Friday, May 2, 2014

Janganlah Marah Ketika Seseorang Mengkritik Kita


* *

Sebagaimana kita ketahui, batin sangat tidak dapat diandalkan dan seringkali berubah.
Seseorang membenci, menyukai atau mencintai kita tidak ada hubungannya dengan kita. Itu adalah pemikiran di batin orang lain.
Jika sebuah pemikiran keliru, maka kita buang. Tidaklah masuk akal untuk terus meyakini sesuatu yang baru saja terbukti keliru.

Juga sangat menolong bertanya dengan cara yang sama berkenaan emosi-emosi kita. Sebagai contoh, katakanlah kita terganggu karena seseorang mengkritik kita.

Disini silogismenya sebagai berikut "Aku marah karena dia mengkritikku." Benar, dia mengkritikku, tapi apakah aku harus menjadi marah karena seseorang mengkritikku? Tidak, aku memiliki pilihan berkenaan bagaimana aku harus merasa. Aku tidak harus menjadi marah.

Dengan kata lain, terhadap semua alasan, pikiran kita terus mengajukan pertanyaan mengapa aku harus marah,"Tetapi kenapa aku perlu menjadi seperti itu?" Saat kita merenungkan ini cukup lama, kita melihat bahwa kita marah karena menginginkan sesuatu.

Di balik kemarahan, kita mendapati bahwa kita menginginkan kasih, rasa aman, pengakuan, dukungan, pengertian, pemahaman, ruang, kreativitas, kedamaian, atau yang lainnya.

Dalam proses mempertanyakan pikiran dan perasaan kita, sangat penting untuk ramah terhadap diri sendiri. Mengkritisi diri sendiri karena marah tidaklah produktif.
Banyak orang mendapati lebih mudah untuk ramah kepada orang lain, daripada terhadap diri sendiri.

Ramah terhadap diri sendiri, bukanlah merupakan tindakan egois, ini sangat berbeda dengan memanjakan diri. Kita adalah makhluk hidup, dan di dalam agama Buddha kita ingin memiliki kasih dan welas asih untuk semua makhluk dan bekerja demi manfaat semua makhluk.

Renungkan:
Saat sedang tenggelam, maka tujuan jangka pendek Anda adalah untuk menyelamatkan diri sendiri. Tapi Anda ingin menyelamatkan yang lainnya juga. Anda tidak akan merasa pantas, jika berenang sendirian ke tepian, kemudian bersantai sementara yang lain tenggelam.

Kita merasa memiliki ikatan batin yang sedemikian kuat dengan orang-orang lain, sehingga ingin menyelamatkan mereka. Begitu pula di dalam jalan spiritual, terselesaikannya pembebasan diri sendiri sangatlah luar biasa, namun bukanlah pencapaian yang lengkap.

Dengan membayangkan bagaimana rasanya tidak pernah marah kepada siapa pun, apa pun yang mereka katakan atau lakukan kepada Anda. Bayangkanlah ini untuk sesaat, bukankah sangat indah menjadi sepenuhnya bebas dari ketakutan, kemarahan, pembelaan diri, kesombongan, kebutuhan untuk dibenarkan atau untuk menang?

Kualitas-kualitas baik kita akan berfungsi, tanpa terkotori atau terintangi oleh ketakutan, kesombongan, maupun emosi-emosi meresahkan lainnya.

Orang boleh berkata atau melakukan apa pun yang mereka mau, dan batin kita akan tetap damai dan tidak terusik. Tidak ada amarah yang perlu ditahan, semuanya akan menguap.

Begitu pula, seperti apakah rasanya jika saat memandang semua makhluk hidup, secara spontan muncul welas asih serta berharap yang terbaik bagi mereka? Bukankah akan menjadi indah, jika mampu merasakan ikatan batin dengan semua orang, serta berharap mereka dalam keadaan baik?

Inilah beberapa hal sederhana untuk dibayangkan, agar memahami arah tujuan dari Jalan Kebijaksanaan dan Welas asih.
Saat kita tidak lagi meyakini cara pandang egoistik, maka kita justru menjadi yakin pada potensi kita sebagai manusia.

Dan kita boleh meyakininya, karena banyak orang terdahulu yang telah mencapai 'Kesadaran'(Buddha), dan mereka dapat menunjukkan caranya kepada kita, sehingga bisa bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. _/\_



Sumber : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=648835941837705&set=a.174045885983382.58949.100001339163748&type=1
 Cittasanti Anggraini

No comments:

Post a Comment