Saturday, January 16, 2016

SEJARAH ITU BERNAMA “ANAK PERTAMA”



Oleh : Wulan Darmanto

Pesta pernikahan baru saja usai. Yang dibayangkan oleh seluruh pengantin baru tentu sama saja: malam pertama yang mendebarkan. Inilah ikhtiar pertama, untuk mengharap hadirnya yang selalu ditunggu bahkan jauh sebelum janji suci itu terucap
Dialah ANAK PERTAMA

Lalu pengantin wanita pun hamil sudah.. entah dalam hitungan minggu, atau penantian melalui bilangan tahun. Kehamilan pertama menjadi yang paling istimewa. Saat testpack menunjukkan dua garis, sambutannya selalu dengan lompatan girang, tangis haru, dan SMS yang mewartakan ke seluruh keluarga : AKU HAMIL!!
Dan gegap gempita ini, ada pada ANAK PERTAMA

Jabang bayi pun terlahir ke dunia.. aah..euforia seperti memuncah. Bapak baru sibuk mendokumentasikan proses kelahiran. Di sisi lain, si ibu baru harus tergagap-gagap dengan proses laktasi yang tidak ia tahu sebelumnya. Tangis kebingungan karena ASI tidak keluar, bayi begadang yang kadang bisa begitu menyebalkan..
Semua sama-sama mereka pelajari, untuk yang pertama kali dalam hidup, lewat kehadiran ANAK PERTAMA

Tapi tentu berumahtangga di tahun awal kemapanan belum terjadi, kecuali bagi mereka yang dari sana sudah dibekali materi berlebih. Si pengantin pun ngontrak kesana kemari, menempati rumah petak yang kadang sering menjadi terlalu sempit.
Yang menemani mereka hidup susah, adalah ANAK PERTAMA

Tahun demi tahun berlalu, si anak pertama menjadi bukan prioritas lagi. Si ibu hamil anak kedua. Dan oh iya, mereka kini tak lagi tinggal di rumah petak. keadaan sudah jauh lebih baik. Sejak hamil adiknya, si ibu selalu mengupayakan pendewasaan pada kakaknya. “Banyak mengalah ya nak, nanti kalau adikmu lahir.. karena kamu adalah ANAK PERTAMA”

Anak kedua lahir.. Ibu mulai sibuk dengan bayi baru, si ayah tak bisa berlama-lama dengan anak pertama karena harus mencari nafkah. Ibu stress, tak ada pembantu, bayi tak bisa didiamkan, dan ditemuilah satu-satunya sasaran pelampiasan emosi: siapa lagi kalau bukan ANAK PERTAMA

Si kakak mulai dituntut untuk mandiri, untuk mengalah bahkan dalam hal yang ia tak perlu mengalah. Mulai diminta untuk memiliki kesabaran seluas samudera terhadap kenakalan adiknya. Mulai dipandang sebagai miniatur orang dewasa, yang dengan enak bisa didoktrin: “Ayo lah... pengertian pada kerepotan ibumu.. kamu kan ANAK PERTAMA..”

Oh...
Sering kita tidak tahu, atau tidak mau tahu? Bagaimana rasanya jadi Balita yang tadinya menjadi pusat perhatian, lalu tiba-tiba ada saingan baru, yang merenggut dunianya.
ANAK PERTAMA... dengan beragam alasan, sering kita paksa untuk mengalah, untuk mengerti, untuk memahami, untuk terlibat, untuk membantu dalam setiap kesusahan kita..
Kita lupa untuk menghargainya, untuk juga menyayangi dia yang tak lucu lagi itu, sama besarnya dengan adik bayinya.
Sejarah itu ada padanya; anak pertama
Jangan jadikan sejarah berikutnya, menutup banyak torehan yang pernah diukir oleh sejarah lama.

*Untuk anak Bunda, Saya Kaysar


Sumber : Wulan Darmanto
https://www.facebook.com/wulan.darmanto/posts/10205826529002585?__mref=message

No comments:

Post a Comment