Pikiran yang sibuk
Pagi itu saya baru saja tiba di kantor, Senin adalah hari yang sangat
sibuk. Dalam kesibukan, saya mendapat kabar. Seorang teman baik saya
mengalami kecelakaan saat berangkat ke kantor tadi. Saat ini sedang
dibawa ke rumah sakit. Saya mulai gusar. Permisi dari kantor di jam
sesibuk ini bukanlah sebuah hal yang bisa saya lakukan.
Saya
hanya bisa berdoa, tapi tetap saya merasa serba salah. Dua jam
setelahnya, saya mendapat kabar lagi bahwa ada bagian tubuhnya yang
diamputasi. Makin kacau balaulah perasaan saya.
Rasanya ratusan pikiran melintas kesana kemari tentang kondisinya.
Pertanyaan apakah bagian diamputasi tersebut bisa disambung kembali.
Jika ternyata tidak maka dia akan cacat seumur hidupnya. Kasihan sekali
padahal dia masih muda. Juga muncul pikiran yang menghibur diri sendiri,
banyak orang cacat tapi masih bisa berkarya.
Sore, saya tiba
di rumah sakit. Saat memasuki ruangan, dia melambaikan tangannya. Dari
lambaiannya saya tahu bahwa yang diamputasi adalah jari telunjuk sebelah
kiri. Saya merasa sedih, walau secara keseluruhan dia sehat. Saya
mengatakan bahwa saya turut bersedih atas jari telunjuknya.
"Ya... Saya hanya masih bingung." Katanya.
"Tentang biaya rumah sakit?" Tanya saya.
"Oh bukan... Sudah ada asuransi yang akan membayarnya. Saya hanya
bingung belum memutuskan jari mana yang akan saya gunakan untuk mengupil
nanti. Kamu tahu biasanya saya gunakan jari ini."
Pikiran saya langsung sepi. Kesibukan di dalam pikiran saya berhenti. Perasaan saya menjadi hening.
Astagaaa.... Begitu sibuk pikiran saya dari pagi tadi, tapi tidak satupun ada yang menebak dengan tepat apa yang dipikirkannya.
Teman-teman, bukankah pengalaman saya ini sering juga kita alami. Tanpa
kita sadari kita mengijinkan pikiran kita terlalu banyak memikirkan
tentang orang lain. Apa yang mereka pikirkan tentang kita. Persepsi kita
terhadap banyak hal terkadang membuat kita repot.
Yukk... Kita mawas pada isi pikiran kita. :)
No comments:
Post a Comment