Thursday, October 20, 2011

Tentang Siaw Giok Tjhan


Website: http://id.wikipedia.org/wiki/Siauw_Giok_...
Gender: Male
Birthday: March 23, 1914
Hometown: Surabaya
Political Views: Other
Religious Views: Sam Kauw (Citation Needed)
Activities: http://www.amazon.com/gp/product/9798659090
 
Favorite Quotations: 
        Lahir di Indonesia, Besar di Indonesia menjadi Putra-Putri Indonesia
Ras Indonesia itu tidak ada, yang ada adalah "Nasion" Indonesia, yang terdiri dari banyak suku bangsa. Sejak tahun 50-an, golongan Tionghoa yang sudah bergenerasi di Indonesia, harus memperoleh status suku. Dengan demikian suku Tionghoa adalah bagian dari "Nasion" Indonesia.
About Me:
Siauw Giok Tjhan (lahir di Kapasan, Simokerto, Surabaya, Jawa Timur, 23 Maret 1914 meninggal di Leiden, Belanda, 20 November 1981 pada umur 67 tahun) adalah seorang politikus pejuang dan tokoh gerakan kemerdekaan Indonesia dari golongan Tionghoa-Indonesia. Ayahnya bernama Siauw Gwan Swie, seorang peranakan dan ibunya Kwan Tjian Nio, seorang totok. Memiliki adik bernama Siauw Giok Bie. Siauw pernah menjadi ketua umum Baperki, Menteri Negara, anggota BP KNIP, anggota parlemen RIS, parlemen RI sementara, anggota DPR hasil pemilu 1955/anggota Majelis Konstituante, anggota DPRGR/MPR-S, dan anggota DPA. Salah satu warisan buah karya Siauw ialah Universitas Trisakti yang dulu didirikan oleh Baperki dengan nama Universitas Res Publika, yang kemudian diubah namanya menjadi Universitas Trisakti. Siauw Giok Tjhan wafat di Belanda pada tanggal 20 November l98l, beberapa menit sebelum memberikan ceramah di Universitas Leiden. Siauw sejak kecil sudah mempunyai watak perlawanan atas penghinaan dan ketidakadilan yang menimpa diri dan kelompok etnisnya. Saat itu, ejekan "cina loleng" sering sekali dilayangkan oleh kelompok anti-Tionghoa untuk merendahkan orang-orang Tionghoa. Begitulah, dengan kemahiran kung-fu yang dipelajari dari kakeknya, memungkinkan Siauw Giok Tjhan untuk berkelahi melawan anak-anak Belanda, Indo, dan Ambon yang mengejek dirinya. Istilah "cina-loleng" adalah salah satu penghinaan yang biasa dilontarkan untuk etnis Tionghoa. Keteguhan dan kekerasan jiwa dalam memperjuangkan keadilan tumbuh dalam lingkungan hidup yang harus dihadapi. Terutama setelah kedua orang tuanya meninggal dalam usia muda, ia terpaksa melepaskan sekolah begitu selesai HBS, untuk mencari nafkah meneruskan hidupnya bersama adik tunggalnya, Siauw Giok Bie yang masih harus meneruskan sekolah itu. === Konsep Integrasi === "Lahir di Indonesia, Besar di Indonesia menjadi Putra-Putri Indonesia" adalah semboyan yang untuk pertama-kalinya dikumandangkan Kwee Hing Tjiat melalui Harian MATAHARI di Semarang sejak tahun 1933-1934. Dan semboyan ini benar-benar menjadi keyakinan-hidup Siauw Giok Tjhan sejak masa muda, berjuang menjadi putra ter-baik Indonesia yang tidak ada bedanya dengan putra-putra Indonesia bersuku lainnya dalam usaha dan memperjuangkan kemerdekaan dan kebahagiaan hidup bersama. Dalam menghadapi persoalan Tionghoa di Indonesia, Siauw Giok Tjhan menganut konsep Integrasi yaitu konsep menjadi Warga Negara dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya tanpa menghilangkan identitas budaya dan suku dari masing masing komponen masyarakat termasuk masyarakat Tionghoa. Konsep Integrasi yang diperjuangkan oleh Siauw Giok Tjhan ini sangat identik dengan teori "pluralisme" atau "multikulturalisme". Menurut Siauw