Sunday, October 9, 2011

TUJUH MIMPI ANANDA

"Wajahnya bagaikan bulan purnama,
Matanya jernih seindah bunga teratai,
demikianlah ajaran Hyang Buddha
bagaikan aliran gelombang samudra
yang mengalir ke dalam hati sanubari Ananda."

Puisi ini mengambarkan kwalitas istimewa yang dimiliki oleh Ananda seorang murid termuda dan ternama Hyang Buddha.

Ananda adalah adik dari Devadatta dan beliau adalah murid termuda dari tujuh pangeran Sakya, pengikut Hyang Buddha.

Setelah ditabiskan menjadi bhikkhu, Ananda mengajukan usul pembentukan bhikkhuni Sangha.

Ketika itu Ananda baru berusia 20-an, Sang Buddha telah berusia 53, dan karena usia yang masih muda ini maka Sariputta bersama Mogallana mengusulkan agar Ananda menjadi pendamping Hyang Buddha.

Sejak itu Ananda menjadi pendamping yang setia Hyang Buddha dan selalu berada di sisinya kemanapun Hyang Buddha pergi.

Ananda belum juga mencapai kesempurnaan ketika Hyang Buddha parinibanna, dan sesaat sebelum perkumpulan Sangha yg pertama terbentuk.

Karena karakter yang istimewa, daya tarik, kerendahan hati dan penampilan yang menyenangkan, maka ia sangat dihargai dan disenangi oleh orang banyak. Banyak orang yg tadinya tidak begitu tertarik dengan ajaran Buddha, tetapi ketika bertemu dan berbincang dengan Ananda, mereka merasa simpatik dan tertarik.

MIMPI ANANDA

Banyak sekali cerita2 mengenai Ananda tapi kali ini saya ingin mengambil salah satu kisah yang terjadi pada Ananda.

Suatu hari Ananda berkata kepada Hyang Buddha bahwa ia mempunyai 7 buah mimpi. Lalu Buddha bertanya, "Apakah ke 7 mimpi itu, Ananda?"

Ananda menjawab:

"Dalam mimpi pertama, saya bermimpi bahwa sepanjang lautan samudra terbakar; Apinya begitu dasyat hingga sampai ke langit, Yang Mulia!"

"Ananda, biasanya orang yang telah mencapai kesucian tidak akan mengartikan segala macam mimpi2, namun mimpimu itu bukan sesuatu hal yang biasa dan ini benar2 aneh. Lautan api menandakan bahwa para Sangha yang akan datang kebanyakan memiliki perilaku tidak benar, hanya sedikit sekali yang bersifat baik; mereka akan sering bertengkar antara satu dengan yang lainnya, bagaikan air jernih yang terjilat oleh api yang panas."

Lalu Hyang Buddha bertanya lagi kepada Ananda," Apakah mimpimu yang kedua?"

"Oh! Yang Mulia,
Saya bermimpi bahwa matahari telah tiada, dunia menjadi amat kosong, dan tidak ada bintang di langit."

"Ananda, Ini pertanda bahwa saya tidak lama lagi akan parinibbana, banyak pengikut saya yg akan parinibbana juga, ini menandakan bahwa mata kebijaksanaan lama akan segera pudar."

Lalu "Apakah mimpimu yg ketiga?"

"Yang Mulia,
Saya bermimpi bahwa para bhikkhu tidak lagi mengenakan jubah, mereka jatuh ke tanah lalu kepalanya diinjak-injak oleh umatnya sendiri."

"Ananda, ini menandakan bahwa para bhikkhu yang akan datang tidak bertindak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Mereka mempunyai sifat iri hati antara sesama, tidak menghormati hukum kebenaran, yang pada akhirnya reputasi mereka akan jatuh dan umat awam akan meremehkan Sangha. Para umat akan menghancurkan vihara2 berserta persatuan Sangha. "

"Apakah mimpimu yg ke-empat, Ananda?"

"Yang Mulia,
Saya bermimpi bahwa jubah para bhikkhu compang-camping."

"Ananda, Ini berarti bhikkhu Sangha yang akan datang tidak lagi memakai jubah, tidak lagi mengikuti vinaya, seperti umat awam biasa, mereka akan berkeluarga. Oh! Ini sungguh2 sangat menyedihkan!…"

"Teruskanlah apakah mimpimu yg kelima?"

