Saturday, September 29, 2012


Sebongkah es beku memiliki kekerasan yang cukup untuk menyakiti bila terlempar mengenai kepala kita. Bongkahan es itu disebut juga es batu bukan hanya karena bentuk tetapi juga kekerasannya. Bila kita menggenggamnya erat-erat maka tangan kita tak akan merasa nyaman melainkan justru kedinginan menusuk kita rasakan. Saat kita masukkan bongkahan es batu itu ke dalam gelas berisi air, maka es batu itu tidak saja mencair tetapi juga mampu mendinginkan air didalam gelas itu.

Kita pun memiliki es batu berupa "kepala batu", begitu tinggi harga diri seakan merasa paling unggul dan mulia dibanding yang lain tanpa menyadari kepala batu dapat menyakiti sekitar kita. Semakin kita mempertahankan "kepala batu" sebenarnya hanya membuat semakin berat dan besar beban yang harus dipikul akibat kita sendiri.Seandainya "kepala batu" itu dapat kita cairkan seperti es batu yang perlahan tapi pasti mencair di dalam gelas air, maka kita akan memperoleh suasana yang sejuk dan memberi manfaat bagi banyak orang di sekitar kita.

Es batu itu adalah "konsep diri" kita yang seringkali memupuk ego bukannya kerendahan hati. Menumpuk gengsi demi harga diri yang seolah-olah sejati padahal semu. Menempatkan martabat setinggi-tingginya dengan pengertian itulah tujuan hidup mulia walau sesungguhnya justru itulah penyebab kehancuran.


Air di gelas adalah kerendahan hati yang mampu mencairkan kebekuan, meluruhkan kesombongan, menyejukkan bara angkara. Dan pada akhirnya menumbuhkan kebijaksanaan. Namun tetaplah mawas, karena air yang membeku akan menjadi es batu .....


Belajar dari yang berlalu, Bermawas pada saat ini, & Berkesadaran menyongsong esok



No comments:

Post a Comment