Giok Tjhan, Indonesian Race - Ras Indonesia - tidak ada. Yang ada adalah "Nasion" Indonesia, yang terdiri dari banyak suku bangsa. Siauw berpendapat, sejak tahun 50-an, golongan Tionghoa yang sudah bergenerasi di Indonesia, harus memperoleh status suku. Dengan demikian suku Tionghoa adalah bagian dari "Nasion" Indonesia. Berdasarkan pengertian inilah, Siauw mencanangkan konsep integrasi, sebagai metode yang paling efektif dalam mewujudkan "Nasion" Indonesia - Nasion yang ber-Bhineka Tunggal Ika - berbeda-beda tetapi bersatu. Setiap suku, termasuk suku Tionghoa, harus mengintegrasikan diri mereka ke dalam tubuh "Nasion" Indonesia melalui kegiatan politik, sosial dan ekonomi, sehingga aspirasi "Nasion" Indonesia itu menjadi aspirasi setiap suku. Berpijak di atas prinsip ini, Siauw mengemukakan bahwa setiap suku tetap mempertahankan nama, bahasa dan kebudayaannya, tetapi bekerja sama dengan suku-suku lainnya dalam membangun Indonesia. === Menentang Asimilasi === Menurut Siauw Giok Tjhan, kecintaaan seseorang terhadap Indonesia, tidak bisa diukur dari nama, bahasa dan kebudayaan yang dipertahankannya, melainkan dari tindak tanduk dan kesungguhannya dalam berbakti untuk Indonesia. Konsep ini kemudian diterima oleh Bung Karno pada tahun 1963, yang secara tegas menyatakan bahwa golongan Tionghoa adalah suku Tionghoa dan orang Tionghoa tidak perlu mengganti namanya, ataupun agamanya, atau menjalankan kawin campuran dengan suku non-Tionghoa untuk berbakti kepada Indonesia. Oleh karena itu Siauw Giok Tjhan menentang konsep asimilasi yang dikembangkan oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB), dibawah kepemimpinan Kristoforus Sindhunata pada awal 1960-an. LPKB yang dimotori oleh para politisi katolik seperti Harry Tjan Silalahi, Onghokham dsb mencanangkan asimilasi sebagai "terapi" penyelesaian masalah Tionghoa. Dengan asimilasi mereka bermaksud golongan Tionghoa menghilangkan ke-Tionghoaan-nya dengan menanggalkan semua kebudayaan Tionghoa, mengganti nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama Indonesia dan kawin campur antar ras. Dengan demikian, golongan Tionghoa tidak lagi bereksistensi sebagai golongan terpisah dari golongan mayoritas. Kalau ini dijalankan, LPKB menyatakan, lenyaplah diskriminasi rasial. Siauw tidak menentang proses asimilasi yang berjalan secara suka-rela dan wajar. Yang ia tentang adalah proses pemaksaan untuk menghilangkan identitas sebuah golongan, karena menurutnya usaha ini bisa meluncur ke genosida, seperti yang dialami oleh golongan Yahudi pada masa Perang Dunia ke II. Putra bungsu Siauw Giok Tjhan yang bernama Siauw Tiong Djin menyatakan bahwa efek samping dari penerapan konsep Asimilasi yang pada awalnya dipercaya mempunyai maksud baik, namun pada saat pelaksanaannya oleh penguasa Orde Baru, kebijakan asimilasi itu dijadikan Undang-Undang dan peraturan pemerintah yang bentuknya memaksa, sehingga timbulah larangan yang kita alami selama 32 tahun tersebut. Sejarah membuktikan bahwa akibat dari itu semua akhirnya meledak pada Kerusuhan Mei 1998, dimana terjadi pembunuhan, penjarahan dan pemerkosaan terhadap kelompok minoritas Tionghoa. === BAPERKI === Siauw Giok Tjhan adalah ketua umum Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI), sebuah organisasi massa yang didirikan pada suatu pertemuan di Gedung Sin Ming Hui di Jakarta pada 13 Maret 1954. Pertemuan ini dihadiri oleh 44 orang Tokoh