat.
Tak lama kemudian, lap top itupun masuk ke dalam klinik untuk
diperiksa para dokter spesialis computer, sebelum kembali keruang
kerja saya beberapa jam berikutnya. Tahukah anda, bagaimana
kinerjanya sekarang? Wuish, she runs like a flash! Sampai-sampai saya
terkejut dibuatnya. Sehingga saya tidak sabar untuk bertanya;"Man,
elo apain tuch lap top gue?"
Teman BT saya berkata;"Ditambah RAM-nya jadi dua kali lipat, Pak."
"Cuma begitu doank?"
"Iya. Hanya itu." Jawabnya. Saya tahu dia bangga dengan hasil
kerjanya. Dan saya sangat menghargai usahanya.
"Nggak elo ganti processornya? "
"Nggak Pak," katanya. "Masih bagus, kok." Lanjutnya.
Saat itu saya menyadari, bahwa processor adalah potensi atau
kapasitas maksimal tentang apa yang bisa dilakukan oleh sebuah
computer. Dalam diri manusia, itulah yang biasa kita sebut sebagai
talenta atau bakat, alias kapasitas terpendam dalam diri seseorang.
Dalam computer, fungsi processor itu penting pada saat kompuetr
sedang diaktifkan untuk bekerja. Ini menentukan sampai sejauh mana
fungsi computer itu bisa dimaksimalkan. Bagi manusia, fungsi talenta
itu penting pada saat kita sedang bekerja atau melakukan suatu
aktivitas. Ini menentukan sampai setinggi apa kita bisa berprestasi.
Sekarang, RAM itu apa? Mengapa meningkatkan RAM dua kali lipat bisa
menaikkan kinerja processor computer itu sedemikan bermaknanya? RAM
adalah sebuah playing ground. Tempat dimana file-file ditarik dari
hard disk dan siap untuk diaktifkan. Dioperasikan. Diolah.
Dieksekusi. Ditambah gambar ini dan itu. Meskipun kemampuan
prosesornya tinggi, namun jika RAM-nya terlampau kecil untuk
menampung file-file yang sedang diaktifkan, maka kinerja computer itu
akan menjadi sangat buruk. Dia tidak bisa menjadi computer canggih.
Manusia juga demikian. Meskipun talentanya besar. Potensi dirinya
tinggi. Namun, jika kapasitas playing ground-nya terlampau kecil
untuk menampung seluruh potensi diri itu, maka kinerjanya akan buruk
juga. Dia tidak akan bisa menjadi manusia unggul.
Ngomong-ngomong, bukankah kita seringkali berbangga hati dengan
menyebutkan bahwa; "manusia adalah super computer?" Jika klaim itu
benar adanya; bukankah seharusnya kita bisa lebih hebat dari computer
tercanggih sekalipun? Mungkin itu benar jika konteks yang kita maksud
adalah talenta atau potensi diri yang kita miliki. Sebab, kita
percaya bahwa kemampuan otak kita saja konon baru digunakan tidak
sampai 5% saja. Tetapi, jika kita berbicara tentang actualized
individual potential, maka kita harus bertanya ulang. Mengapa?
Karena, kita sudah bertemu dengan begitu banyak orang yang
sesungguhnya sangat berbakat, namun pencapaiannya tidak sampai kemana-
mana. Sebab, orang-orang ini telah membiarkan playing ground-nya
menjadi begitu kecil.
Pertanyaannya sekarang adalah; bagaimana caranya memperbesar playing
ground diri kita? Ada banyak cara. Satu, melatih diri untuk sesuatu
yang lebih tinggi. Berapa banyak dari kita yang bersedia menantang
diri sendiri untuk menguasai keterampilan- keterampilan baru?
Kenyataannya kita sudah cukup puas dengan kemampuan yang kita miliki
saat ini. Melatih diri untuk sesuatu yang baru itu menguras tenaga.
Membutuhkan waktu. Dan memerlukan komitment. Mengapa kita harus
bersusah payah begitu jika kita sudah puas dengan keadaan sekarang?
Dua, meninggalkan comfort zone. Ada banyak peluang baru dalam jarak
setengah sentimeter dari diri kita. Namun, untuk meraihnya kita harus
bersedia keluar dari zona kenyamanan kita. Mungkin kita harus
meninggalkan kestabilan menuju kepada hal yang tidak menentu untuk
sementara waktu. Kita perlu menyesuaikan diri kembali. Kita harus
merevisi asumsi-asumsi diri. Dan banyak hal lagi yang mesti kita
ubah. Tetapi, berapa banyak dari kita yang bersedia meninggalkan
comfort zone seperti itu? Jika kondisi sekarang sudah membuat kita
enak, mengapa kita harus meninggalkan kenyamanan ini untuk sesuatu
yang beresiko dan penuh teka-teki?
