Saya baru saja pindah ke Pekan Baru dan tinggal di komplek ini tepatnya tanggal 28 Februari yang lalu. Sore harinya, ada tetanggaku yang mampir dan menanyakan tentang kursus bahasa Inggris, biaya, kurikulum dan lainnya (karena aku memang membuka kursus bahasa Inggris di sini). Ia juga sempat bercerita tentang adiknya yang mendapat beasiswa sekolah di Jepang. Dari obrolan kami itu, aku tahu bahwa tetangga baruku itu adalah seorang ibu rumah tangga yang seperti ibu-ibu lainnya menginginkan anaknya rajin belajar dan menjadi orang sukses kelak. Ia mendisiplinkan anaknya untuk mengerjakan PR dan mengulangi pelajaran di sekolah setiap hari. Ia juga membawa pulang brosur, katanya untuk dibagikan kepada teman-teman yang ketemu saat sama-sama menemput anak di sekolah.
Setelah beberapa hari aku tak pernah melihatnya lagi, lalu iseng-iseng aku jalan-jalan ke rumahnya, hitung-hitung mengenal lingkungan di sinilah. Saat aku tiba di rumahnya, dengan tidak segan-segan ia menceritakan kondisi ekonomi keluarganya yang lagi agak surut. Hati nuraniku tersentuh dan secara spontan aku mengatakan bahwa kedua anaknya boleh les dulu, tentang uang buku dan uang les jangan dipikirkan. Yang ada dalam benakku saat itu adalah, sayang sekali jika ada anak yang ingin belajar tapi orang-tuanya tidak mampu, sementara di sisi lain, banyak anak yang menghambur-hamburkan uang orang-tuanya, tidak mau belajar dengan baik.
Akhirnya ia setuju dan anaknya menjadi salah satu murid pertamaku pada tanggal 12 Maret lalu. Aku bahagia sekali, bisa membantu orang lain, dan aku berjanji suatu hari nanti, jika aku mampu, aku akan membuka tempat kursus yang gratis bagi saudara-saudara kita yang kurang beruntung.
Alangkah kagetnya aku, sejak hari itu, setiap sore tetanggaku itu membawakan makanan untukku, katanya daripada aku harus mengeluarkan uang lagi untuk makan malam. Ini sama sekali di luar dugaanku, dan aku menolak dengan cara halus, karena aku takut akan menambah pengeluaran untuk uang belanja mereka sehari-hari. Tapi ia ngotot ingin membalas kebaikanku, ia juga membantu menyebarkan brosur di setiap rumah di sekitar tempat tinggalku. Berkat dukungannya, dilihat dari usia tempat kursusku yang baru setengah bulan, kini jumlah muridku terhitung lumayan banyak lho.
Yang lebih herannya lagi, seminggu lalu, ketika aku mengantarkan anaknya dan menanyakan di mana tempat fotocopy yang terdekat, adiknya yang mendengar pertanyaanku langsung menghidupkan mesin sepeda motornya dan ingin menjemput kertas yang akan dicopy. Aku jadi terheran-heran, jaman sekarang ini dimana ada anak muda yang begitu ringan tangan membantu orang, biasanya adik kita sendiri saja sulit untuk dimintai tolong.
Begitulah tetangga yang sampai saat ini belum kuketahui namanya itu selalu membantu setiap kesulitan yang kuhadapi dan ia juga selalu mendoakan kesuksesanku. Kami baru saja kenal, tapi sudah seperti kaka-adik, katanya ini semua berawal dari hatinya yang tergugah menerima uluran tanganku, sedangkan aku tak pernah merasa telah mengulurkan tangan. Aku hanya ingin melihat kesuksesan pendidikan di Indonesia terulang kembali, seperti waktu itu, di mana orang-orang dari negara tetangga bangga belajar di universitas di Indonesia, bahkan kita juga pernah export guru. Sebaliknya, sekarang kita malah berlomba-lomba untuk bisa melanjutkan pendidikan di luar negeri, sungguh suatu kemerosotan yang menyedihkan.
Demikianlah yang kualami, semoga setiap bantuan yang kita berikan dilandasi cinta kasih dan tanpa pamrih sebagaimana yang diajarkan oleh guru agung kita, Sakyamuni Buddha. Semoga hal ini akan membawa kebahagiaan bagi kita dan orang yang dibantu.
Sumber : http://kesaksianbuddhis.bl
No comments:
Post a Comment