Tionghoa, kebanyakan dari mereka merupakan wakil dari berbagai organisasi Tionghoa, seperti PERWITT (Persatuan Warga Indonesia Turunan Tionghoa) yang berpusat di Kediri, PERWANIT (Persatuan Warga Indonesia Tionghoa) yang berdiri di Surabaya dan PERTIP (Perserikatan Tionghoa Peranakan) yang berdiri di Makassar. Semua peserta adalah peranakan Tionghoa yang umumnya berpendidikan Belanda. Sebagian besar dari mereka berasal dari Jawa, tetapi ada pula sebagian yang berasal dari luar Jawa, seperti Padang, Palembang, dan Banjarmasin. Mereka mewakili semua spektrum politik di Indonesia saat itu, antara lain tokoh-tokoh golongan kanan, seperti Khoe Woen Sioe, Tan Po Goan, Auwyong Peng Koen, Tan Siang Lian. Tokoh-tokoh golongan kiri, seperti Siauw Giok Tjhan, Go Gien Tjwan dan Ang Jang Goan, dan mereka yang bergaris netral, seperti Thio Thiam Tjong, Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Tan Eng Tie, Lim Tjong Hian dan Liem Koen Seng (adik Liem Koen Hian). Siauw Giok Tjhan terpilih sebagai Ketua Umum, sementara wakil ketuanya adalah Oei Tjoe Tat, Khoe Woen Sioe, The Pek Siong, dan Thio Thiam Tjong. Baperki Cabang Jakarta dibentuk pada 14 Maret 1954 dan diketuai oleh Sudarjo Tjokrosisworo (seorang pribumi Indonesia). Baperki ikut serta dalam Pemilu 1955 untuk memilih anggota DPR (29 September 1955) dan anggota Konstituante (15 Desember 1955). Dalam kedua pemilu ini, Baperki memperoleh 178.887 untuk DPR dan 160.456 untuk Konstituante, atau 70% suara dari golongan Tionghoa di Jawa. Dengan jumlah suara sebanyak ini, Baperki berhasil memperoleh satu kursi di DPR dan mendudukkan Siauw Giok Tjhan sebagai wakilnya. Pada tahun 1958 Jajasan Pendidikan dan Kebudajaan Baperki mulai berpikir untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi. Maka pada tahun itu dibukalah Akademi Fisika dan Matematika yang tujuan utamanya adalah mendidik guru-guru sekolah menengah. Setelah itu, pada 1959, dibuka pula Kedokteran Gigi (September), dan Teknik (November). Pada 1962 dibuka Fakultas Kedokteran dan Sastra. Rektor pertama Universitas Baperki ini adalah Ferdinand Lumban Tobing, seorang dokter yang pernah menjadi menteri dalam beberapa kabinet di masa demokrasi parlementer. Pada 1962, nama Universitas Baperki diubah menjadi Universitas Res Publica yang biasa disingkat sebagai URECA, dengan cabang-cabang di berbagai kota di Jawa dan Sumatra. Setelah peristiwa G30S, Universitas Res Publica ditutup, dan gedungnya diambil alih oleh pemerintah. URECA di Jakarta kemudian dibuka kembali dengan kepengurusan yang baru, dengan nama Universitas Trisakti. Untuk Konstituante, Baperki diwakili oleh Siauw Giok Tjhan, Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Go Gien Tjwan, Liem Koen Seng, Oei Poo Djiang, Jan Ave dan C.S. Richter. Dua nama terakhir adalah wakil-wakil Baperki untuk golongan Indo. Setelah tragedi Gerakan 30 September 1965, Baperki dibubarkan oleh pemerintah Orde Baru karena dituduh sebagai onderbouw Partai Komunis Indonesia. Sejumlah aktivisnya, seperti Siauw Giok Tjhan dan Oei Tjoe Tat dijebloskan ke penjara tanpa pernah diadili.

Work Info

Employer:
Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI)
Position:
Ketua Umum
Time Period:
March 1955 - September 1965
Location:
Jakarta, Indonesia
Description:
BAPERKI adalah sebuah organisasi massa yang didirikan pada suatu pertemuan di Gedung Sin Ming Hui di Jakarta pada 13 Maret 1954.

No comments:

Post a Comment