Sunday, October 9, 2011

IBARAT SIFAT BATU KARANG DAN MENTEGA YANG TAK BERUBAH OLEH DOA-DOA

Ketika Sang Buddha menetap di Nalanda di kebun mangga Pavarika, seorang kepala kampung putera Asibandhaka berkata kepada Sang Buddha bahwa para brahmana dari Barat, pembawa pot air, pemakai parfum lily, yang menyucikan menggunakan air, pemuja api, mengakhiri upacara kematian dengan cara mengangkat orang mati itu ke atas dan membawanya keluar, memanggil namanya dan hal ini dipercayai untuk mempercepat orang mati itu ke alam surga. Dan Sang Buddha sebagai suciwan yang telah merealisasi pencerahan sempurna dapat membawa semua mahluk di dunia ini ke alam berbahagia, di dunia surgawi.

Atas pernyataan tersebut, Sang Buddha bertanya dengan mengemukakan dua buah perumpamaan yang patut kita renungkan setiap saat sehingga tidak tergoda oleh fasilitas, godaan maupun ancaman oknum penjual kepercayaan religius, sebagai berikut:

1. Jika, seseorang melemparkan sebuah batu karang yang amat besar ke dalam sebuah kolam air yang sangat dalam; kemudian sejumlah besar orang berkumpul dan bergerombol bersama dan berdoa serta memujinya dan melakukannya dengan merangkapkan kedua tangan ke atas (beranjali), dan berkata:"Naiklah, batu karang yang baik ! Mengambanglah, batu karang yang baik ! mengambanglah ke tepi, batu karang yang baik !" Mungkinkah karena doa-doa, pujian yang dilakukan dengan penuh hormat dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas menyebabkan batu karang yang amat besar itu naik ke atas dan mengambang ke tepi ?' Asibandhaka menjawab bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Sang Buddha melanjutkan bahwa demikian pula halnya dengan siapa saja sebagai pengambil kehidupan mahluk lain, pengambil barang yang tidak diberikan, pelaku yang salah dalam bidang seksual, pembohong, penyebar fitnah, penguncar kata-kata kasar, pembicara hal yang tidak bermanfaat, orang yang serakah, orang yang batinnya diliputi niat jahat dan yang batinnya menganut pandangan keliru, betapapun besarnya kumpulan / gerombolan orang-orang yang berdoa bersama, melakukan pujian, penghormatan dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas dengan berkata: "Semoga orang ini, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tumimbal lahir di alam berbahagia, di dunia Surga." Orang tersebut, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tetap tumimbal lahir di alam menyedihkan, di alam rendah, di Neraka.

2. Jika, seseorang menyelam membawa guci berisi mentega atau minyak ke dalam sebuah kolam air yang sangat dalam, lalu memecahkan guci tersebut sehingga pecahan guci itu tenggelam sedangkan mentega atau minyaknya mengambang naik ke permukaan air; kemudian sejumlah besar orang berkumpul dan bergerombol bersama dan berdoa serta memujinya dan melakukannya dengan merangkapkan kedua tangan ke atas (beranjali), dan berkata:"Turunlah, mentega yang baik ! Tenggelamlah ke dasar kolam, mentega yang baik ! Pergilah ke dasar kolam, mentega dan minyak yang baik !" Mungkinkah karena doa-doa, pujian yang dilakukan dengan penuh hormat dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas menyebabkan mentega atau minyak itu turun ke bawah dan tenggelam ke dasar kolam ?' Asibandhaka menjawab bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Sang Buddha melanjutkan bahwa demikian pula halnya dengan siapa saja yang menghindari mengambil kehidupan mahluk lain, menghindari mengambil barang yang tidak diberikan, menghindari perilaku yang salah dalam bidang seksual, menghindari berbohong, menghindari memfitnah, menghindari menguncarkan kata-kata kasar, menghindari berbicara hal yang tidak bermanfaat, orang yang tidak serakah, orang yang batinnya tidak diliputi niat jahat dan yang batinnya menganut pandangan benar, betapapun besarnya kumpulan / gerombolan orang-orang yang berdoa bersama, melakukan pujian, penghormatan dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas dengan berkata: "Semoga orang ini, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tumimbal lahir di alam menyedihkan, di Neraka." Orang tersebut, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tetap tumimbal lahir di alam berbahagia, di dunia Surgawi.

Demikianlah perumpamaan yang dipergunakan oleh Sang Buddha yang menyebabkan putera Asibandhaka berkeyakinan kepada Tiratana.

Catatan:
Sutta tersebut menegaskan bahwa:
1. Kamma mengkondisikan Vipaka yang selaras.
2. Harapan tidak akan terealisasi apabila tidak didukung oleh perbuatan yang tepat.


Sumber:
Samyutta Nikaya IV, XLII, VIII, pasal 6. Sutta Pitaka. Tipitaka (Pali Canon). Edisi Bahasa Inggris. Pali Text Society, Oxford.

No comments:

Post a Comment