Tiga, bersedia membayar harganya. Ketika kita melihat orang lain
berprestasi tinggi, seringkali kita hanya melihat hasil akhirnya
saja. Yaitu, berupa pencapaian hebat orang itu. Lalu, kita
berkata; "Beruntungnya dia. Tuhan telah berbaik hati memberinya
talenta yang hebat." Kita tidak pernah tahu bahwa orang itu telah
selama bertahun-tahun mengurangi jam tidurnya. Membuang kesenangannya
bermain-main dengan game computer yang menyita begitu banyak waktu,
tenaga dan biaya itu. Memeras pikirannya. Memaksa diri untuk
berdisiplin tinggi. Dan hanya berfokus kepada hal-hal yang akan
membawanya kepada peningkatan kualitas diri secara progresif.
Kita tidak pernah mengetahui semua kerja keras yang dilakukan oleh
orang itu. Karena kita terlampau silau oleh hasil akhir yang
dicapainya, sambil sesekali menelan ludah. Yang sebenarnya terjadi
adalah; `Hanya setelah orang itu bersedia membayar semua harganya
sajalah, dia baru bisa sampai kepada pencapaian itu.' Lagi pula,
kalau pun kita tahu pahit dan sulit serta terjal berlikunya jalan
yang harus dia tempuh; belum tentu kita mau mengikuti jejak
langkahnya, bukan? Padahal, ketiga hal itulah yang sesungguhnya telah
berhasil menjadikan playing ground-nya menjadi semakin besar.
Sehingga kapasitas dirinya juga menjadi semakin besar. Semakin besar.
Dan semakin membesar. Sehingga tidak heran jika orang itu bisa
meninggalkan manusia-manusia kebanyakan jauh dibelakangnya.
Jika dalam computer kita menyebutnya RAM, bagaimana dengan manusia?
Bolehkah saya menyebutnya HAM? Ya. HAM. Human Activated Memory.
Yaitu, memory yang tersimpan dalam diri kita, yang bisa kita gunakan
untuk berurusan dengan hal-hal yang kita hadapi secara spontan.
Memori itu berbahan dasar talenta. Yaitu, potensi yang tersimpan
didalam diri kita. Betul-betul dilatih dan diolah sampai menjadi
kemampuan actual. Sehingga, kapan saja kemampuan itu dibutuhkan, kita
bisa memanggil dan mendayagunakannya secara spontan.
Anda boleh saja mengklaim diri berbakat bermain piano, misalnya.
Tapi, jika bakat itu tidak diasah dengan sungguh-sungguh. Maka klaim
anda hanya akan menjadi bualan belaka. Permainan piano anda tetap
saja jelek. Anda boleh saja mengklaim bahwa diri andalah yang paling
layak mendapatkan promosi itu, bukan pesaing anda. Karena anda
mengira bahwa anda lebih senior. Lebih pintar. Lebih rajin. Tapi,
jika klaim anda itu tidak didukung oleh kapasitas actual yang bisa
anda tunjukkan; maka anda tetap saja akan menjadi karyawan jelek. Dan
hati anda juga jelek, karena dipenuhi rasa iri.
Anda juga boleh menganggap diri sendiri kurang berbakat. Jadi, wajar
saja jika pencapaian anda biasa-biasa saja. Anda tidak dilahirkan
untuk menjadi pemenang. Karena Tuhan memberi anda begitu banyak
keterbatasan. Hey, wake up! Bangun, bung! Tidak ada manusia yang
dilahirkan tanpa keterbatasan. Dan tidak ada manusia yang dilahirkan
tanpa membawa pesan dan seoles kemampuan. Wake up and realize that
YOU; don't need to be a perfect person to succeed. YOU, just need to
accept yourself just the way you are. And start to enlarge your own
playing ground. Your Human Actualized Memory. Your HAM. Would you?
Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://dkadarusman. blogspot. com/
http://www.dadangka darusman. com/
Catatan Kaki:
Bukan ketiadaan bakat yang menimbulkan masalah bagi kita. Melainkan,
kelalaian kita sendiri pada bakat-bakat yang telah kita warisi.
No comments:
Post a Comment