"Yang Mulia,
Saya melihat banyak babi2 di hutan yg sedang menggali akar dari pohon Bodhi."

"Ananda, ini menyatakan bahwa para bhikkhu Sangha di masa depan hanya mementingkan uang, mereka akan menjual arca2 Buddha dan sutta2".

"Kemudian apakah mimpimu yg ke-enam, Ananda?."

"Yang Mulia,
Saya melihat seekor gajah besar mengacuhkan dan mengabaikan gajah kecil dan raja hutan (singa) mati. Bunga-bunga suci berjatuhan di atas kepala sang singa, tetapi binatang2 lain malah menjauh karena ketakutan. Tidak lama, tubuh singa itu digerogoti cacing2 dan belatung."

"Ananda, gajah besar yang mengabaikan gajah kecil berarti bhikkhu Sangha di masa depan adalah ketua yang sombong/congkak, yang tidak mau menuntun yang muda. Cacing dan belatung yang mengerogoti tubuh singa berarti tidak ada satupun agama yang dapat menghancurkan agama Buddha, tetapi umat Buddha sendirilah yg akan menghancurkan ajaranku".

"Apakah mimpimu yang terakhir (ketujuh)?"

"Yang Mulia,
Saya bermimpi gunung Meru berada di kepala saya tetapi saya tidak merasa berat."

"Ananda, Inilah suatu pertanda bahwa Saya akan parinibbana dalam waktu tiga bulan, semua para bhikkhu beserta umatnya akan sangat memerlukan bantuanmu untuk menulis semua Sutta-Sutta yang telah Kubabarkan."

Saudara-saudara para pembaca yang budiman,
Bahkan Agama Buddha pun tidak kekal. Dengan mengenali tanda-tanda ini, kita bisa menjaga agar mimpi-mimpi itu tidak menjadi kepercayaan yang membabi buta. Teruslah berlatih dan melaksanakan Ajaran Hyang Buddha dengan penuh kesadaran sehingga kita bisa memperpanjang eksistensinya Agama Buddha ini.

Menjelang Hyang Buddha parinibbana, Beliau secara umum memuji Ananda atas kemampuan ingatannya pada semua ajaran Beliau. Para bhikkhu mengutus Ananda untuk menghadap Sang Buddha dan mengajukan beberapa pertanyaan:

1. Siapa yang akan menjadi guru kita setelah Hyang Buddha parinibbana?
2. Kemana kita harus memusatkan pikiran kita pada saat Buddha parinibbana?
3. Bagaimana sikap dan tindakan kita ketika berhadapan dengan orang yang      tidak baik, apabila Buddha telah parinibbana?
4. Bagaimana seharusnya menjelaskan sutta-sutta agar bisa meyakinkan umat-umat, apabila Buddha telah parinibbana?

Jawaban Hyang Buddha kepada Ananda, "Perhatikanlah Ananda apa yang akan Kukatakan!":
1. Berpedomanlah pada dhamma dan vinaya sebagai gurumu.
2. Pusatkanlah pikiranmu pada empat landasan perhatian (*)
3. Bila bertemu dgn orang yg tidak baik, hormatilah dan perlakukanlah mereka dengan kasih sayang dan jangan terpengaruh oleh perbuatannya.
4. Apabila menjelaskan sutta-sutta, sebaiknya diawali dengan perkataan, `Demikianlah yg telah kudengar…'

Akhirnya Ananda mencapai Penerangan Sempurna satu hari sebelum rapat persamuan Sangha yg pertama. Dalam rapat tersebut Ananda mengawali dengan pembacaan sutta-sutta. Ia diangkat menjadi kepala bhikkhu setelah bhikkhu Mahakassapa menyerahkan tanggung jawabnya kepada beliau.

Pada usia 120 tahun, ia mencapai parinibbana di tepi sungai Gangga yang menghubungkan dua kota, dengan tujuan untuk meredakan dua kota yang sedang bertikai.

Note: * Empat landasan perhatian: perenungan terhadap tubuh ini tidak sempurna, segala sesuatunya tidak kekal, segala sesuatu adalah ilusi, dan tidak ada "diri atau aku"

No comments:

Post a Comment