Friday, September 30, 2011

BANGAU EMAS

Sebagai guru origami (seni kuno melipat kertas dari Jepang) di LaFarge Learning Institute di Milwaukee, Wisconsin, Art Beaudry diminta mewakili sekolah tersebut dalam sebuah pameran di mal besar di Milwaukee.

Ia memutuskan untuk membawa dua ratus buah bangau kertas lipat untuk dibagikan pada orang yang mampir di standnya. Tapi,sebelum hari itu tiba, suatu peristiwa yang aneh terjadi--sebuah suara memberi tahu dia untuk mencari selembar kertas timah warna emas dan membuat sebuah bangau origami emas. Suara aneh itu begitu kuat sehingga Art benar-benar membongkar kumpulan kertas origaminya di rumah sampai ia menemukan selembar kertas timah emas yang bersih mengkilat.

"Buat apa aku melakukan ini ?" ia bertanya pada diri sendiri. Art belum pernah melipat kertas emas yang mengkilat; kertas itu tidak dapat dilipat semudah atau serapi kertas crisp aneka warna. Tapi, suara kecil itu terus mendorongnya. Art mendengus dan mencoba mengabaikan suara itu. "Kenapa mesti kertas timah emas ? Kertas biasa lebih mudah dilipat," gerutunya.

Suara itu melanjutkan "Lakukan saja ! dan kamu harus memberikannya besok kepada seseorang yang istimewa."
Sekarang Art sudah mulai merasa agak jengkel." Orang istimewa aoa?"tanyanya pada suara itu.
"Kamu nanti tahu yang mana," suara itu berkata.

Sore itu Art melipat dan membentuk kertas timah emas yang tak kenal ampun itu dengan hati-hati sampai kertas itu menjadi seanggun dan selembut seekor bangau yang hendak terbang. Ia mengemas burung unik itu dalam kotak bersama 200 bangau kertas warna-warni yang dibuatnya selama beberapa minggu sebelumnya.

Keesokan harinya di mal, berpuluh-puluh orang mampir di stand Art untuk bertanya-tanya tentang origami. Ia mendemonstrasikan seni itu. Ia melipat, meluruskan, dan melipat lagi. Ia manjelaskan rincian yang ruwet, perlunya lipatan yang tajam.

Lalu ada seorang wanita berdiri di depan Art. Orang istimewa itu. Art belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, dan wanita itu belum mengucapkan apa-apa selagi ia menonton Art melipat kertas merah muda cerah dengan hati-hati menjadi seekor bangau yang bersayap anggun dan tajam.

Art menatap wajahnya, dan tahu-tahu tangan Art sudah masuk ke kotak besar yang berisi persediaan bangau kertas. Muncullah burung kertas timas emas lembut yang dikerjakannya tadi malam. Ia mangambilnya dan menaruhnya di tangan wanita itu dengan hati-hati.
"Aku tak tahu sebabnya, tapi ada suara yang nyaring sekali dalam diri saya yang menyuruh saya memberikan bangau emas ini pada Ibu. Bangau adalah simbol kuno untuk kedamaian," kata Art singkat.

Wanita itu tidak menyahut saat ia perlahan mengatupkan tangan kecilnya pada burung rapuh itu seakan burung itu hidup. Saat Art memandang wajahnya, ia melihat air matanya berlinang, siap mengalir.

Akhirnya, wanita itu menghela napas panjang dan berkata :"Suami saya menginggal tiga minggu yang lalu. Inilah pertama kalinya saya keluar rumah. Hari ini ulang tahun perkawinan emas kami."
Lalu, wanita asing itu berbicara dengan suara jernih, "Terima kasih atas pemberian yang indah ini. Sekarang saya tahu bahwa suami saya sudah tentram. Bapak mengerti kan ? Suara yang Bapak dengar itu
adalah suara Tuhan dan bangau indah ini adalah pemberianNYA. Ini hadiah perkawinan ke 50 yang paling indah yang saya terima. Terima kasih karena Bapak telah sudi mendengarkan suara hati itu."

Dan itulah cara Art belajar mendengar dengan hati-hati setiap kali sebuah suara kecil dalam dirinya menyuruhnya melakukan sesuatu yang mungkin tak ia mengerti saat itu.


~Patricia Lorenz~

Kutipan : Chicken soup for the soul

No comments:

Post a Comment